Rabu, 14 Desember 2011

Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (4)

Tutur Itongah Jabu.

Tutur Itongah Jabu maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan didalam lingkungan keluarga atau sebutan pemanggilan ( tutur pandiloohon/pandilononhon ) misalnya:
Bapa, Maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada Bapak/orang tua yang laki – laki.
Inang, Maksudnya ialah sebutan tutur panggilan anak kepada ibunya.
Bapa Tua, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada saudara Bapak yang jenjangnya paling tua
Inang Tua, maksunya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada isteri saudara Bapak yang jenjangnya paling tua ( bapa tua )
Bapa Tongah, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada saudara bapak yang jenjangnya dibawah yang tertua dan di atas jenjang bapak.
Inang Tongah, maksunya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada isteri saudara bapak ( bapak tongah)
Bapa Anggian, maksunya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada saudara suadara Bapak yang jenjangnya di bawah jenjang Bapak sampai yang terbungsu.
Inang Anggi/Inanggian, maksudnya ialah tutr sebutan anak kepada isteri saudara-saudara Bapak ( Bapak Anggian )
Oppung Gotong, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada nenek laki-laki
Oppung Tudung/ Oppung Bualang, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada nenek perempuan. Untuk sebutan tutur pemanggilan kepada nenek ini boleh disebut nama cucu yang tertua dari anak laki-laki yang tertua.
Oppung Ni Bapa/Oppung Nono, maksudnya ialah sebutan anak kepada nenek Bapaknya Oppung Nono Sidalahi sebutan kepada nenek yang laki-laki dan kepada nenek wanita disebutan Oppung Nono Sidaboru.
Oppung Ni Oppung/ Oppung Rintei, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada neneknya nenek kepada kepada yang nenek laki-laki disebut oppung Rintei Sidalahi dan kepada nenek wanita disebut Oppung Rintei Sidaboru
Kaka, maksudnya ialah tutur sebutan tutur pemanggilan kepada saudara lebih tua dari kita.
Kaka Tua, maksudnya ialah sebutan pemanggilan kepada saudara tang tertua.
Kaka Tongah, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan kepada saudara yang jenjangnya diatas kita dan dibawah jenjang yang tertua.
Anggi, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan kepada saudara- saudara yang jenjangya dibawah kita. Dan saudara yang sebaya boleh disebut nama atau tutur anak kita atau anak anaknya misalnya Pa…..Anu ( Bapak si……Polan).
Nasikaha, maksudnya tutur sebutan pemanggilan kepada isteri abang yang jenjangnya lebih tua dari kita, dan sebutan isteri kepada semua saudara suaminya yang jenjangnya lebih tua. Tidak boleh berbicara secara langsung.
Nasianggi, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan kepada suami isteri saudara-saudara yang jenjangnya di bawah kita.
Kepada suami-isteri dibawah jenjang kelahiran kita boleh disebut nama anaknya atau tutur anaknya kita, tidak boleh langsung berbicara.
Botou/Boto, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan antara adik abang antara laki-laki dengan wanita yang sekeluarga dan saudara-saudaranya. Dan tutur sebutan pemanggilan kepada mereka yang belum diketahui tutur pemanggilan kepadanya, antara pihak laki-laki dan wanita, yang sudah tua atau muda usia.
Kaki, Bursok, Nongat, maksudnya ialah pemanggilan kepada anak laki-laki yang belum kita ketahui namanya atau memegang belum diberi nama.
Boru, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan kepada anak perempuan yang belum kita ketahui nama dan memang belum mempunyai nama dan sebutan pemanggilan kepada anak wanita yang belum diketahui namanya oleh orang tua yang memanggilannya atau siapa saja.
Boru, adalah satu keharusan bagi tiap-tiap wanita warga Simalungun untuk menyebut boru yang diwariskan nenek moyang baru kemudian menyebut Marga yang dianut, dihayati dan diamalkannya, dan termasuk pada penulisan nama, misalnya Rohmaida boru Purba.
Catatan : wanita yang tidak menyebut boru dan menulis ( boru ) (br) diantara nama dengan marganya mungkin dia memakai marga tempelan?
Pargotong, maksudnya ialah pengenal atau cara bertanya tentang keinginan untuk mengenal Suami teman yang kita tanya misalnya:
Ise di goran ni Pargotong ni ham?
Siapakah nama Suami anda?
Pargotong, maksudnya Suami
Namambuat, maksudnya suami
Dalahi, maksudnya suami dan boleh juga maksudnya lelaki atau laki-laki

Parsonduk, maksudnya ialah pengenal atau cara bertanya tentang kenginan untuk mengenal isteri teman yang kita tanya misalnya:
Ise do goran ni Parsonduk ni ham?
Siapakah namanya isteri anda?
Parsonduk, maksudnya ialah isteri
Binuat, maksudnya ialah isteeri
Inang jabu, maksudnya ialah isteri
Indung jabu, maksudnya ialah isteri
Nassiam, maksudnya sebutan kepada semua orang.
Ham, maksudnya ialah sebutan penghormatan yang diucapkan sebelum sebutan tutur diucapkan misalnya:
Ham Tulang
Ham sebutan penghormatan
Tulang Bapak Mertua
Maka orang yang dapat atau terbiasa mengucapkan Ham setiap penyampaian sebutan tuturnya kepada pihak lain baik kepada orang yang lebih tua ataupun lebih muda maka orang itu dapat dinilai bahwa dia adalah orang yang tua adat ( maradat ) orang yang hormat ( mahamat ) dan setidak-tidaknya pencinta Adat Budaya atau pembimbing agar orang yang mendengarnya mencontoh.
Ambia, maksudnya ialah sebutan sesame laki-laki yang sebaya dan dibawah jenjang umur kita.
Baya, maksudnya ialah sebutan kepada sesame wanita sebaya dan terhadap dibawah umur kita.
Hatopan, maksudnya ialah pembantu tanpa upah.

Continue lendo >>

Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (3)


Pengertian Anak Boru.

Yang dimaksud dengan anak boru ialah keluarga yang mengambil isteri dari keluarga marga kita mulai dari jenjang kita bapak, nenek, nenek bapak dan neneknya nenek atau lima tingkat atau lima generasi dari rumah tangga kita. Keluarga anak boru yang seperti ini mengambil isteri turun temurun dari keluarga marga kita atau kepada saudara kita yang satu temurun dari neneknya nenek ( oppugn Rintei ) disebut anak boru manipat.
Semua jenjang anak boru ini bertanggung jawab untuk melaksanakan segala pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak keluarga orang tua isterinya ( tondong ) pada upacara adat istiadat maupun pekerjaan sehari – hari apabila dalam keadaan yang memerlukan bantuan tenaga maupun pemikiran.
Semua anak boru dipimpin oleh anak boru tua. Anak boru ini tidak berani menolak apa saja yang ditugaskan oleh tondong kepadanya mengingat doa tondong sewaktu anak boru ini masih bayi atau pada waktu sibayi diberi nama pada upacara membawa mandi pertama kali kepancuran ( patuaek ) dan sewaktu si bayi dsemburi ubun – ubunnya dengan air sirih doanya sebagai berikut :
Totou Sanggah Mamupus
Doa sewaktu menyemburkan sirih di ubun – ubun si bayi.
Tondong Dibata Idah, Mamupus salimbubu ulumu pihir…………..)**
Pihirpe boras pihir on, Pihiran dapeni Tondimu……………………)**
Podas marbagal podas marganjang, Gendeo bahen suruhen, Ase Mariah uhur nami……….)**
Horas ma ham panogolan )*
Ase malum uhur Bapa – Inangmu………….)**
Horas, horas, horas !
Terjemahan bebas :
Dijawab oleh para pemili dengan, itulah yang benar
Terjemahan bebas :
Bertua Tuhan Yang Maha Esa yang kelihatan.
Menyebur ubun – ubun kepalamu keras……….)**
Keraspun beras ini,
Lebih keras lagi Rohmu………..)**
Lekas besar lekas tinggi
Agar kelak guna disuruh
Supaya pikiran kami gembira………..)**
Selamat sejahtera lah engkau Panogolan )**
Semoga berbahagia Ibu – Bapakmu…….)**
Rahayu, Rahayu, Rahayu !
Jenis – jenis Anak Boru
Anak boru ada dua jalur/jenis yaitu :
- Anak boru Manipat ( turun – temurun )
- Anak boru Marbuat ( mengambil/perkawinan )
Anak Boru Manipat.
Anak Boru Manipat maksudnya ialah keluarga yang sudah sejak nenek neneknya ( oppung ni oppung ) atau lima turunan dari keluarga itu mengambil isterinya kepada keluarga marga itu.
Seandainya dibawah jenjang dari nenek neneknya itu ada yang tidak mengambil isteri kepada marga kita, tetap juga keluarga itu menjadi Anak Boru ( manipat ) dan mungkin pada jenjang turun ke lima dari nenek dari nenek ( oppung ni oppung ) itu kembali lagi mengambil isteri dari keluarga marga kita jalur yang turun temurun inilah yang dimaksud Anak Boru Manipat.
Anak boru yang termasuk Anak Boru Manipat adalah turun temurun mengambil isteri dari keluarga kita, sebagai berikut :
Anak boru lakkip maksudnya ialah yang mengmbil isteri dari keluarga Marga kita atau saudara kita yang perempuan dari se-ibu se-bapak dan anak saudaranya Bapak kita.
Anak Boru Daroh maksudnya ialah keluarga yang mengambil isteri dari saudara perempuan atau kakak, adik ( oppung/Amboru ni bapa ).
Anak Boru Tua.
Anak Boru Tua maksudnya ialah keluarga yang mengambil saudara perempuan dari neneknya Bapak yang dilahirkan oleh generasi ke lima.
Secara warisan anak boru tua inilah menjadi penanggung jawab semua tuga anak boru.
Anak Boru Mintori.
Anak Boru Mintori maksudnya ialah keluarga yang mengambil anak perempuan dari si A disebut Anak Boru lakkip yaitu keluarga si C, dan yang mengambil ( membuat ) wanita dari keluarga si C disebut oleh si C ialah anak boru iakkip tetapi si A menyebut tutur kepada anak boru iakkip si C ialah Anak Boru Mintori, yang mengambil anak gadis menjadi isterinya dari keluarga Anak Boru Mintori dari si A, disebut oleh si A ialah Anak Boru Ni Mintori dan yang mengambil perempuan jadi isteri dari keluarga Anak Boru Ni Mintori si A disebut oleh si A ialah Anak Boru Ni Mintori.
Tutur sebutan pemanggilan si A dan keluarganya kepada semua keluarga Anak Boru Mintori, Anak Boru Ni Mintori dan Anak Boru Mintori Ni Mintori adalah sama dengan tutur keluarga si A kepada keluarga si C hanya tergantung kepada penyesuaiannya, misalnya si A menyebut tutur kepada si C adalah Hela maka yang mengambil anak wanita si C menyebut tutur sebutannya kepada si C ialah tulang, ( Bapak Martua ) dan seterusnya di sesuaikan dengan jenjang masing – masing.
Waluh Sibanjaran.
Waluh Sibanjaran ( delapan kelompok ), maksudnya ialah dari wadah Martondong Marsinina, Maranak Marboru, di temukan delapan unsur rumah tangga, ( Waluh tutur Jabu – jabu ) dan ditemukan delapan induk tutur sebutan pemangilan ( Waluh Induk Tutur pandiloonkon ) yaitu :
Waluh tutur Jabu : Sanina ( saudara )
( delapan sebutan ke rumah ) Gamot ( saudara yang disyahkan menurut adat )
Sanina Inang ( Ibu beradik kakak )
Sapariban ( Isteri beradik kakak )
Tondong ( keluarga pengambilan isteri )
Tondong Ni Tondong ( mertuanya mertua/bapak mertua isteri )
Anak Boru (keluarga suami adik kakak perempuan kita)
Anak Boru Mintori ( keluarga yang mengambil wanita dari keluarga anak boru )
Waluh Indung Ni Tutur
Walauh Indung Ni Tutur ( delapan induk/pokok tutur sebutan ) yaitu :
Opat Indung Ni Tutur Maganjang
( Empat Induk Tutur sebutan kejenjang atas ):
Oppung ( nenek laki – laki / perempuan )
Bapak, inang ( bapak, ibu )
Tulang, anturang, mami ( bapak mertua, ibu mertua ) keluarga isteri
Makkela, amboru, bibi ( bapak mertua, ibu mertua dari suami adik, kakak )
Opat Indung Tutur Matoruk
( Empat Induk Tutur jenjang kebawah )
Anak ( anak kita dan anak saudara )
Parumaen ( menantu perempuan/isteri anak )
Panogolan ( anak ipar, anak adik, kakak isteri ipar )
Hoppu ( cucu dari jalur tondong, sanina dan anak boru )

Continue lendo >>

Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (2)


Pergertian dari Tondong

Tondong, maksudnya ialah keluarga pihak yang memberikan anak wanitanya kepada marga lain menjadi isterinya. Semua saudara – saudara yang terkait dengan keluarga yang memberi anak wanita itu menjadi tondong dari semua keluarga yang terkait pula dengan sipenerima wanita itu.
Pemberi wanita menjadi isteri kepada marga/keluarga lain ada di lakukan turun temurun yang masih terbina dan lestari sampai sekarang disebut nama – nama jenjangnya ialah sebagai berikut :
Tondong Ipardomui maksudnya ialah keluarga ibu – bapak isteri kita dan saudara – saudaranya termasuk saudara sepengambilan isteri dari Bapak isteri kita.
Tondong Pamupus maksudnya ialah keluarga/ibu bapak dari ibu yang melahirkan kita dari saudara laki – laki dari ibu kita ( ipar dari bapak kita ).
Tondong Simada Daroh maksudnya ialah keluarga yang melahirkan bapak atau ipar nenek kita termasuk saudara – saudara.
Tondong Bona maksudnya ialah keluarga yang melahirkan nenek kita dan saudara – saudaranya.
Tondong Asal/Tondong Tua/Tondong Bona – Bona.
Tondong ini maksudnya ialah keluarga yang melahirkan nenek Bapak kita semua tondong seterusnya ketingkat neneknya nenek bertemu pada Tondong asal yang juga disebut Tondong Tua atau Tondong Bona – bona. Selalu bergabung pada Tondong Bona.
Jenis tondong yang seperti diuraikan diatas disebut Tondong Manipat ( turun – temurun ) apabila dilakukan pengambilan isteri itu juga dari keluarga yang turun temurun atau pada satu turunan dari nenek generasi kelima dari kita.

Pengertian Tondong di Tondong atau Puang.
Yang dimaksud dengan tondong ni tondong ialah dari jalur yang melahirkan ibu/isteri atau mertua ibu/isteri dan martua ibunya lagi dan seterusnya martua ibunya lagi atau martua ipar ( tondong ni tondong ) atau sering juga lalur martua dari martua ini disebut Tulang Ni Tulang atau Puang.
Jenis – jenis Tondong Ni Tondong atau Puang.
Saudaranya dan juga yang melahirkan isteri ipar ( Tulang ni lae ).
Puang atau Puang Ni Tondong, maksudnya ialah keluarga yang melahirkan Tondong Ni Tondong termasuk saudaranya.
Puangta, maksudnya ialah keluarga yang melahirkan Puang atau Puang Ni Tondong dan saudaranya.
Tutur sebutan kita kepada jalur Tondong Ni Tondong ini berlaku seperti tutur sebutan kepada Tondong ( keluarga Martua ) seperti pada tutur yang diuraikan pada Martutur terdahulu.
Pengertian Sanina.
Sanina, maksudnya ialah saudara.
Sanina Sambuyak terdiri dari satu ibu – bapak yang disebut Sambuyak dalam arti yang sempit, dan dapat juga terdiri dari satu cabang Marga dalam arti satu turunan yang mana dimulai dari nenek yang memulai dari Cabang Marga yang dianut dihayati dan diamalkan sejak dahulu sampai sekarang.
Sanina Bapa maksudnya ialah Bapak yang bersaudara.
Sanina Oppung, maksudnya ialah nenek yang bersaudara.
Sanina Oppung Ni Bapa, maksudnya ialah neneknya Bapak yang bersaudara.
Sanina Oppung ni Oppung, maksudnya ialah neneknya nenek yang bersaudara atau generasi kelima dari kita. Silsilah sampai generasi kelima ini masih selalu terbina.
Sanina Inang, maksudnya ialah ibu yang beradik kakak satu keluarga atau Bapak sepengambilan isteri dari satu keluarga.
Sanina Sapariban, maksudnya ialah marga – marga lain yang sepengambilan isteri dari satu keluarga, atau isteri mereka satu ibu – bapak dan saudaranya.
Sanina Marsigamoton atau Gamot.
Sanina Marsigamoton atau Gamot, ini maksudnya ialah saudara yang terdiri dari berlainan cabang marga namun satu induk marga yang disyahkan dengan Upacara Adat. ( Pengamotgamotan ).
Mereka yang saling bersigamotan ini terlebih dahulu saling mengenal prilaku masing – masing sebelum disyahkan menurut adat.
Mereka yang saling bersigamotan harus berbeda menenrangkan segala yang mungkin dianggap rahasia. Kepada gamot inilah tempatnya menjelaskan sesuatu yang tidak mungkin dijelaskan kepada orang lain, atau kepada Tondong, Sanina dan Anak Boru.
Fungsi Gamot ini sangat berat karena harus bijaksana bertanggung jawab dan sebagai jaminan dan menjamin diantara mereka yang saling bersigamotan. Orang yang prilakunya kurang baik atau pembohong maka orang tidak mau menjadi saling menjamin/jaminan ( marsigamotan ).
Pada pengadilan Peradatan gamot ini turut melaksanakan sumpah apabila ada tuduhan dari pihak lain dan membela kebenaran dari orang yang diagomatinya. Gamot dapat mengundurkan diri dari saling marsigamotan.

Continue lendo >>

Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (1)


Martutur ialah satu sistem untuk mengetahui jalur hubungan antara kita dengan pihak lain. Atau di ketahui posisi saling hormat menghormati ( Mar Sihamatan ) sesama. Martutur ini sangat utama bagi masyarakat Simalungun. Orang yang tidak mengetahui isinya pada jalur Martondong Marsanina, Maranak Boru maka dia akan di luar jalur dan mungkin akan terjadi yang seharusnya tidak dikehendaki misalnya menyebutkan tutur sebutan Bapak kepada Ibunya, dan menyebut nama mama mertua ( Tulang ) dan menyebut pangilan Ibu mertua ( Anturang ) kepada Bapak mertua ( Tulang ) dan mungkin akan terjadi perkawinan semarga ( Marboto – boto ).
Oleh sebab itu maka Martutur ini sangat penting karena mengetahui tutur berarti telah memgetahui posisi atau telah mengetahui jalur untuk saling hormat menghormati dan mengenal diri sehingga berkembang mekar bibit – bibit kesadaran diri, kesadaran keluarga yang di bawa sejak lahir, dan menuju kesadaran kewaspadaan Martondong, Maranank Boru ( Semua orang ) sehingga mengenal malu ( Melak ) dan mengetahui, yang pantang dan yang baik di lakukan.
Sampai sekarang tetap berlaku posisi saling hormat menghoramati pada masyarakat Simalungun yang tata kehidupannya sehari – hari berdasarkan adat istiadat ( kebudayaan ) warisan nenek moyang. Tiap orang – orang atau tiap – tiap keluarga akan berfungsi menjadi : Tondong, Sanina dan anak Boru, pada suatu ketika. Oleh sebab itu sistem Martondong Marsanina, Maranak Boru ini wajib di hayati dan di amalkan secara benar oleh setiap orang.

Continue lendo >>

Marga – marga Pada Batak Simalungun


Morga ( marga ) selalu ditulis di belakang nama seseorang untuk mengenal bahwa mereka yang sama morga ( marga ) adalah masih satu tuntunan dalam marga itu. Marga ini menjadi dasar atau pedoman untuk saling menanyakan marga ( Martutur ) untuk dapat mengetahui posisi seseorang bahwa dengan mengetahui posisi itu dapat di laksanakan saling hormat menghormati setiap saat pada kehidupan sehari – hari sewaktu melaksanakan siklus kehidupan dari lahir sampai mati dalam adat Simalungun/adat timur warisan nenek moyang.
Simalungun adalah nama satu daerah di propinsi Sumatera Utara yang sekarang menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Simalungun.
Di luar daerah Tingkat II Kabupaten Simalungun sejak dahulu ada orang – orang Simalungun/Halak Timur tinggal di daerah Tingkat II Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, dan dahulu sampai ke Huta Raja ( Banda Aceh ).
Orang Simalungun menerima masyarakat lain menjadi warga Simalungun apabila dia disyahkan menurut adat memakai marga – marga atau cabang marga dari Marga Purba, Saragih, Sipayung, Damanik, Sitopu, Sinaga.
Purba Saragih, Sipayung, Damanik, Sitopu, Sinaga ini dapat di temui didaerah lokasi Huta Tinggi Raja kecamatan Silaukahean, Kabupaten Simalungun.
Marga – marga dan cabangnya ;
Purba di Karo menjadai :
Silangit di Karo menjadi Tarigan Silangit Purbatua, Tombak di Karo menjadi Taringan Tambak.
Purba Sidasuha, Girsang di Karo menjadi Taringan Girsang, Sigumonrong, Siborong, Tondang di Karo menjadi Taringan Sibero, Sihala, Pakap, Dolok, Tambun Saribu, Sidagambir, Purba Tanjung, dan sebagainya.
Saragih : menjadi marga di Karo :
Munte - “ - Ginting Munte
Djawak - “ - Ginting Jawak,
Simarmata, Garingging, Turnip, Sitanggang, Manik Raya dan sebagainya.
Sipayung : Marga di Karo :
Kembayaran - “ _ Kembayaren dan sebagainya.
Damanik :
Peranginangin, di lokasi Huta Tinggi Raja terdapat lokasi Damanik Peranginangin.
Sitopu :
Dilokasi Huta Tinggi Raja terdapat Sitopu, Barus dan Hora – hora. Marga Sitopu membuat daerah penyembangannya didaerah yang berbatasan dengan daerah Simalungun atau dengan lokasi Huta Tinggi Raja yaitu Deli Serdang. Dan Haro – haro yaitu Karo – karo, bahasa daerah Simalungun maksudnya ialah lokasi arah maksud atau pintu gerbang memasuki suatu lokasi perkampungan.
Sinaga terdapat sekitar Tanah Jawa, Tiga Dolok, Parapat, Raya.
Sinaga dengan cabang – cabangnya masih tetap memakai marga kesatuan dan tetap dari turunan anak pertama Siraja Lontung.
Marga – marga ( morga – morga ) ini dilambangkan pada jari – jari tangan pada waktu mempergunakan nama – nama hari ( ari Sitolu Pulu ) dan untuk lambang kelahiran anak, bayi ( hanak, Dakdanak ).
Pada masyarakat Simalungun ada istilah :
Anak Panduda, maksudnya ialah setelah beberapa hari anak lahir maka orang tuanya pun mati ada keluarganya mati.
Anak Partubuh Suma. Maksudnya ialah kelahiran seorang bayi pada dua malam. Suma maksudnya ialah nama – nama waktu yaitu bulan ( Suma ) sudah kelihatan bulan pada jam 18.30 Wib setelah habis waktu beredarnya satu malam bulan.
Anak Par ubah Suma ini juga di pakai oleh Tuhan Yang Maha Esa ( Naibata ) bibit – bibit benar, bibit – bibit luhur, bibit – bibit kepintaran akan tetapi yang tumbuh dan berkembang ialah lebih subur bibit yang kurang baik.

Continue lendo >>

Selasa, 13 Desember 2011

Bagaimana Kehidupan Adat Dan Acara Adat Dilakukan Pada Batak Simalungun


“ lasam Saganup habayakon, hapentaran appa rupa majenges anggo lang maradat”.
Terjemahan bebas;
Percuma semua harta, kepintaran dan wajah cantik jika tidak beradat.
Contoh cara bertutur:
a). Misalnya nama Si A. Purba ( Purba adalah marga Si A ) nama ibunya si B boru Saragih ( Saragih adalah marga/boru si B/orang tua si A. Purba )
teman Bertuturnya
b) Nama si C. Sipayung ( Sipayung adalah marga si C ) nama ibunya si D boru Purba ( Purba adalah marga/bori si D )
Maka pihak si A menanya marga pihaj si C dan pihak si C harus menanyakan marga pihak si A tata tertib bertutur.
Pihak si A bertanya kepada pihak si C
Marga apakah saudara? ( Morga aha do ham? )
Jawab si C: Sipayung ( memberikan marga yang benar)
Marga apakah ibu ( Panogolan = Marga / boru Ibu)
Jawab si C: boru Purba
Pihak si C bertanya kepada pihak si A
Marga apakah saudara? ( Morga aha do ham? )
Jawab si A: Purba
Marga apakah Ibu? ( Panogolan aha do ham? )
Jawab si A: boru Saragih.
Maka dari pertuturan mereka ini telah ditemukan kaitan yaitu dari marga ( boru ) dari ibu si C ( si D boru Purba )
Maka si C menyadari posisinya adalah sebagai anak Boru ( pihak pengambil keluarga dari marga si A. Purba ), karena ibu si C adalah boru Purba ( si D boru Purba )
Maka si C menyebut tuturnya kepada si A. Purba ialah Tondong ( Keluarga Mertua ), dan tutur sebutan antara si A dan si C dapat disepakati sebelum diketahui dengan jelas jenjang-jenjangnya. Seandainya lebih tua si A maka si C menyebut tutur pemanggilannya ialah : Tulang, maksudnya Bapak Mertua.
Jadi sebutan tutur pemanggilan keluarga si C kepada keluarga si A setelah ada ketentuannya yaitu sebagai berikut:
Sebutan si C kepada si A ialah tulang ( Mertua, Bapak Mertua )
Sebutan si C kepada isteri si A ialah ANTURANG atau MAMI ( maksudnya ialah Ibu Mertua )
Sebutan si C kepada anak laki-laki dari si A ialah LAE ( Lae, maksudnya ialah Ipar ) dan kaka tua = Ipar yang tertua, lae sittua, kaka tengah= ipar jenjang tengah, boleh tutur anak kita disebutkan.
Sebutan si C kepada adik, kakak perempuan dari si A, ialah Nasibesan. Dan hal sebutan Nasibesan pada keluarga rapat atu isteri ipar kandung, tidak dibenarkan berbicara langsung/pantang ( marobu ).
Sebutan si C kepada adik, kakak perempuan dari si A ialah :Inanggian, Inangtongah, Inangtua ( Ibu jenjang yang muda, tengah, tua ).
Sebutan si C kepada anak perempuan dari si A ialah Kaka Tua, maksudnya ialah kakak yang jenjangnya lebih tua dari semua anak si A dan Kaka Tongah, maksunya ialah kakak yang jenjangnya di bawah kakak yang tertua tapi diatas jenjang kita atau diatas jenjang isteri kita, dan dibawah jenjang dari isteri kita semua disebut anggi, ( maksudnya ialah adik Ipar ) dan boleh disebut nama, baik terhadap adik ipar laki-laki dan adik ipar yang perempuan.

Sebutan si C kepada cucu si A ialah Paruamaen, ( Parumaen, maksudnya ialah menantu walaupun bukan isteri anak kita ).
Sebutan si C kepada anak perempuan ialah Hoppu ( Hoppu maksudnya ialah cucu ).
Tutur sebutan Ibu si C kepada si A ialah Botu ( Abang/Adik ).
Sebutan Ibu si C kepada isteri si A adalah Eda ( sesama perempuan beripar ).
Tutur sebutan Bapak si C kepada Bapak si A ialah Lae ).
Tutur anak si C kepada keluarga anak si A sama dengan tutur si C, hanya pengaturan jenjang.
Misalnya kita menyebut lae ( ipar ) anak kita menyebut tulang ( bapak mertua ).
Pengaturan penghormatan.
Tempat duduk si A. Purba dan keluarganya di buat tikar putih ( Amak bottar ) dan di sebelah kanan dari tempat duduk si C ( han luluan hampit sihamun ).
Terlebih dahulu di hidangkan makanan kepada si A, baru kepada kita ( Parlobei mangan do Tondong ase hita ).
Terlebih dahulu selesai makan si A baru kita berhenti makan ( mangan ayapan ni Tondong manjalo ayapan ni tondong ).
Setelah selesai makan harus diberikan sekapur sirih ( mandembani ).
Tempat tidur si A ditempatkan pada yang lebih baik ( hanluluan ).
Mandi dipancuran harus didahulukan si A, pantang sama – sama mandi dengan Tondong ( pantang do rup maridi oppa tondong ).
Semua pekerjaan yang menyangkut upacara adat di rumah si A, menjadi tugas si C ( Anak Boru ) melaksanakannya bersama – sama dengan saudaranya.
Tempat duduk kelompok si C di si A ialah dari arah pintu ( hantalaga ).
Tutur sebutan si A. Purba dan keluarganya kepada keluarga si C.
Tutur sebutan si A dan isterinya kepada si C ialah hela ( hela maksudnya menantu laki – laki ), dan kepada isteri si C ialah anak/boru ( anak perempuan ) panggil nama langsung atau nama anak si C.
Tutur sebutan saudara – saudara si A kepada isteri si C juga anak atau boru ( boru maksudnya karena anak wanita itu memakai marga bapaknya dan marga saudara Bapak ).
Tutur sebutan si A. Purba dan isterinya kepada anak si C ialah Hoppu ( cucu ) termasuk isteri anak si C.
Tutur sebutan si A dan isterinya kepada cucu si C ialah nono/hoppu nono ( nono maksudnya ialah generasi ke empat ).
Tutur sebutan si A dan isterinya kepada cucunya, cucu ialah rintei/hoppu rintei ( rintei maksudnya generasi ke lima ).
Tutur sebutan keluarga anak si A. Purba kepada keluarga si C.
Tutur sebutan anak laki – laki si A. Purba kepada si C ialah lae ( lae, maksudnya ialah ipar yang mengambil adik, kakak perempuan dari anak si A ).
Tutur sebutan isteri anak si A. Purba kepada si C ialah nasibean ( abang ipar, adik ipar ), mereka yang bertutur dengan sebutan Nasibean, pantang berbicara langsung harus pakai perantara.
Tutur isteri anak si A. Purba kepada isteri si C ialah parboruan atau boru ( parboruan atau boru maksudnya ialah marga suaminya masih di pakai oleh isteri si C atau boleh menyebut nama langsung atau tutur sebutan anak kita, misalnya : amboru ni si anu ( bibinya si…….......anu ).
Tutur sebutan keluarga anak si A. Purba kepada anak si C ialah panogolan ( panogolan maksudnya ialah marga keluarga anak si A. Purba masih dipakai oleh anak si C, terlebih pada waktu bertutur ).
Tutur keluarga anak si A. Purba kepada cucu si C ialah hoppu ( cucu ) dan selanjutnya nono ( generasi ke empat ) rintei generasi ke lima seperti tutur si A kepada si A maka anak si C manggil tulang kepada anak si A.
Tutur sebutan cucu si A. Purba kepada keluarga si C.
Tutur sebutan cucu si A. Purba kepada si C ialah makkela ( makkela, maksudnya ialah bapak mertua/bapak suami ).
Tutur sebutan cucu si A. Purba kepada isteri si C ialah amboru atau bibi ( amboru atau bibi maksudnya ialah adik, kakak wanita dari Bapak ).
Tutur sebutan cucu laki – laki dari si A. Purba kepada anak si C yang laki – laki ialah beripar ( mar-lae ).
Tutur sebutan cucu yang wanita dari si A. Purba kepada anak si C yang laki – laki ialah abang, adik ( kaka tua, kaka tonga, anggi ) menurut jenjang umur mereka.
Anak si C berhak mengambil cucu si A. Purba menjadi isterinya dan mengawasi cucu si A. Purba dari pergaulan muda – mudi.

Tutur keluarga si C. Sipayung kepada Bapak.
Tutur si C. Sipayung kepada bapak si B boru Saragih atau kepada keluarga bapak mertua si A. Purba ialah tondong ni Tondong.
Tutur sebutan mertua si B kepada si B ialah Panogolan atau boleh di sebut nama atau tutur anak mertua si B.
Tutur keluarga si C. Sipayung kepada martua dari martua si B di sebut Puang atau puang ni tondong dan kepada mertua dari puang atau puang ni tondong si C menyebut tuturnya puangta.
Puanta sudah empat kali tingkat martua dari martua isteri ( jalur isteri ) dari keluarga si C Sipayung.
Tutur sebutan puangta kepada puang ni tondong dan tutur sebutan puang ni tondong kepada tondong ni tondong dan sebutan tutur tondong ni tondong kepada tondong pardomui si C yaitu keluarga si A berlaku sama seperti tutur sebutan keluarga si A kepada keluarga si C, hanya penyesuaian jenjangnya perlu disamakan misalnya si C menyebut tuturnya lae ( ipar ) maka anak si C menyebut tulang ( bapak martua ), dan seterusnya sama.
Ditinjau dari segi bertutur ( Marututur ) ini kelihatanya satu orang yang melaksanakan pertuturan, maka semua tutur keluarga yang terkait sekaligus telah selesai dan teratur, mengikuti karya warisan leluhur kita.
Cara bertutur yang dijadikan contoh ini dipilih dari yang termudah dan yang singkat menemukan kaitan tutur untuk menentukan posisi/jalur untuk menjalankan prilaku pada masyarakat Simalungun.

Continue lendo >>

Tatanan Hidup Batak Simalungun


Budaya simalungun tidak jauh berbeda dengan budaya suku-suku batak lainnya, kehidupan bermasyarakat diatur sedemikian rupa sehingga ketika upacara adat dilakukan tidak mengalami benturan-benturan, hal ini khususnya dalam hubungan kekerabatan antara masyarakat.

a. Martondong Marsanina Maranak Boru.
Satu maksud dengan beraneka ragam sebutan di Indonesia terpelihara dan dijamin yaitu dengan istilah kekayaan budaya dan Bhinneka Tunggal Ika. Maka kita berkewajiban menggali, memurnikan serta melastarikan kekayaan budaya warisan leluhur kita itu. Oleh sebab itu maka martondong, marsanina di sebut juga sebagai berikut :
Tolu Sahundulan, ( Tiga satu tempat duduk ).
Tolu Sahundulan, Lima Saodoran, ( Tiga satu tempat duduk, lima sejajar atau lima beriringan ).
Tolu Sahundulan, Lima Saodoran, Waluh Sabanjaran ( Tiga satu tempat duduk, lima sejajar, delapan sekelompok ).
Dahlian Na Tolu ( Tungku yang Tiga ; Tiga sepasang ).
b. Martondong Maranak Boru.
Tondong adalah pihak yang memberi anak wanita menjadi isteri, dan Anak Boru adalah tiap yang menerima wanita.
Martondong Maranak Boru adalah, Senina atau Saudara tidak usah di tulis atau di ucapkan.
Martondong Marsanina, Maranak Boru adalah satu badan Musyawarah – Mufakat ( Sibiyak Runggu / Harungguan ) pada keluarga, pada masyarakat Simalungun yang formasinya secara otomotis telah tersusun utuh sebagai warisan leluhur. Pada wadah Martondong Maranak Boru ini secara otomatis menjadi persatuan. Untuk mengambil suatu tekad melalui musyawarah atau mufakat, dan melaksanakan keadilan social berdasarkan jalur, tutur yang diatur oleh gori atau pagori * )( Jambar, bahasa Toba ), serta telah teratur cara menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa ( Naibata bahasa daerah Simalungun ).
Wadah martondong Maranak Boru adalah suatu wadah yang melaksanakan adat istiadat yang berketuahanan Yang Maha Esa warisan nenek moyang pada siklus kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Siklus kehidupan manusia dari lahir sampai mati adalah sebagai berikut :
Upacara adat menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa ( Naibata ).
Upacara adat menghormati leluhur ( Simangot ).
Upacara adat menghormati lingkungan dan alam sekitar.
Upacara adat usaha untuk menghidupi kehidupan atau mata pencaharian ( Massari ).
Upacara adat Haguruan ( pengetahuan khusus ) hukum adat.
Dan lain – lain, semua warisan nenek moyang kita ( Tading – tadingan ompungta nahan lobei tubuh nabasaia ).
Siklus kehidupan dari lahir sampai mati yang dilaksanakan oleh keluarga dengan sistem Tolu Sahundulan, Lima Saodoran, Waluh Sabanjaran adalah warisan nenek moyang yang mempunyai jalur – jalur dan rambu – rambu pengaman yaitu Hak dan Kewajiban ( Manjalo appa Mambere ) atau dengan istilah Simalungun :
Pak Menjalo, Pak Mambere : artinya ialah bersedia menerima dan bersedia memberi, sesuai dengan tutur atau sesuai dengan posisi kita pada jalur Tolu Sahundulan.
Para penganut, penghayat, dan pengamal adat istiadat Martondong, Maranak Boru merasa akan memperoleh kebahagian dan merasa di lindungi serta direstui oleh Tuhan Yang Maha Esa atau segala usahanya ( Ugama ) dan percaya akan menerima karma pada suatu waktu, apabila melangar rambu – rambu tutur dan keluar dari jalur Tolu Sahundulan. Yang tidak mengikuti jalur Tolu Sahundulan dan melangar yang melangar rambu – rambu tutur misalnya :
Kawin semarga dan perkawinan terbalik, serta menyebut tutur sebutan terbalik akan sesat pada melaksanakan kehidupan sehari – hari di lingkungan masyarakat Simalungun atau di sebut orang tidak beradat ( maksudnya adat Simalungun ).

Continue lendo >>

Gabung Dong....

My Pagerank

Powered by  MyPagerank.Net
Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
Counter Powered by  RedCounter

  ©Template by Dicas Blogger.

TOPO