Kamis, 27 Agustus 2009

Sebutan Partuturan (pertuturan) Panggilan Pada Batak Pakpak Dairi

Bapa / Inang (Bapa/Ibu)

Sepasang suami isteri, baru dianggap syah selaku: Bapa/Ibu, apabila mereka telah dikarunia anak, baik laki-laki maupun perempuan. Maka oleh anak-anaknya menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap kedua orang tuanya, yaitu untuk orang tuanya laki-laki, ialah Bapa dan untuk orangn tuanya Perempuan ialah inang/nange (ibu) dab sebaliknya, oleh si bapa terhadap anaknya laki-laki adalah “anak-dukak” dan terhadap anaknya perempuan adalah “brru”.

Patua (bapa tua/ Nantua/mak tua)

Beberapa orang bersaudara/bersaudari, apabila masing-masing mempunyai anak baik laki-laki maupun perempuan, maka mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, yaitu khusus bagi anak yang sulung ialah: Patua (bapatua) dan terhadap isterinya ialah: Nantua/mak tua, dan sebaliknya, oleh si Bapatua dan Isterinya terhadap anak-anak saudarinya, untuk laki-laki ialah anak, dan terhadap perempuan ialah”brru”.

Demikian bagi sesame mereka, yaitu, anak-anak yang nomor 3, 4, dan seterusnya juga memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap bapa si anak nomor 2 yaitu Patua/bapa tua, dan terhadap isterinya yaitu: Nantua/mak tua, dan sebaliknya oleh si Patua/bapa tua bersama isterinya, sebutan pertuturanya terhadap anak-anak dari nomor 3, 4 dan seterusnya untuk anak laki-laki ialah “anak” dan untuk anak perempuan adalah “brru”.
Hal yang sama yang berlaku bagi orang yang semarga, abik yang lebih tua, bahwa semua orang tua yang di bawah umurnya, dimana anak-anaknya menjadi memiliki suatu pertuturan terhadap abang ayahnya tersebut, yaitu Patua (Bapa tua) dan kepada isterinya yaitu: Nan tua (mak tua) dan sebaliknya oleh si Patua/Bapa tua bersama isterinya terhadap anak-anak tersebut yaitu bagi anak-anak laki-laki disebut “anak” dan bagi anak peremuan disebut “brru”
Masih ada lagi, yaitu 2 (dua) orang pemuda yang berlainan marga akan tetapi kedua-duanya sepengambilan atas dua orang gadis yang satu ayah dan satu ibu, dan setelah mereka ini mempunyai anak, dimana anak-anak tersebut menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, sesuai menurut umur dari pada ibunya, katakana anak si ibu nomor 2, berpetuturan kepada si ibu nomor satu yaitu disebut “Nantua” dan kepada suaminya yaitu disebut Patua (bapa tua).

Tonga/Nantonga (bapa tengah-inak tengah). Beberapa orang bersaudara-bersaudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu, apabila masing-masing telah mempunyai anak baik laki-laki maupun perempuan, mereka menjadi memiliki satu sebutan pertuturan, yaitu: anak dari pada anak yang sulung, kepada semua adik-adiknya kecuali terhadap anak yang bungsu, yaitu bertuturkan: Tonga (bapa tongah) dan terhadap isterinya bertuturkan kepada anak-anak dari adiknya tersebut untuk anak laki-laki disebut “anak” dan untuk anak perempuan disebut “brru” dan demikianlah seterusnya “anak” dan untuk anak perempuan disebut ”brru” dan demiakianlah seterusnya, anak dari nomor dua tehadap ayah dari nomor tiga, dan anak dari nomor tiga terhadap ayah dari nomor empat, masing-masing bertuturkan seperti yang diuraikan diatas.
Demikian sebutan pertuturan ini tidak terbatas disitu saja akan tetapi di dalam hal yang bersamaan, juga di berlakukan secara khusus bagi yang memiliki “marga” yang serupa, adalah sama dalam bentuk pertuturannya, seperti apa yang diuraikan pada bagian diatas.

Papun/Nangampun (Bapa bungsu/ Mak bungsung). Beberapa orang yang bersaudara-saudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu, apabila masing-masing telah mempunyai anak, maka seluruh anak-anak mereka ini menjadi suatu sebutan pertuturan, terutama ditujukan kepada ayah dari anak yag bungsu dengan sebutan “Papun” (Bapa bungsu) dan kepada isterinya dengan sebutan “Nangampun” (Ibu bungsu) dan sebaliknya oleh anak-anak dari si Papun dan Nangampun tersebut, yaitu terhadap abang si ayah seluruhnya ialah Patua dan kepada isterinya “Nan tua”.

Demikian sebutan pertuturan ini tidak terbatas sampai disitu saja, akan tetapi di dalam hal yang sama, juga diberlakukan khusus bagi yang memiliki “marga”, yang sama halnya adalah seperti yang diuraikan pada bagian atas, namun sebutan “Papun” ini berobah menjadi “bapa kedek” (bapa kecil) kalau terdapat dalam pengucapan yang berlainan akan tetapi maksudnya adalah sama, karena kedudukannya adalah sama-sama yang bungsu.

Panguda-Nanguda (bapa uda-mak uda)
2 (dua) orang laki-laki yang belainan marga, akan tetapi mereka sepengambilan atas dua (2) orang gadis yang terdiri dari satu ayah dan satu ibu, maka bagia anak mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yang didasarkan menurut umur si isteri. Umpamanya, isteri si A lebih tua dari pada si B, maka oleh anak-anak si B bertutur kepada suami si A yaitu Bapa tua dan kepada isterinya dengan tutur Nan tua/ Mak tua, sedang anak-anak si A bertutur kepada si B yaitu Panguda/Bapa uad, dan kepada isterinya Nanguda (Mak uda).
Kaka (abang)
Bagi orang-orang yang bersaudara-saudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu demikian sesuai dengnan jenjang umur masing-masing, dan mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, umpamanya: si A lebih tua dari pada si B maka pertuturan si B kepada si A yaitu Kaka/abang, juga kepada isterinya, juga dengan pertuturan kak selanjutnya si B lebih tua dari pada si C, maka si C bertutur kepada si B yaitu kaka/abang juga kepada isterinya dengan tutur kaka, begitu seterusnya antara si C dengan si D antara si D dengan si E. sebagaimana sebutan pertuturan sesama anak laki, demikian juga yang berlaku buat anak perempuan. Bagi mereka-mereka yang bukan satu ayah dan satu ibu, tetapi terdiri dari satu marga, maka susunan sebutan pertuturanya adalah sama dengan apa yang diuraikan pada bagian diatas.
Ada juga terdapat pada orang-orang yang bukan satu marga, umpamanya 2 (dua) orang laki-laki yang berlainan marga akan tetapi mereka ini kawin dengan 2 (dua) orang gadis yang terdiri dari satu ayah- satu ibu, maka oleh anak-anak mereka jadi memiliki pertuturan seperti apa yang berlaku pada bagian diatas.

Anggi/adik
Beberapa orang bersaudara-bersaudari yang terdiri satu dari ayah dan satu ibu, baik laki-laki maupun peremuan, jadi mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan umpamanya si A lebih tua dari pada si B, maka pertuturan si A kepada si B, adalah anggi/adik dan kepada isterinya disebut: mrkalak anggi (beradik) seterusnya si B lebih tua dari pada si C, maka sebutan pertuturan si B kepada si C sama seperti si A terhadap si B, demikian seterusnnya berturut-turut.
Bagi mereka yang bukan satu ayah satu ibu, akan tetapi memiliki sama-sama dalam satu marga, umpamanya si A lebih dari pada si B, maka pertuturan si A kepada si B ialah anggi/adik dmikian kepada isterinnya.
Lainlagi terhadap 2 (dua) laki-laki yang berlainan marga akan tetapi kawin kepada 2 (dua) orang gadis yang terdiri dari satu ayah dan satu ibu, maka mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan berdasarkan jenjang umur dari pihak si isteri umpamanya: suami si A lebih muda dari pada suami si B, jadi pertuturan suami si A kepada si B, adalah: anggi/adik, demikian dengan sebutan yang sama terhadap isteri si B.
Perlu sekedar untuk diketahui, bahwa sebutan pertuturan mr-anggi (beradik) adapun sabagai dasar utamanya adalah ditentukan dari segi umur, artinya siapa lebih tua, dialah selaku kaka (abang), akan tetapi sebutan pertuturan ini biasa saja berobah terutam sewaktu melaksanakan suatu pesta adat, umpamanya si A, lebih muda dari pada si B, akan tetapi umur Bapa si B lebih muda dari pada si A, maka selaku kaka prtubuh adalah si B, akan tetapi selaku kaka I adat (abang dalam adat) adalah si A.

Senina-mrsinina (satu ayah lain ibu)
Seoranng ayah yang memiliki bebrapa orang isteri, dan masing-masing mempunyai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan. Bagi mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu: khusus untuk anak laki disebut: sinina mrsinina,tentunya tidak mengurangi jenjang umur, yaitu bagi yang tertua tetap selaku abang dan termuda selaku adik, hal yang sama juga berlaku untuk anak perempuan.

Kmpu (cucu)
Sepasang suami isteri, apabila anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan telah mempunyai anak, maka suami isteri tersebut jadi memiliki suatu sebutan pertuturan kepada anak dari pada anaknya yaitu kmpu (cucu).

Nini (cicit)
Selanjutnya, apabila seorang nenek dimana anak si nenek telah mempunyai cucu, maka si nenek menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap cucu dari pada anaknya tersebut yaitu nini (cicit)

Seterusnya, apabila seorang nenek dimana anak perempuan si nenek telah mempunyai cucu, maka si nenek menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap cucu dari pada anak perempuannya tersebut yaitu “ nono “ ( cicit 0 ).

Kmpute ( cicit – cicit ).
Baik nini maupun nono, kedua – keduanya bersatu dalam suatu sebutan yaitu kmpute ( cicit – cicit ).

Siminik.
Seorang nenek moyang telah genap “ mrkmpunte “, kemudian mrkmputenya ini bercucu, dan bernini – bernono, maka si nenek tersebut jadi menyandang suatu sebutan nama yaitu semua keturunan – keturunannya adalah Siminik.

Mpung ( Nenek ).
Seorang ayah yang telah mempunyai beberapa orang anak, baik laki – laki maupun perempuan, maka apabila anak – anaknya ini telah mempunyai anak, mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan petuturan terhadap ayah/ibu dari orang tuanya, yaitu mpung ( nenek ). Dalam ucapan lainnya, bagi nenek laki – laki juga di sebutan : Mpungoli.
Suatu hal yang harus kita ketahui, bahwa sebutan petuturan “ nenek “ ini tidak hanya berlaku khusus untuk keluarga sendiri, tetapi juga datangnya dari semua pihak, hanya saja dengan suatu syarat yaitu setingkat lebih tinggi dari pada ayahnya.

Turang ( saudari ).
Seorang ayah yang mempunyai beberapa orang anak laki – laki dan perempuan, maka di antara laki – laki / perempuan menjadi memiliki suatu sebutan petuturan yaitu : Turang ( saudari ).
Hal ini seperti ini juga berlaku buat anak laki – laki / perempuan, terutama bagi yang sama – sama dalam satu marga, dan bentuk sebutan pertuturannya sama seperti yang diuraikan pada bagian diatas.
Juga berlaku bagi yang bukan satu marga, umpamanya terhadap anak brru ( anak perempuan dari mambrru / nambrru ( pakcik/makcik ) sebutan pertuturannya ialah turang ( saudari ) .
Lain lagi apa yang disebut turang anak ini puhun ( saudara dari anak paman ) seperti seorang perempuan menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap anak laki – laki dari paman dengan sebutan “ turang anak ni puhun “ ( saudara dari anak paman ).
Seorang ayah yang bermenantu laki – laki, maka kepada si ibu menantunya yaitu mrturang ( bersaudari ).

Bayo ( besan ).
Seorang ayah menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap mertua perempuan dari anaknya laki – laki yaitu besan/bayo.
Seorang suami menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap isteri dari iparnya ( saudara laki – laki dari isterinya ) yaitu bayo/besan kita, demikian bayo/besan dari ipar ( saudari dari isteri kita ).

Bbbrre
Beberapa orang yang satu ayah/satu ibu, maka semua pihak laki – laki menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap anak – anak dari turangnya/saudarinya, yaitu : Bbbrre.

Impal.
Beberapa orang yang satu ayah dan satu ibu, baik anak dari laki – laki maupun dari anak – anak dari perempuan, mereka/kedua belah pihak memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu : impal.
Kela ( menantu laki – laki ).
Seorang ayah-ibu, bila anak gadisnya kawin dengan seorang laki – laki maka si laki – laki tersebut oleh ayahnya-ibunya, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap suami dari anak perempuanya tersebut yaitu kela ( menantu laki – laki ), namun dibalik itu, jika kebetulan anak perempuannya kawin dengan anak saudara kandungnya sebutan pertuturannya kepada si menantu adalah tetap “ bbbrre “.

Purmaen ( menantu perempuan ).
Seorang ayah-ibu, bila anak laki-lakinya kawin, akan memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap isteri anaknya tersebut yaitu Purmanen ( menantu perempuan ) juga dalam sebutan pertuturan yang sama, terhadap ( kepada ) semua abang – adik dari menantunya si perempuan.

Pmmrre
Beberapa orang anak gadis yang terdiri dari satu ayah satu ibu, apabila mereka ini sudah kawin, maka suami – suaminya menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan antara satu dengan yang lainnya Pmmrre.

Panguda – Nanguda ( bapa uda – mak uda ).
Beberapa orang anak gadis yang terdiri dari satu ayah – satu ibu apabila mereka masing – masing telah bersuami, kemudian mendapat anak, maka oleh anak – anaknya mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, terutama anak suami isteri yang tertua bertutur terhadap suami isteri yang kedua, yaitu untuk suami adalah Panguda ( bapa uda ) dan untuk isteri adalah nanguda ( mak uda ) demikian seterusnya.

Silih ( Ipar ).
Apabila seseorang laki – laki kawin dengan seorang gadis, dia menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap abangnya dan adiknya dari isterinya yaitu “ Silih “ ( ipar ) demikian sebaliknya. Demikian kedua belah pihak orang tua baik orang tua si laki – laki maupun pihak orang tua si perempuan, satu sama lain menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu silih ( ipar ).
Apabila ipar ( dari pihak abang adik isteri kita ) telah mempunyai ipar, maka kita menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, serupa dengan tuturan yang di lakukan oleh ipar kita tersebut yaitu silih ( ipar ).

Mambrru – Nambrru ( Pakcik – makcik ).
Seorang pria yang kawin dengan kaka/adik dari seorang ayah, maka anak – anak dari si ayah memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap si suami dari kaka/adik si ayah tersebut yaitu “ mambrru, dan kepada isterinya yaitu Nambbrru ( makcik ).

Dengan menantu perempuan memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap bapa suaminya, yaitu nambrru ( pakcik ) kepada isterinya nambrru ( makcik ). Seorang ayah yang mempunyai beberapa orang anak laki – laki dan perempuan, maka semua anak – anak dari si laki – laki, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap kaka adik dari bapa anak – anak tersebut yaitu mambrru ( pakcik ).

Simatua ( mertua )
Seorang suami, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap ayah ibu dari isterinya, yaitu simatua ( mertua ).

Puhun – Nampuhun ( paman, makcik ).
Beberapa orang laki/perempuan anak dari seorang ayah/ibu, maka anak dari pihak perempuan menjadi memiliki suatu pertuturan terhadap abang adik dari ibunya yaitu puhun ( paman ) dan kepada isterinya, nampuhun ( makcik ).
Sebutan lain – lainnya yang tidak termasuk dalam sebutan pertuturan sesuai menurut keadaan dari kedudukannya seperti :
- Partua ibale ( seorang tua di balei ) ditunjukkan bagi orang laki – laki yang sudah kawin.
- Partua ibags ( orang tua di rumah ), ditunjukan bagi orang – orang perempuan yang sudah kawin.
- Prrukat-jabunu-jlmana ( seorang perempuan yang syah bersuami, di mana si laki – laki memiliki suatu sebutan yaitu : Prrukatna, jabuna, jlmana, ketiga sebutan ini tujuannya adalah serupa yaitu selaku isterinya ).
- Doholina, oleh si isteri menyatakan doholina, artinya sama dengan suaminya.
- Rantoana, sepasang muda-mudi, yang sudah syah bertukar cincin, maka si perempuan menjadi memiliki suatu sebutan bahwa dialah ranto si pohan ( tunangan si polan yang bakal jadi isteri oleh si laki – laki tersebut ).

Eda.
Isteri si A memiliki suatu pertuturan terhadap kaka/adik perempuan si A yaitu eda demikian antara si ibu si A dengan ibu isterinya masing – masing bertuturkan eda.

Cimbang ( madu ).
Seorang suami kawin lagi, maka isteri pertama tersebut jadi memiliki suatu sebutan julukan yang di katakana mercimbang ( dimadu ).

Kaka iprtubuh ( abang yang duluan liar ).
Di daerah Suku Pakpak, ada suatu hukum yang berlaku di dalam bentuk sebutan pertuturan yaitu siapa yang duluan lahir di dalam menjadi si kakaan ( siabangan ) akan tetapi walaupun demikian, bukan berarti dia menjadi si kakaan ( siabangan ) jika ada terjadi suatu pekerjaan dalam bentuk adat umpamanya.
Nenek si A lebih muda dari pada nenek si B, jika di tinjau dari segi umur akan tetapi bukan oleh karena lebih tua umur dari keturunan si B, mengakibatkan dia menjadi menerima sulang ( perolehan daging sembelihan sesuai menurut jenis perolehan ) akan tetapi yang wajib menerimanya ialah keturunan dari nenek si A, sekalipun umurnya lebih muda. Selain dari pada sebutan – sebutan yang di uraikan diatas, maka ada lagi sebutan lainnya, yang lazim di katakan sewaktu diadakan suatu acara pesta adat yaitu :
- Kalimbubu / puang simmupus.
- Puang / kula – kula.
- Puang pngngmaki
- Puang labe
- Bnna ni ari, kelima sebutan ini bagaimana kedudukannya akan lebih di perinci satu persatu, pada bagian adat pada masa “ kerja jahat “ ( suatu upacara adat sewaktu duka cita ) dan kerja baik ( suatu upacara adat sewaktu suka cita ).
Semua uraian ini dapat disimpulkan dalam 3 ( tiga ) bagian, yaitu :
Golongan pertama : - dngngan sibltk ( teman sepupu, semarga ).
Golongan kedua : - kula – kula / puang ( pihak paman ).
Golongan ketiga : - brru ( adat perempuan yang kawin dengan marga lain ).

Continue lendo >>

Merga Silima Pada Batak Karo


Masyarakat karo terdiri dari lima Marga ( Marga ) utama yang berasal dari : “ Asalna Merga Silima, Beru Silima, Tutur Si Waluh, Rakut Sitelu kujadikan, emkap ibas jari – jari tanmu kujadikan nina Dibata “.
Pengertian :
“ Asalnya Marga yang lima dan Marga perempuan yang lima dan tutur sebutan delapan serta tiga jalur penghubung kujadikan, yaitu pada jari – jari tanganmu yang lima kujadikan kata Tuhan Yang Maha Esa “.
Kelima Marga utama ini mempunyai cabang – cabang dan mempunyai daerah asal mula berkembang. Marga – marga dan cabang – cabang itu oleh sebagian masyarakat karo tetap mewariskan kepada generasinya maka sampai sekarang banyak orang karo yang masih mengetahui sejarah marga dan seluruh marga – marga.
Marga – marga dan cabang – cabangnya itu menurut Bapak P. Tambun pada bukunya yang berjudul : Adat – Istiadat Karo, cetakan Balai Pustaka Jakarta, Tahun 1952, halaman 64 adalah sebagai berikut :
“ Bangsa Batak Karo adalah salah satu cabang dari Lima Batak ( Karo, Toba, Angkola, Pakpak dan Mandailing )”.
“ Bangsa Batak Karo terbagi atas lima Merga yang terbesar ( “ Merga Silima “ ), yakni :
- Peranginangin.
- Karo – karo
- Ginting
- Sembiring dan
- Tarigan “,
Masing – masing lima merga tersebut mempunyai cabang – cabang pula yang namanya menurut keturunannya masing – masing yakni :
1). Marga Peranginangin dan cabangnya :
Peranginangin Namohaji di Kuta Buluh
- “ - Sukatendel di Sukatendel
- “ - Mona di Pergendangen
- “ - Sibayang di Perbere, Kuala, Gunung dan Kuta Great
- “ - Pencawan di Perbesi
- “ - Sinurat di Kerenda
- “ - Perbesi di Seberaja
- “ - Ulunjandi di Juhar
- “ - Pinem di Serintono ( Sidikalang )
- “ - Uwir di Singgamanik
- “ - Laksa di Juhar
- “ - Singarimbun di Mardinding, Kuta Mbaru dan Temburun
- “ - Keliat di Mardinding
- “ - Kacinambun di kacinambun
- “ - Bangun di Batu Karang
- “ - Tanjung di Penampen dan Berastepu
- “ - Peranginangin Benjerang di Batu Karang

2). Merga Karo – Karo dan cabangnya :
Karo – karo Sinulingga di Lingga, Gunung Merlawan dll
- “ - Surbakti di Surbakti dan Gajah
- “ - Kacaribu di Kuta Great dan Kerapat
- “ - Sinukaban di Pernantian, Kaban Tua, Bintang Meriah, Bulu Naman dan L. Lingga
- “ - Barus di Barus Jahe, VII Kuta
- “ - Sinubulan di Bulan Julu dan Bulan Jahe
- “ - Jung di Kuta Nangka, Kalang, Perbesi Batu Karang
- “ - Purba di Kaban Jahe, Berastagi dan Lau Cih (Deli Hulu)
- “ - Ketaren di Raja, Ketaren, Sibolangit dan Pertampilen
- “ - Gurusinga di Gurusinga dan Raja Berneh
- “ - Kaban di Kaban dan Sumbul
- “ - Sinuhaji di Ajisiempat
- “ - Sekali di Seberaya
- “ - Kemit di Kuta Bale
- “ - Bukit di Bukit dan Buluh Awar
- “ - Sinuraya, Singgamanik dan Kandibata
- “ - Samura di Samura
- “ - Sitepu di Naman dan Sukanalu

3). Merga Ginting dan cabang-cabangnya:
Ginting Suka di Suka, Linggajulu dan Berastepu
- “ - Babo di Gurubenua, Munte dan Kutu Great
- “ - Sugihen di Sugihen, Juhar dan Kuta Gunung
- “ - Gurupatih di Bulu Naman, Sarimunte, Naga dan Lau Kapur
- “ - Ayartambun di Rayamerahe
- “ - Capah di Bukit dan Kalang
- “ - Beras di Laupetundal
- “ - Garamata di (Simarmata) Raya Tengah, Tengging
- “ - Jadibata di Juhar
- “ - Munte di Kutu Bangun, Ajinembah, Kubu, dokan Tengging, Munte, Raya tengah dan Bulan Jahe
- “ - Manik di tengging dan Lingga
- “ - Sinusinga di Singa
- “ - Jawak di Singa
- “ - Saragih di Linggajulu
- “ - Tumangger di Kidupen dan Kemkem
- “ - Pase di (masap)

4). Merga Sembiring dan cabang-cabangnya:
a). Sembiring Siman-biang ( tidak bisa kawin-mawin campur darah) dengan lain-lain cabang Sembiring, yakni:
Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir diseluruh urung Liang Melas.
- “ - Sinulaki di Silalahi
- “ - Keloko di Pergendange
- “ - Sinupayung di Juma Raya dan Negeri
b). Sembiring Simantangken –biang ( ada dilakukan perkawinan antaranya dengan lain-lain cabang Sembiring), yakni:
Sembiring Colia di Kubu Colia dan Seberaya
- “ - Pandia di Serabaya, Payung dan Beganding
- “ - Gurukinayan di Guru Kinayan
- “ - Berahman di Kaban Jahe, Perbesi dan Limang
- “ - Meliala di Sarinembah, munte, Rajaberneh, Kidupen, Kaban Jahe, Naman, Berastepu dan Biaknampe.
- “ - Pandebayang di Buluh Naman dan Gurusinga.
- “ - Tekang di Kaban
- “ - Muham di Susuk dan Perbesi
- “ - Depari di Seberay, Perbesi dan Munte
- “ - Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata dan Hamaparan Perak ( Deli )
- “ - Busuk di Kidupan dan Lau Perimbon
- “ - Sinukupar di Pertumbuken, Sidikalang, Sarintono
- “ - Keling di Juhar dan Rayatengah
- “ - Bunuh-aji di Sukatepu, Kuta-Tonggal dan Beganding.

5). Merga Tarigan dan cabang – cabangnya :
Taringan Sibero berkedudukan di Juhar, Kuta Raya, Keriahen, Munte, Tanjung Beringen, Selakar dan Lingga.
Taringan Tua di Pergendangen
- “ - Selangit di Gunung Merah
- “ - Tambak di Kembayaken dan Sukanalu
- “ - Tegur di Suka
- “ - Gersang di Naga Saribu dan Barastepu
- “ - Gerneng di Cengkes ( Simelungun )
- “ - Gana – Gana di Batu Karang
- “ - Jampang di Pergendangen
- “ - Tambun di Rakut Besi, Binangara, Sinaman dan lain – lain kampung.
- “ - Bondong di Lingga
- “ - Pekan ( cabang dari Tambak ) di Sukanalu ( bangsa anak-beru )
- “ - Purba di Purba ( Simelungun )

Continue lendo >>

Sistem Kemasyarakatan BATAK KARO

Yang menjadi pedoman masyarakat Batak Karo dalam sikap prilaku pada kehidupan bersosial budaya adalah : Merga si lima, tutur Si Waluh, Rakut Sitelu.
Sikap prilaku masyarakat Karo dalam kehidupannya sehari – hari berorientasi kepada gagasan nenek moyang yaitu : “ Merga si lima, Tutur si Waluh, Rakut Sitelu.”
Sikap prilaku masyarakat karo dalam kehidupannya sehari – hari berorientasi kepada gagasan nenek moyang yaitu : “ Merga si lima, Tutur Si Walu, Rakut Sitelu “.
Masyarakat Karo merasa yakin akan mendapat kebahagian dalam kehidupan sehari – hari apabila melaksanankan sistem kemasyarakatan tadi. Merga si lima, Tutur si Waluh, Rakut Sitelu. Adalah merupakan pegangan dan pandangan hidup masyarakat itu sendiri yang di warisi dari nenek moyang.
Pandangan masyarakat karo tersebut adalah merupakan nilai luhur warisan dari nenek moyang cukup kuat dan tangguh untuk berkomunikasi baik untuk sesama masyarakat itu sendiri maupun untuk hubungan masyarakat lain termasuk hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa ( Dibata ) dan dengan leluhur serta lingkungan dan alam sekitarnya.

Continue lendo >>

Senin, 24 Agustus 2009

Sistem Kemasyarakatan Batak Pakpak Dairi

Pandangan hidup masyarakat Batak Pakpak Dairi yang menjadi pegangan menjalani hidup ini bersumber dari Sangkp Ngglluh yang artinya Pelindung Hidup. Sangkp Ngglluh bagi masyarakat batak dairi adalah Nilai Budaya yang menjadi sumber sikap prilaku dalam kehidupan mereka bersosial budaya.
Nama saja sudah pelindung hidup berarti Batak Pakpak Dairi meyakini bahwa dengan melaksanakan peri kehidupan berdasarkan Sangkp Ngglluh mereka akan selalu aman dan sejahtera.

Sangkp Ngglluh dalam tiga bentuk yaitu : Kula – kula atau Puang, Dngngan Sibltk dan Brru. Dngngan Sibltk adalah kawan semarga. Kula – kula adalah keluarga asal istri dan Brru adalah keluarga pengambil istri. Sistem kekerabatan batak pakpak dairi masih satu prisip dengan Dalihan Na Tolu.

Realisasi sikap prilaku berdasarkan Sangkp Ngglluh tadi di sebut Sangkp Adat atau Pelindung Adat, atau sering disebut Sulang Silima. Disebut sulang silima karena sikap prilaku pradatan di tuangkan dalam 5 bentuk persulangan atau perolehan seperti parjambaran pada Batak Toba. Kelima bentuk persulangan tersebut adalah :
Prrisang – isang adalah kepala hewan adat dalam keadaan utuh untuk sukut atau tuan rumah yang menjadi kegiatan kerja adat.

Prtulan Tngngah seperti Soit pada batak toba bagian kiri adalah perolehan untuk anak sulung dari yang berpesta
Prtulan Tngngah seperti Soit nabolon pada Batak Toba, bagian kanan adalah perolehan untuk Kula-kula dari yang berpesta.

Prrekurekur seperti ihur – ihur pada Batak Toba adalah perolehan untuk anak bungsu dari semua marga dari yang berpesta.
Prtakal pggu adalah perolehan untuk Brru.

Perolehan persulangan ini adalah gambaran penghormatan terhadap pribadi atau kelompok kekerabatan. Sejajar dengan pemberian persulangan, demikian pulalah sikap penghormatan dari masyarakat yang turut terlibat dalam pesta, termasuk di dalamnya akan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan dalam kelompok keluarga.

Dalam perolehan mahar kawin pun atau yang di sebut tokor Brru adalah merupakan gambaran pula dari sistem kemasyarakatan Batak Pakpak Dairi.

Tokor brru ini pun terbagi atas 5 pula yaitu:

- Kssukuton seperti hasuhutan di Toba
- Upah Turah seperti pamarai pada Batak Toba adalah perolehan untuk bapa tua atau bapa uda
- Mndedeh adalah perolehan kepada bibi atau namboru seperti di Toba
- Upah puhun adalah perolehan untuk tulang
- Upah mpung adalah perolehan untuk mpung sukut atau seperti ompung suhut pada masyarakat Batak Toba.
Demikianlah sepintas sistem kemasyarakatan Batak Pakpak Dairi yang prinsipnya sama dengan Dalihan Na Tolu.

Adat yang diadatkan, dalam berbagai
Sebutan pertuturan sesuai dengan Hu-
kum Adat di Daerah Suku Pakpak.

Pada tulisan terdahulu, pada garis besarnya ialah mengenai sebagian kecil tentang sebutan pertuturan di antara 2 ( dua) orang yang terlibat di dalam suatu percakapan mengenai marga yang akhirnya tercetuslah suatu bentuk pertuturan, demikian sekilas tentang dalihan sitolu (tungku nan tiga) kemudian dilanjutkan dengan prdllikan (tungku nan lima) yang menjadi diadatkan, hal tersebut kini masing-masing akan lebih diperluas sebagimana yang diuraikan pada tulian yang lain.

Tulisan ini hanya sebagai reverensi kepada saudara yang ingin mengetahui lebih bayak tentang Orang Batak, semoga bermanfaat. Semoga Semakin Sukses

Continue lendo >>

Rabu, 05 Agustus 2009

Legenda Tuan Saribu Raja Dan Siboru Pareme

Siraja Batak memiliki keterunan 2 orang yaitu Guru Tatea Bulan disebut Nai Lontungon dan yang kedua adalah Raja Isumbaon. Sedangkan Guru Tatea Bulan memiliki 5 orang anak yaitu :1. Siraja Biak Biak, 2. Tuan Saribu Raja, 3. Limbong Mulana, 4. Sagala Raja, dan memiliki putrid sebanyak 4 orang yaitu: 1. Siboru Pareme, 2. Siboru Anting Sabungan, 3. Siboru Sibiding Laut, 4. Siboru Nantinjau.

Siraja Batak telah membuat aturan yang sangat ketat dalam kehidupan suatu keluarga orang batak, yaitu tidak boleh mengawini keturunan satu Bapa, tetapi ketika Tuan Saribu Raja beranjak dewasa dan demikian juga dengan saudara perempuannya Siborupareme tumbuh menjadi gadis yang cantik, Tuan Saribu Raja menginkan saudara perempuannya untuk menadi isterinya, niat itupun dilaksanakanTuan Sariburaja dengan diam-diam dan Siboru Pareme menjadi hamil. Tuan Saribu Raja menjadi takut akan tindakan saudara-saudaranya, dan Tuan Saribu Raja melarikan diri kehutan setelah memberikan petunjuk kepada Siboru Pareme untuk dapat bertemu di hutan, tetapi mereka tidak pernah bertemu dihutan. Ditengah hutan Siboru Pareme membuat ladang sebagai sumber kehidupanya sehari-hari. Suatu hari, ketika si Boru Pareme sedang mengerjakan ladangnya, tiba-tiba datanglah seekor harimau besar yang disebut Babiat Sitelpang atau berkaki tiga, sebab salah satu kaki harimau itu sakit. Harimau itu mengaum dengan keras dan menemui Siboru Pareme yang sedang bekerja, harimau itu mengaum dan membuka mulutnya lebar-lebar membuat Siboru Pareme semakun ketakutan, Siboru Pareme mencoba mengusir harimau itu, tetapi harimau itu justeru semakin mendeknt dan mengerang kesakitan dengan membuka mulutnya lebar-lebar, Siboru Pareme menyadari, harimau itu meminta tolong kepadanya untuk mengambil tulang babi hutan yang sangkut di leher si Harimau. Siboru Pareme memasukkan tangan kedalam mulut harimau tersebut, dan mengambil tulang yang menyangkut di kerongkongan harimau itu, harimau itupun pergi kehutan. Ketika itu, Siboru Pareme melahirkan seorang Putra yang diberi nama Si Raja Lontung, dan pada hari itu Harimau yang baru di tolong Siboru Pareme mengantarkan seekor babi hutan kepada Siboru Pareme, demikian seterusnya terjadilah persahabatan antara Siboru Pareme dengan Harimau itu, dan mereka membuat perjanjian Keturunan Harimau itu tidak akan menganggu atau memakan keturunan dari Siboru Pareme dan Siraja Lontung dan demikian sebaliknya Keturunan Siboru Pareme Dan Siraja lontung tidak akan mengganggu Keturunan Hariamau tersebut.

Dalam pengembaraannya Tuan Saribu Raja, dia berjumpa dengan seorang wanita bernama Naimangiring Laut dan menjadikanya Isterinya, Naimangiring Laut hamil dan melahirkan Siraja Borbor.

Demikian kisah perjalanan hidup Tuan Saribu Raja dan Siboru Pareme. Semoga tulisan ini dapat menambah referensi saudara. Semoga Semakin Sukses.

Continue lendo >>

Gabung Dong....

My Pagerank

Powered by  MyPagerank.Net
Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
Counter Powered by  RedCounter

  ©Template by Dicas Blogger.

TOPO