tag:blogger.com,1999:blog-48596602110046226222024-03-13T03:43:35.391-07:00ORANG BATAKSaut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.comBlogger31125tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-81702036414788196572012-04-10T05:07:00.001-07:002012-04-10T05:09:23.669-07:00Video, Lagu batak terbaru, Trio Simorangkir 'Aut Sura'Video lagu Batak terbaru, dari Trio Simorangkir berjudul 'Aut Sura', silahkan disimak gan.<br /><iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/JzFl5qrWt7E" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-1986305212625587192012-04-10T05:00:00.002-07:002012-04-10T05:03:22.797-07:00Video, Lagu Batak Boru Panggoaran, Charles SimbolonLagu batak yang cukup populer, Boru panggoaran. Silahkan ditonton dan disimak gan, lagunya bagus.<br /><iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/vCFZIFhNmH0" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-35143694341316487052012-03-12T00:34:00.001-07:002012-03-12T00:35:55.290-07:00Referensi Untuk Lagu BatakBagi yang suka dengar lagu Batak, lagu ini dapat menjadi referensi untuk saudara, silahkan di dengar.<br /><iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/JQtf7KFBBj4?rel=0" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-28070067167323445082011-12-14T00:13:00.000-08:002011-12-14T00:14:46.603-08:00Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (4)<span style="font-weight:bold;">Tutur Itongah Jabu.</span><br /><br />Tutur Itongah Jabu maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan didalam lingkungan keluarga atau sebutan pemanggilan ( tutur pandiloohon/pandilononhon ) misalnya:<br />Bapa, Maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada Bapak/orang tua yang laki – laki.<br />Inang, Maksudnya ialah sebutan tutur panggilan anak kepada ibunya.<br />Bapa Tua, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada saudara Bapak yang jenjangnya paling tua <br />Inang Tua, maksunya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada isteri saudara Bapak yang jenjangnya paling tua ( bapa tua )<br />Bapa Tongah, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada saudara bapak yang jenjangnya dibawah yang tertua dan di atas jenjang bapak.<br />Inang Tongah, maksunya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada isteri saudara bapak ( bapak tongah)<br />Bapa Anggian, maksunya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada saudara suadara Bapak yang jenjangnya di bawah jenjang Bapak sampai yang terbungsu.<br />Inang Anggi/Inanggian, maksudnya ialah tutr sebutan anak kepada isteri saudara-saudara Bapak ( Bapak Anggian )<br />Oppung Gotong, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada nenek laki-laki<br />Oppung Tudung/ Oppung Bualang, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada nenek perempuan. Untuk sebutan tutur pemanggilan kepada nenek ini boleh disebut nama cucu yang tertua dari anak laki-laki yang tertua.<br />Oppung Ni Bapa/Oppung Nono, maksudnya ialah sebutan anak kepada nenek Bapaknya Oppung Nono Sidalahi sebutan kepada nenek yang laki-laki dan kepada nenek wanita disebutan Oppung Nono Sidaboru.<br />Oppung Ni Oppung/ Oppung Rintei, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan anak kepada neneknya nenek kepada kepada yang nenek laki-laki disebut oppung Rintei Sidalahi dan kepada nenek wanita disebut Oppung Rintei Sidaboru<br />Kaka, maksudnya ialah tutur sebutan tutur pemanggilan kepada saudara lebih tua dari kita.<br />Kaka Tua, maksudnya ialah sebutan pemanggilan kepada saudara tang tertua.<br />Kaka Tongah, maksudnya ialah sebutan tutur pemanggilan kepada saudara yang jenjangnya diatas kita dan dibawah jenjang yang tertua.<br />Anggi, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan kepada saudara- saudara yang jenjangya dibawah kita. Dan saudara yang sebaya boleh disebut nama atau tutur anak kita atau anak anaknya misalnya Pa…..Anu ( Bapak si……Polan).<br />Nasikaha, maksudnya tutur sebutan pemanggilan kepada isteri abang yang jenjangnya lebih tua dari kita, dan sebutan isteri kepada semua saudara suaminya yang jenjangnya lebih tua. Tidak boleh berbicara secara langsung.<br />Nasianggi, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan kepada suami isteri saudara-saudara yang jenjangnya di bawah kita.<br /> Kepada suami-isteri dibawah jenjang kelahiran kita boleh disebut nama anaknya atau tutur anaknya kita, tidak boleh langsung berbicara.<br />Botou/Boto, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan antara adik abang antara laki-laki dengan wanita yang sekeluarga dan saudara-saudaranya. Dan tutur sebutan pemanggilan kepada mereka yang belum diketahui tutur pemanggilan kepadanya, antara pihak laki-laki dan wanita, yang sudah tua atau muda usia.<br />Kaki, Bursok, Nongat, maksudnya ialah pemanggilan kepada anak laki-laki yang belum kita ketahui namanya atau memegang belum diberi nama.<br />Boru, maksudnya ialah tutur sebutan pemanggilan kepada anak perempuan yang belum kita ketahui nama dan memang belum mempunyai nama dan sebutan pemanggilan kepada anak wanita yang belum diketahui namanya oleh orang tua yang memanggilannya atau siapa saja.<br />Boru, adalah satu keharusan bagi tiap-tiap wanita warga Simalungun untuk menyebut boru yang diwariskan nenek moyang baru kemudian menyebut Marga yang dianut, dihayati dan diamalkannya, dan termasuk pada penulisan nama, misalnya Rohmaida boru Purba.<br />Catatan : wanita yang tidak menyebut boru dan menulis ( boru ) (br) diantara nama dengan marganya mungkin dia memakai marga tempelan?<br />Pargotong, maksudnya ialah pengenal atau cara bertanya tentang keinginan untuk mengenal Suami teman yang kita tanya misalnya:<br /> Ise di goran ni Pargotong ni ham?<br /> Siapakah nama Suami anda?<br /> Pargotong, maksudnya Suami<br /> Namambuat, maksudnya suami<br /> Dalahi, maksudnya suami dan boleh juga maksudnya lelaki atau laki-laki<br /><br />Parsonduk, maksudnya ialah pengenal atau cara bertanya tentang kenginan untuk mengenal isteri teman yang kita tanya misalnya:<br /> Ise do goran ni Parsonduk ni ham?<br /> Siapakah namanya isteri anda?<br /> Parsonduk, maksudnya ialah isteri<br /> Binuat, maksudnya ialah isteeri<br /> Inang jabu, maksudnya ialah isteri<br /> Indung jabu, maksudnya ialah isteri<br />Nassiam, maksudnya sebutan kepada semua orang.<br />Ham, maksudnya ialah sebutan penghormatan yang diucapkan sebelum sebutan tutur diucapkan misalnya:<br /> Ham Tulang<br /> Ham sebutan penghormatan<br /> Tulang Bapak Mertua<br /> Maka orang yang dapat atau terbiasa mengucapkan Ham setiap penyampaian sebutan tuturnya kepada pihak lain baik kepada orang yang lebih tua ataupun lebih muda maka orang itu dapat dinilai bahwa dia adalah orang yang tua adat ( maradat ) orang yang hormat ( mahamat ) dan setidak-tidaknya pencinta Adat Budaya atau pembimbing agar orang yang mendengarnya mencontoh.<br />Ambia, maksudnya ialah sebutan sesame laki-laki yang sebaya dan dibawah jenjang umur kita.<br />Baya, maksudnya ialah sebutan kepada sesame wanita sebaya dan terhadap dibawah umur kita.<br />Hatopan, maksudnya ialah pembantu tanpa upah.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-5967160285421968642011-12-14T00:10:00.000-08:002011-12-14T00:15:45.308-08:00Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (3)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWb66oAGgHMETQWt4fhqerYTCOFeLkX3KveXBqmwjheUjzOdLXRkJvyqwbsFvajrGPMSwhlBcM2cfVH8o9Hk1fjbQEis8pFZ3_0versYMU2Qqk-JbX-iIZHkUD1yZLNQOsGAod8MaElmQ/s1600/thumbnail7.aspx"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 131px; height: 160px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWb66oAGgHMETQWt4fhqerYTCOFeLkX3KveXBqmwjheUjzOdLXRkJvyqwbsFvajrGPMSwhlBcM2cfVH8o9Hk1fjbQEis8pFZ3_0versYMU2Qqk-JbX-iIZHkUD1yZLNQOsGAod8MaElmQ/s320/thumbnail7.aspx" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5685894168863010514" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">Pengertian Anak Boru.</span><br /><br />Yang dimaksud dengan anak boru ialah keluarga yang mengambil isteri dari keluarga marga kita mulai dari jenjang kita bapak, nenek, nenek bapak dan neneknya nenek atau lima tingkat atau lima generasi dari rumah tangga kita. Keluarga anak boru yang seperti ini mengambil isteri turun temurun dari keluarga marga kita atau kepada saudara kita yang satu temurun dari neneknya nenek ( oppugn Rintei ) disebut anak boru manipat.<br />Semua jenjang anak boru ini bertanggung jawab untuk melaksanakan segala pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak keluarga orang tua isterinya ( tondong ) pada upacara adat istiadat maupun pekerjaan sehari – hari apabila dalam keadaan yang memerlukan bantuan tenaga maupun pemikiran.<br />Semua anak boru dipimpin oleh anak boru tua. Anak boru ini tidak berani menolak apa saja yang ditugaskan oleh tondong kepadanya mengingat doa tondong sewaktu anak boru ini masih bayi atau pada waktu sibayi diberi nama pada upacara membawa mandi pertama kali kepancuran ( patuaek ) dan sewaktu si bayi dsemburi ubun – ubunnya dengan air sirih doanya sebagai berikut :<br />Totou Sanggah Mamupus<br />Doa sewaktu menyemburkan sirih di ubun – ubun si bayi.<br /> Tondong Dibata Idah, Mamupus salimbubu ulumu pihir…………..)**<br /> Pihirpe boras pihir on, Pihiran dapeni Tondimu……………………)**<br />Podas marbagal podas marganjang, Gendeo bahen suruhen, Ase Mariah uhur nami……….)**<br /> Horas ma ham panogolan )*<br /> Ase malum uhur Bapa – Inangmu………….)**<br /> Horas, horas, horas !<br />Terjemahan bebas :<br />Dijawab oleh para pemili dengan, itulah yang benar <br />Terjemahan bebas :<br />Bertua Tuhan Yang Maha Esa yang kelihatan.<br />Menyebur ubun – ubun kepalamu keras……….)**<br />Keraspun beras ini, <br />Lebih keras lagi Rohmu………..)**<br />Lekas besar lekas tinggi <br />Agar kelak guna disuruh<br />Supaya pikiran kami gembira………..)**<br />Selamat sejahtera lah engkau Panogolan )**<br />Semoga berbahagia Ibu – Bapakmu…….)**<br />Rahayu, Rahayu, Rahayu !<br />Jenis – jenis Anak Boru <br />Anak boru ada dua jalur/jenis yaitu :<br />- Anak boru Manipat ( turun – temurun )<br />- Anak boru Marbuat ( mengambil/perkawinan )<br />Anak Boru Manipat.<br />Anak Boru Manipat maksudnya ialah keluarga yang sudah sejak nenek neneknya ( oppung ni oppung ) atau lima turunan dari keluarga itu mengambil isterinya kepada keluarga marga itu.<br />Seandainya dibawah jenjang dari nenek neneknya itu ada yang tidak mengambil isteri kepada marga kita, tetap juga keluarga itu menjadi Anak Boru ( manipat ) dan mungkin pada jenjang turun ke lima dari nenek dari nenek ( oppung ni oppung ) itu kembali lagi mengambil isteri dari keluarga marga kita jalur yang turun temurun inilah yang dimaksud Anak Boru Manipat.<br />Anak boru yang termasuk Anak Boru Manipat adalah turun temurun mengambil isteri dari keluarga kita, sebagai berikut :<br />Anak boru lakkip maksudnya ialah yang mengmbil isteri dari keluarga Marga kita atau saudara kita yang perempuan dari se-ibu se-bapak dan anak saudaranya Bapak kita.<br />Anak Boru Daroh maksudnya ialah keluarga yang mengambil isteri dari saudara perempuan atau kakak, adik ( oppung/Amboru ni bapa ).<br />Anak Boru Tua.<br />Anak Boru Tua maksudnya ialah keluarga yang mengambil saudara perempuan dari neneknya Bapak yang dilahirkan oleh generasi ke lima.<br />Secara warisan anak boru tua inilah menjadi penanggung jawab semua tuga anak boru.<br />Anak Boru Mintori.<br />Anak Boru Mintori maksudnya ialah keluarga yang mengambil anak perempuan dari si A disebut Anak Boru lakkip yaitu keluarga si C, dan yang mengambil ( membuat ) wanita dari keluarga si C disebut oleh si C ialah anak boru iakkip tetapi si A menyebut tutur kepada anak boru iakkip si C ialah Anak Boru Mintori, yang mengambil anak gadis menjadi isterinya dari keluarga Anak Boru Mintori dari si A, disebut oleh si A ialah Anak Boru Ni Mintori dan yang mengambil perempuan jadi isteri dari keluarga Anak Boru Ni Mintori si A disebut oleh si A ialah Anak Boru Ni Mintori.<br />Tutur sebutan pemanggilan si A dan keluarganya kepada semua keluarga Anak Boru Mintori, Anak Boru Ni Mintori dan Anak Boru Mintori Ni Mintori adalah sama dengan tutur keluarga si A kepada keluarga si C hanya tergantung kepada penyesuaiannya, misalnya si A menyebut tutur kepada si C adalah Hela maka yang mengambil anak wanita si C menyebut tutur sebutannya kepada si C ialah tulang, ( Bapak Martua ) dan seterusnya di sesuaikan dengan jenjang masing – masing. <br />Waluh Sibanjaran.<br />Waluh Sibanjaran ( delapan kelompok ), maksudnya ialah dari wadah Martondong Marsinina, Maranak Marboru, di temukan delapan unsur rumah tangga, ( Waluh tutur Jabu – jabu ) dan ditemukan delapan induk tutur sebutan pemangilan ( Waluh Induk Tutur pandiloonkon ) yaitu :<br />Waluh tutur Jabu : Sanina ( saudara )<br />( delapan sebutan ke rumah ) Gamot ( saudara yang disyahkan menurut adat ) <br /> Sanina Inang ( Ibu beradik kakak ) <br /> Sapariban ( Isteri beradik kakak )<br /> Tondong ( keluarga pengambilan isteri )<br />Tondong Ni Tondong ( mertuanya mertua/bapak mertua isteri )<br /> Anak Boru (keluarga suami adik kakak perempuan kita)<br />Anak Boru Mintori ( keluarga yang mengambil wanita dari keluarga anak boru )<br />Waluh Indung Ni Tutur <br />Walauh Indung Ni Tutur ( delapan induk/pokok tutur sebutan ) yaitu :<br />Opat Indung Ni Tutur Maganjang <br />( Empat Induk Tutur sebutan kejenjang atas ):<br />Oppung ( nenek laki – laki / perempuan )<br />Bapak, inang ( bapak, ibu ) <br />Tulang, anturang, mami ( bapak mertua, ibu mertua ) keluarga isteri <br />Makkela, amboru, bibi ( bapak mertua, ibu mertua dari suami adik, kakak )<br />Opat Indung Tutur Matoruk<br />( Empat Induk Tutur jenjang kebawah )<br />Anak ( anak kita dan anak saudara ) <br />Parumaen ( menantu perempuan/isteri anak ) <br />Panogolan ( anak ipar, anak adik, kakak isteri ipar )<br />Hoppu ( cucu dari jalur tondong, sanina dan anak boru )Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-86241420602837388922011-12-14T00:08:00.000-08:002011-12-14T00:10:05.861-08:00Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (2)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib3KF3rDKgMQwZfo3sUBTByugof59A22vs__mkFone4b4HCDNtIipgA3ljKSCCkHaWvjEZW986xBe7lCoPIPtIBoi1X7QF0jCTNB0unQLXMX_lX7nlaNDvlFKurCDM45jEPmW3eSCkY-4/s1600/thumbnail5.aspx"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 160px; height: 106px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib3KF3rDKgMQwZfo3sUBTByugof59A22vs__mkFone4b4HCDNtIipgA3ljKSCCkHaWvjEZW986xBe7lCoPIPtIBoi1X7QF0jCTNB0unQLXMX_lX7nlaNDvlFKurCDM45jEPmW3eSCkY-4/s320/thumbnail5.aspx" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5685893301953229490" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">Pergertian dari Tondong </span><br /><br />Tondong, maksudnya ialah keluarga pihak yang memberikan anak wanitanya kepada marga lain menjadi isterinya. Semua saudara – saudara yang terkait dengan keluarga yang memberi anak wanita itu menjadi tondong dari semua keluarga yang terkait pula dengan sipenerima wanita itu.<br />Pemberi wanita menjadi isteri kepada marga/keluarga lain ada di lakukan turun temurun yang masih terbina dan lestari sampai sekarang disebut nama – nama jenjangnya ialah sebagai berikut :<br />Tondong Ipardomui maksudnya ialah keluarga ibu – bapak isteri kita dan saudara – saudaranya termasuk saudara sepengambilan isteri dari Bapak isteri kita.<br />Tondong Pamupus maksudnya ialah keluarga/ibu bapak dari ibu yang melahirkan kita dari saudara laki – laki dari ibu kita ( ipar dari bapak kita ).<br />Tondong Simada Daroh maksudnya ialah keluarga yang melahirkan bapak atau ipar nenek kita termasuk saudara – saudara.<br />Tondong Bona maksudnya ialah keluarga yang melahirkan nenek kita dan saudara – saudaranya.<br />Tondong Asal/Tondong Tua/Tondong Bona – Bona. <br />Tondong ini maksudnya ialah keluarga yang melahirkan nenek Bapak kita semua tondong seterusnya ketingkat neneknya nenek bertemu pada Tondong asal yang juga disebut Tondong Tua atau Tondong Bona – bona. Selalu bergabung pada Tondong Bona.<br />Jenis tondong yang seperti diuraikan diatas disebut Tondong Manipat ( turun – temurun ) apabila dilakukan pengambilan isteri itu juga dari keluarga yang turun temurun atau pada satu turunan dari nenek generasi kelima dari kita.<br /><br />Pengertian Tondong di Tondong atau Puang.<br />Yang dimaksud dengan tondong ni tondong ialah dari jalur yang melahirkan ibu/isteri atau mertua ibu/isteri dan martua ibunya lagi dan seterusnya martua ibunya lagi atau martua ipar ( tondong ni tondong ) atau sering juga lalur martua dari martua ini disebut Tulang Ni Tulang atau Puang.<br />Jenis – jenis Tondong Ni Tondong atau Puang.<br />Saudaranya dan juga yang melahirkan isteri ipar ( Tulang ni lae ).<br />Puang atau Puang Ni Tondong, maksudnya ialah keluarga yang melahirkan Tondong Ni Tondong termasuk saudaranya.<br />Puangta, maksudnya ialah keluarga yang melahirkan Puang atau Puang Ni Tondong dan saudaranya.<br />Tutur sebutan kita kepada jalur Tondong Ni Tondong ini berlaku seperti tutur sebutan kepada Tondong ( keluarga Martua ) seperti pada tutur yang diuraikan pada Martutur terdahulu.<br />Pengertian Sanina.<br />Sanina, maksudnya ialah saudara.<br />Sanina Sambuyak terdiri dari satu ibu – bapak yang disebut Sambuyak dalam arti yang sempit, dan dapat juga terdiri dari satu cabang Marga dalam arti satu turunan yang mana dimulai dari nenek yang memulai dari Cabang Marga yang dianut dihayati dan diamalkan sejak dahulu sampai sekarang.<br />Sanina Bapa maksudnya ialah Bapak yang bersaudara.<br />Sanina Oppung, maksudnya ialah nenek yang bersaudara.<br />Sanina Oppung Ni Bapa, maksudnya ialah neneknya Bapak yang bersaudara.<br />Sanina Oppung ni Oppung, maksudnya ialah neneknya nenek yang bersaudara atau generasi kelima dari kita. Silsilah sampai generasi kelima ini masih selalu terbina.<br />Sanina Inang, maksudnya ialah ibu yang beradik kakak satu keluarga atau Bapak sepengambilan isteri dari satu keluarga.<br />Sanina Sapariban, maksudnya ialah marga – marga lain yang sepengambilan isteri dari satu keluarga, atau isteri mereka satu ibu – bapak dan saudaranya.<br />Sanina Marsigamoton atau Gamot.<br />Sanina Marsigamoton atau Gamot, ini maksudnya ialah saudara yang terdiri dari berlainan cabang marga namun satu induk marga yang disyahkan dengan Upacara Adat. ( Pengamotgamotan ).<br />Mereka yang saling bersigamotan ini terlebih dahulu saling mengenal prilaku masing – masing sebelum disyahkan menurut adat.<br />Mereka yang saling bersigamotan harus berbeda menenrangkan segala yang mungkin dianggap rahasia. Kepada gamot inilah tempatnya menjelaskan sesuatu yang tidak mungkin dijelaskan kepada orang lain, atau kepada Tondong, Sanina dan Anak Boru.<br />Fungsi Gamot ini sangat berat karena harus bijaksana bertanggung jawab dan sebagai jaminan dan menjamin diantara mereka yang saling bersigamotan. Orang yang prilakunya kurang baik atau pembohong maka orang tidak mau menjadi saling menjamin/jaminan ( marsigamotan ).<br />Pada pengadilan Peradatan gamot ini turut melaksanakan sumpah apabila ada tuduhan dari pihak lain dan membela kebenaran dari orang yang diagomatinya. Gamot dapat mengundurkan diri dari saling marsigamotan.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-71671616900719515082011-12-14T00:02:00.000-08:002011-12-14T00:08:35.223-08:00Martutur atau Sebutan Kekerabatan Pada Suku Batak Simalungun (1)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhe3f_dtPzFSpEY1AQfxcuny2s5Kqa4mVNy941h7tq6EffTT6Mwt5NnY0RZaVmuwSJ654EC81MUL6RBhOOhxOoFeB7wgtOFarRDPamthTYq1VwERIZpWUuO2y-b5BQyKkbY3WtC_Q8jSw/s1600/thumbnail4.aspx"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 160px; height: 160px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhe3f_dtPzFSpEY1AQfxcuny2s5Kqa4mVNy941h7tq6EffTT6Mwt5NnY0RZaVmuwSJ654EC81MUL6RBhOOhxOoFeB7wgtOFarRDPamthTYq1VwERIZpWUuO2y-b5BQyKkbY3WtC_Q8jSw/s320/thumbnail4.aspx" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5685892922966102178" /></a><br />Martutur ialah satu sistem untuk mengetahui jalur hubungan antara kita dengan pihak lain. Atau di ketahui posisi saling hormat menghormati ( Mar Sihamatan ) sesama. Martutur ini sangat utama bagi masyarakat Simalungun. Orang yang tidak mengetahui isinya pada jalur Martondong Marsanina, Maranak Boru maka dia akan di luar jalur dan mungkin akan terjadi yang seharusnya tidak dikehendaki misalnya menyebutkan tutur sebutan Bapak kepada Ibunya, dan menyebut nama mama mertua ( Tulang ) dan menyebut pangilan Ibu mertua ( Anturang ) kepada Bapak mertua ( Tulang ) dan mungkin akan terjadi perkawinan semarga ( Marboto – boto ).<br />Oleh sebab itu maka Martutur ini sangat penting karena mengetahui tutur berarti telah memgetahui posisi atau telah mengetahui jalur untuk saling hormat menghormati dan mengenal diri sehingga berkembang mekar bibit – bibit kesadaran diri, kesadaran keluarga yang di bawa sejak lahir, dan menuju kesadaran kewaspadaan Martondong, Maranank Boru ( Semua orang ) sehingga mengenal malu ( Melak ) dan mengetahui, yang pantang dan yang baik di lakukan.<br />Sampai sekarang tetap berlaku posisi saling hormat menghoramati pada masyarakat Simalungun yang tata kehidupannya sehari – hari berdasarkan adat istiadat ( kebudayaan ) warisan nenek moyang. Tiap orang – orang atau tiap – tiap keluarga akan berfungsi menjadi : Tondong, Sanina dan anak Boru, pada suatu ketika. Oleh sebab itu sistem Martondong Marsanina, Maranak Boru ini wajib di hayati dan di amalkan secara benar oleh setiap orang.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-25816985141687779232011-12-14T00:01:00.000-08:002011-12-14T00:02:53.544-08:00Marga – marga Pada Batak Simalungun<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidYvPFQWTo1b_g3Iqz2e5evpqYghfsspX6UDJ5yRHLTCDXTR0Sgla4pxxUggtFVWRHQhzQskhpp8Mqpoe0eHMllp_EZwHUz0f0zG9hxaTPCYFgOQf6Yh8HwbhyphenhyphenLrd6Z_ACVl1ky2JOaZI/s1600/thumbnail2.aspx"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 160px; height: 120px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidYvPFQWTo1b_g3Iqz2e5evpqYghfsspX6UDJ5yRHLTCDXTR0Sgla4pxxUggtFVWRHQhzQskhpp8Mqpoe0eHMllp_EZwHUz0f0zG9hxaTPCYFgOQf6Yh8HwbhyphenhyphenLrd6Z_ACVl1ky2JOaZI/s320/thumbnail2.aspx" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5685891454437534738" /></a><br />Morga ( marga ) selalu ditulis di belakang nama seseorang untuk mengenal bahwa mereka yang sama morga ( marga ) adalah masih satu tuntunan dalam marga itu. Marga ini menjadi dasar atau pedoman untuk saling menanyakan marga ( Martutur ) untuk dapat mengetahui posisi seseorang bahwa dengan mengetahui posisi itu dapat di laksanakan saling hormat menghormati setiap saat pada kehidupan sehari – hari sewaktu melaksanakan siklus kehidupan dari lahir sampai mati dalam adat Simalungun/adat timur warisan nenek moyang. <br />Simalungun adalah nama satu daerah di propinsi Sumatera Utara yang sekarang menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Simalungun.<br />Di luar daerah Tingkat II Kabupaten Simalungun sejak dahulu ada orang – orang Simalungun/Halak Timur tinggal di daerah Tingkat II Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, dan dahulu sampai ke Huta Raja ( Banda Aceh ).<br />Orang Simalungun menerima masyarakat lain menjadi warga Simalungun apabila dia disyahkan menurut adat memakai marga – marga atau cabang marga dari Marga Purba, Saragih, Sipayung, Damanik, Sitopu, Sinaga.<br />Purba Saragih, Sipayung, Damanik, Sitopu, Sinaga ini dapat di temui didaerah lokasi Huta Tinggi Raja kecamatan Silaukahean, Kabupaten Simalungun. <br />Marga – marga dan cabangnya ; <br />Purba di Karo menjadai : <br />Silangit di Karo menjadi Tarigan Silangit Purbatua, Tombak di Karo menjadi Taringan Tambak. <br />Purba Sidasuha, Girsang di Karo menjadi Taringan Girsang, Sigumonrong, Siborong, Tondang di Karo menjadi Taringan Sibero, Sihala, Pakap, Dolok, Tambun Saribu, Sidagambir, Purba Tanjung, dan sebagainya.<br />Saragih : menjadi marga di Karo : <br />Munte - “ - Ginting Munte<br />Djawak - “ - Ginting Jawak, <br />Simarmata, Garingging, Turnip, Sitanggang, Manik Raya dan sebagainya.<br />Sipayung : Marga di Karo :<br />Kembayaran - “ _ Kembayaren dan sebagainya.<br />Damanik : <br />Peranginangin, di lokasi Huta Tinggi Raja terdapat lokasi Damanik Peranginangin.<br />Sitopu : <br />Dilokasi Huta Tinggi Raja terdapat Sitopu, Barus dan Hora – hora. Marga Sitopu membuat daerah penyembangannya didaerah yang berbatasan dengan daerah Simalungun atau dengan lokasi Huta Tinggi Raja yaitu Deli Serdang. Dan Haro – haro yaitu Karo – karo, bahasa daerah Simalungun maksudnya ialah lokasi arah maksud atau pintu gerbang memasuki suatu lokasi perkampungan. <br />Sinaga terdapat sekitar Tanah Jawa, Tiga Dolok, Parapat, Raya.<br />Sinaga dengan cabang – cabangnya masih tetap memakai marga kesatuan dan tetap dari turunan anak pertama Siraja Lontung.<br />Marga – marga ( morga – morga ) ini dilambangkan pada jari – jari tangan pada waktu mempergunakan nama – nama hari ( ari Sitolu Pulu ) dan untuk lambang kelahiran anak, bayi ( hanak, Dakdanak ).<br />Pada masyarakat Simalungun ada istilah : <br />Anak Panduda, maksudnya ialah setelah beberapa hari anak lahir maka orang tuanya pun mati ada keluarganya mati. <br />Anak Partubuh Suma. Maksudnya ialah kelahiran seorang bayi pada dua malam. Suma maksudnya ialah nama – nama waktu yaitu bulan ( Suma ) sudah kelihatan bulan pada jam 18.30 Wib setelah habis waktu beredarnya satu malam bulan.<br />Anak Par ubah Suma ini juga di pakai oleh Tuhan Yang Maha Esa ( Naibata ) bibit – bibit benar, bibit – bibit luhur, bibit – bibit kepintaran akan tetapi yang tumbuh dan berkembang ialah lebih subur bibit yang kurang baik.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-76334785672528631772011-12-13T23:59:00.000-08:002011-12-14T00:01:08.071-08:00Bagaimana Kehidupan Adat Dan Acara Adat Dilakukan Pada Batak Simalungun<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAM6Gd4Z_HLVvwuRp8lBz-q9rhGIn6qoUrzLGTPlEn4CTrRLBGRb4fTTFEs-sGKZfIlLvJzqYQAFq2YMr0v3hMdf_mg2cPanQfa2HYW_2LgXC-O9prRxOhakmSK2dxKgKF0WSTc8V4tr4/s1600/thumbnail1.aspx"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 160px; height: 106px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAM6Gd4Z_HLVvwuRp8lBz-q9rhGIn6qoUrzLGTPlEn4CTrRLBGRb4fTTFEs-sGKZfIlLvJzqYQAFq2YMr0v3hMdf_mg2cPanQfa2HYW_2LgXC-O9prRxOhakmSK2dxKgKF0WSTc8V4tr4/s320/thumbnail1.aspx" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5685890966671612242" /></a><br />“ lasam Saganup habayakon, hapentaran appa rupa majenges anggo lang maradat”.<br />Terjemahan bebas;<br />Percuma semua harta, kepintaran dan wajah cantik jika tidak beradat.<br />Contoh cara bertutur:<br />a). Misalnya nama Si A. Purba ( Purba adalah marga Si A ) nama ibunya si B boru Saragih ( Saragih adalah marga/boru si B/orang tua si A. Purba )<br />teman Bertuturnya<br />b) Nama si C. Sipayung ( Sipayung adalah marga si C ) nama ibunya si D boru Purba ( Purba adalah marga/bori si D )<br />Maka pihak si A menanya marga pihaj si C dan pihak si C harus menanyakan marga pihak si A tata tertib bertutur.<br />Pihak si A bertanya kepada pihak si C<br />Marga apakah saudara? ( Morga aha do ham? )<br />Jawab si C: Sipayung ( memberikan marga yang benar)<br />Marga apakah ibu ( Panogolan = Marga / boru Ibu)<br />Jawab si C: boru Purba<br />Pihak si C bertanya kepada pihak si A<br />Marga apakah saudara? ( Morga aha do ham? )<br />Jawab si A: Purba<br />Marga apakah Ibu? ( Panogolan aha do ham? )<br />Jawab si A: boru Saragih.<br />Maka dari pertuturan mereka ini telah ditemukan kaitan yaitu dari marga ( boru ) dari ibu si C ( si D boru Purba )<br />Maka si C menyadari posisinya adalah sebagai anak Boru ( pihak pengambil keluarga dari marga si A. Purba ), karena ibu si C adalah boru Purba ( si D boru Purba )<br />Maka si C menyebut tuturnya kepada si A. Purba ialah Tondong ( Keluarga Mertua ), dan tutur sebutan antara si A dan si C dapat disepakati sebelum diketahui dengan jelas jenjang-jenjangnya. Seandainya lebih tua si A maka si C menyebut tutur pemanggilannya ialah : Tulang, maksudnya Bapak Mertua.<br />Jadi sebutan tutur pemanggilan keluarga si C kepada keluarga si A setelah ada ketentuannya yaitu sebagai berikut:<br />Sebutan si C kepada si A ialah tulang ( Mertua, Bapak Mertua )<br />Sebutan si C kepada isteri si A ialah ANTURANG atau MAMI ( maksudnya ialah Ibu Mertua )<br />Sebutan si C kepada anak laki-laki dari si A ialah LAE ( Lae, maksudnya ialah Ipar ) dan kaka tua = Ipar yang tertua, lae sittua, kaka tengah= ipar jenjang tengah, boleh tutur anak kita disebutkan.<br />Sebutan si C kepada adik, kakak perempuan dari si A, ialah Nasibesan. Dan hal sebutan Nasibesan pada keluarga rapat atu isteri ipar kandung, tidak dibenarkan berbicara langsung/pantang ( marobu ). <br />Sebutan si C kepada adik, kakak perempuan dari si A ialah :Inanggian, Inangtongah, Inangtua ( Ibu jenjang yang muda, tengah, tua ).<br />Sebutan si C kepada anak perempuan dari si A ialah Kaka Tua, maksudnya ialah kakak yang jenjangnya lebih tua dari semua anak si A dan Kaka Tongah, maksunya ialah kakak yang jenjangnya di bawah kakak yang tertua tapi diatas jenjang kita atau diatas jenjang isteri kita, dan dibawah jenjang dari isteri kita semua disebut anggi, ( maksudnya ialah adik Ipar ) dan boleh disebut nama, baik terhadap adik ipar laki-laki dan adik ipar yang perempuan.<br /><br />Sebutan si C kepada cucu si A ialah Paruamaen, ( Parumaen, maksudnya ialah menantu walaupun bukan isteri anak kita ).<br />Sebutan si C kepada anak perempuan ialah Hoppu ( Hoppu maksudnya ialah cucu ).<br />Tutur sebutan Ibu si C kepada si A ialah Botu ( Abang/Adik ).<br />Sebutan Ibu si C kepada isteri si A adalah Eda ( sesama perempuan beripar ).<br />Tutur sebutan Bapak si C kepada Bapak si A ialah Lae ).<br />Tutur anak si C kepada keluarga anak si A sama dengan tutur si C, hanya pengaturan jenjang. <br />Misalnya kita menyebut lae ( ipar ) anak kita menyebut tulang ( bapak mertua ).<br />Pengaturan penghormatan.<br />Tempat duduk si A. Purba dan keluarganya di buat tikar putih ( Amak bottar ) dan di sebelah kanan dari tempat duduk si C ( han luluan hampit sihamun ).<br />Terlebih dahulu di hidangkan makanan kepada si A, baru kepada kita ( Parlobei mangan do Tondong ase hita ).<br />Terlebih dahulu selesai makan si A baru kita berhenti makan ( mangan ayapan ni Tondong manjalo ayapan ni tondong ).<br />Setelah selesai makan harus diberikan sekapur sirih ( mandembani ).<br />Tempat tidur si A ditempatkan pada yang lebih baik ( hanluluan ).<br />Mandi dipancuran harus didahulukan si A, pantang sama – sama mandi dengan Tondong ( pantang do rup maridi oppa tondong ).<br />Semua pekerjaan yang menyangkut upacara adat di rumah si A, menjadi tugas si C ( Anak Boru ) melaksanakannya bersama – sama dengan saudaranya.<br />Tempat duduk kelompok si C di si A ialah dari arah pintu ( hantalaga ).<br />Tutur sebutan si A. Purba dan keluarganya kepada keluarga si C.<br />Tutur sebutan si A dan isterinya kepada si C ialah hela ( hela maksudnya menantu laki – laki ), dan kepada isteri si C ialah anak/boru ( anak perempuan ) panggil nama langsung atau nama anak si C.<br />Tutur sebutan saudara – saudara si A kepada isteri si C juga anak atau boru ( boru maksudnya karena anak wanita itu memakai marga bapaknya dan marga saudara Bapak ). <br />Tutur sebutan si A. Purba dan isterinya kepada anak si C ialah Hoppu ( cucu ) termasuk isteri anak si C.<br />Tutur sebutan si A dan isterinya kepada cucu si C ialah nono/hoppu nono ( nono maksudnya ialah generasi ke empat ).<br />Tutur sebutan si A dan isterinya kepada cucunya, cucu ialah rintei/hoppu rintei ( rintei maksudnya generasi ke lima ).<br />Tutur sebutan keluarga anak si A. Purba kepada keluarga si C.<br />Tutur sebutan anak laki – laki si A. Purba kepada si C ialah lae ( lae, maksudnya ialah ipar yang mengambil adik, kakak perempuan dari anak si A ).<br />Tutur sebutan isteri anak si A. Purba kepada si C ialah nasibean ( abang ipar, adik ipar ), mereka yang bertutur dengan sebutan Nasibean, pantang berbicara langsung harus pakai perantara.<br />Tutur isteri anak si A. Purba kepada isteri si C ialah parboruan atau boru ( parboruan atau boru maksudnya ialah marga suaminya masih di pakai oleh isteri si C atau boleh menyebut nama langsung atau tutur sebutan anak kita, misalnya : amboru ni si anu ( bibinya si…….......anu ).<br />Tutur sebutan keluarga anak si A. Purba kepada anak si C ialah panogolan ( panogolan maksudnya ialah marga keluarga anak si A. Purba masih dipakai oleh anak si C, terlebih pada waktu bertutur ).<br />Tutur keluarga anak si A. Purba kepada cucu si C ialah hoppu ( cucu ) dan selanjutnya nono ( generasi ke empat ) rintei generasi ke lima seperti tutur si A kepada si A maka anak si C manggil tulang kepada anak si A.<br />Tutur sebutan cucu si A. Purba kepada keluarga si C.<br />Tutur sebutan cucu si A. Purba kepada si C ialah makkela ( makkela, maksudnya ialah bapak mertua/bapak suami ).<br />Tutur sebutan cucu si A. Purba kepada isteri si C ialah amboru atau bibi ( amboru atau bibi maksudnya ialah adik, kakak wanita dari Bapak ).<br />Tutur sebutan cucu laki – laki dari si A. Purba kepada anak si C yang laki – laki ialah beripar ( mar-lae ).<br />Tutur sebutan cucu yang wanita dari si A. Purba kepada anak si C yang laki – laki ialah abang, adik ( kaka tua, kaka tonga, anggi ) menurut jenjang umur mereka.<br />Anak si C berhak mengambil cucu si A. Purba menjadi isterinya dan mengawasi cucu si A. Purba dari pergaulan muda – mudi.<br /><br />Tutur keluarga si C. Sipayung kepada Bapak.<br />Tutur si C. Sipayung kepada bapak si B boru Saragih atau kepada keluarga bapak mertua si A. Purba ialah tondong ni Tondong.<br />Tutur sebutan mertua si B kepada si B ialah Panogolan atau boleh di sebut nama atau tutur anak mertua si B.<br />Tutur keluarga si C. Sipayung kepada martua dari martua si B di sebut Puang atau puang ni tondong dan kepada mertua dari puang atau puang ni tondong si C menyebut tuturnya puangta.<br />Puanta sudah empat kali tingkat martua dari martua isteri ( jalur isteri ) dari keluarga si C Sipayung.<br />Tutur sebutan puangta kepada puang ni tondong dan tutur sebutan puang ni tondong kepada tondong ni tondong dan sebutan tutur tondong ni tondong kepada tondong pardomui si C yaitu keluarga si A berlaku sama seperti tutur sebutan keluarga si A kepada keluarga si C, hanya penyesuaian jenjangnya perlu disamakan misalnya si C menyebut tuturnya lae ( ipar ) maka anak si C menyebut tulang ( bapak martua ), dan seterusnya sama.<br />Ditinjau dari segi bertutur ( Marututur ) ini kelihatanya satu orang yang melaksanakan pertuturan, maka semua tutur keluarga yang terkait sekaligus telah selesai dan teratur, mengikuti karya warisan leluhur kita.<br />Cara bertutur yang dijadikan contoh ini dipilih dari yang termudah dan yang singkat menemukan kaitan tutur untuk menentukan posisi/jalur untuk menjalankan prilaku pada masyarakat Simalungun.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-25259088096494613922011-12-13T23:43:00.000-08:002011-12-13T23:58:57.330-08:00Tatanan Hidup Batak Simalungun<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO20uHqjdm0snLB7kzDc9TII2KQnX2NTsv_Q-3_QFa89x-Kh7gVOVNHrm2Hgx8th9uueugzDDhbEegCLRaGIYgHs7r23mHeL51hyphenhyphen2sWWiLg5lT-wErRCEw5JDjjBxXQSbaqHcd-Uvz-cg/s1600/thumbnail.aspx.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 115px; height: 160px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO20uHqjdm0snLB7kzDc9TII2KQnX2NTsv_Q-3_QFa89x-Kh7gVOVNHrm2Hgx8th9uueugzDDhbEegCLRaGIYgHs7r23mHeL51hyphenhyphen2sWWiLg5lT-wErRCEw5JDjjBxXQSbaqHcd-Uvz-cg/s320/thumbnail.aspx.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5685889717774498962" /></a><br />Budaya simalungun tidak jauh berbeda dengan budaya suku-suku batak lainnya, kehidupan bermasyarakat diatur sedemikian rupa sehingga ketika upacara adat dilakukan tidak mengalami benturan-benturan, hal ini khususnya dalam hubungan kekerabatan antara masyarakat.<br /><br />a. Martondong Marsanina Maranak Boru.<br />Satu maksud dengan beraneka ragam sebutan di Indonesia terpelihara dan dijamin yaitu dengan istilah kekayaan budaya dan Bhinneka Tunggal Ika. Maka kita berkewajiban menggali, memurnikan serta melastarikan kekayaan budaya warisan leluhur kita itu. Oleh sebab itu maka martondong, marsanina di sebut juga sebagai berikut :<br /> Tolu Sahundulan, ( Tiga satu tempat duduk ).<br /> Tolu Sahundulan, Lima Saodoran, ( Tiga satu tempat duduk, lima sejajar atau lima beriringan ).<br /> Tolu Sahundulan, Lima Saodoran, Waluh Sabanjaran ( Tiga satu tempat duduk, lima sejajar, delapan sekelompok ).<br /> Dahlian Na Tolu ( Tungku yang Tiga ; Tiga sepasang ).<br />b. Martondong Maranak Boru.<br />Tondong adalah pihak yang memberi anak wanita menjadi isteri, dan Anak Boru adalah tiap yang menerima wanita. <br />Martondong Maranak Boru adalah, Senina atau Saudara tidak usah di tulis atau di ucapkan.<br />Martondong Marsanina, Maranak Boru adalah satu badan Musyawarah – Mufakat ( Sibiyak Runggu / Harungguan ) pada keluarga, pada masyarakat Simalungun yang formasinya secara otomotis telah tersusun utuh sebagai warisan leluhur. Pada wadah Martondong Maranak Boru ini secara otomatis menjadi persatuan. Untuk mengambil suatu tekad melalui musyawarah atau mufakat, dan melaksanakan keadilan social berdasarkan jalur, tutur yang diatur oleh gori atau pagori * )( Jambar, bahasa Toba ), serta telah teratur cara menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa ( Naibata bahasa daerah Simalungun ).<br />Wadah martondong Maranak Boru adalah suatu wadah yang melaksanakan adat istiadat yang berketuahanan Yang Maha Esa warisan nenek moyang pada siklus kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Siklus kehidupan manusia dari lahir sampai mati adalah sebagai berikut :<br /> Upacara adat menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa ( Naibata ).<br /> Upacara adat menghormati leluhur ( Simangot ).<br /> Upacara adat menghormati lingkungan dan alam sekitar.<br /> Upacara adat usaha untuk menghidupi kehidupan atau mata pencaharian ( Massari ).<br /> Upacara adat Haguruan ( pengetahuan khusus ) hukum adat.<br /> Dan lain – lain, semua warisan nenek moyang kita ( Tading – tadingan ompungta nahan lobei tubuh nabasaia ).<br /> Siklus kehidupan dari lahir sampai mati yang dilaksanakan oleh keluarga dengan sistem Tolu Sahundulan, Lima Saodoran, Waluh Sabanjaran adalah warisan nenek moyang yang mempunyai jalur – jalur dan rambu – rambu pengaman yaitu Hak dan Kewajiban ( Manjalo appa Mambere ) atau dengan istilah Simalungun : <br />Pak Menjalo, Pak Mambere : artinya ialah bersedia menerima dan bersedia memberi, sesuai dengan tutur atau sesuai dengan posisi kita pada jalur Tolu Sahundulan. <br />Para penganut, penghayat, dan pengamal adat istiadat Martondong, Maranak Boru merasa akan memperoleh kebahagian dan merasa di lindungi serta direstui oleh Tuhan Yang Maha Esa atau segala usahanya ( Ugama ) dan percaya akan menerima karma pada suatu waktu, apabila melangar rambu – rambu tutur dan keluar dari jalur Tolu Sahundulan. Yang tidak mengikuti jalur Tolu Sahundulan dan melangar yang melangar rambu – rambu tutur misalnya : <br />Kawin semarga dan perkawinan terbalik, serta menyebut tutur sebutan terbalik akan sesat pada melaksanakan kehidupan sehari – hari di lingkungan masyarakat Simalungun atau di sebut orang tidak beradat ( maksudnya adat Simalungun ).Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-28786844536786497732010-04-20T20:00:00.000-07:002011-12-04T23:17:13.790-08:00Danau Toba - Tao Toba Dalam Gambar<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0wF8iRncUvqcktSyu-3d7iYhoiccoescXFFV4nrdweHkDTsBYNRP96-xwolCQFAzHyJW2jP1sjmrN89AuONeoNtYdEw_XoVsnEdvTSpn-4a5AFWr5flhKKMX93r5Yz4crXlhbGYaZ-4g/s1600/oba4.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 350px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0wF8iRncUvqcktSyu-3d7iYhoiccoescXFFV4nrdweHkDTsBYNRP96-xwolCQFAzHyJW2jP1sjmrN89AuONeoNtYdEw_XoVsnEdvTSpn-4a5AFWr5flhKKMX93r5Yz4crXlhbGYaZ-4g/s320/oba4.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462420837246611426" /></a><br><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKaH66Kw6Yzzg2YNnAfILxnssEziKNlslQZpDNrpdRz0YvfQ0qiBPVbsItnTpEzSyRVXLO5PG2DEQcDx2NxAXF0uoQbcYYsTDMwXOj37Rn5O9eeO9pd41VBBbAvygwIJW9OUXNEawMAB8/s1600/dtoba1.bmp"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 350px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKaH66Kw6Yzzg2YNnAfILxnssEziKNlslQZpDNrpdRz0YvfQ0qiBPVbsItnTpEzSyRVXLO5PG2DEQcDx2NxAXF0uoQbcYYsTDMwXOj37Rn5O9eeO9pd41VBBbAvygwIJW9OUXNEawMAB8/s320/dtoba1.bmp" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462420833058884370" /></a><br><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj24937dbBG0j28znRmKjTB-Zi670syrC42duLJCjywbTgslypNCU4ZJ62JrUjreYxEe04tdTN-y4PRh1yEypT-S-kG7oSreeEsFFLUUs0-vusoV2tT3GmAvq1kw7BRTjFICgYqepcGuUk/s1600/dtoba5.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 350px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj24937dbBG0j28znRmKjTB-Zi670syrC42duLJCjywbTgslypNCU4ZJ62JrUjreYxEe04tdTN-y4PRh1yEypT-S-kG7oSreeEsFFLUUs0-vusoV2tT3GmAvq1kw7BRTjFICgYqepcGuUk/s320/dtoba5.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462420826121056306" /></a><br><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMTENgDE-RFWxWyw9ld5qtnwlobgUal1WZbsM6T_GRucZK_fUgyWDcT8CZS-dj93e54rdrMiQKLzjRXkQb2RP2BwMzbQMNUNsq6KSoZR_Q59OgSBaTJ5RFn-afuLm0cEGre6QvrLicCE0/s1600/dtoba3.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 350px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMTENgDE-RFWxWyw9ld5qtnwlobgUal1WZbsM6T_GRucZK_fUgyWDcT8CZS-dj93e54rdrMiQKLzjRXkQb2RP2BwMzbQMNUNsq6KSoZR_Q59OgSBaTJ5RFn-afuLm0cEGre6QvrLicCE0/s320/dtoba3.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462420814176808658" /></a><br><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVSFePRkNtQaorEbY08_-fpyYI5OWTXn53Eu70oHUJURtaYtaYbzJ1WDoV9THm4Ffz8t64DeWLthx12aCnPUn6aCcnHcG4nWop0ymJhJ7XRTeHddK1b0xvPGwLGDiNzsNdOhO6JK3Dthw/s1600/dtoba2.bmp"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 350px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVSFePRkNtQaorEbY08_-fpyYI5OWTXn53Eu70oHUJURtaYtaYbzJ1WDoV9THm4Ffz8t64DeWLthx12aCnPUn6aCcnHcG4nWop0ymJhJ7XRTeHddK1b0xvPGwLGDiNzsNdOhO6JK3Dthw/s320/dtoba2.bmp" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462420811124972706" /></a><br>Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-48666880611887074992010-04-20T19:30:00.000-07:002011-12-04T23:06:44.778-08:00Raja Batak Raja Si Singamangaraja XII<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNyT9-RUPhvLdGuOCZL4hO7goDEGHGyQAAbtBdTMl0rXCswxwvAB9ovCuAhHZc4ViJ0N55gVwf1W6C_muxRBtlnGjsiWjlnoLZ0f6oUariHgbXtIjfIsv9kB5_9VxjJ8KVCL80_6KT42I/s1600/singamangaraja.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 119px; height: 126px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNyT9-RUPhvLdGuOCZL4hO7goDEGHGyQAAbtBdTMl0rXCswxwvAB9ovCuAhHZc4ViJ0N55gVwf1W6C_muxRBtlnGjsiWjlnoLZ0f6oUariHgbXtIjfIsv9kB5_9VxjJ8KVCL80_6KT42I/s320/singamangaraja.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462413770107831922" /></a><br />Tulisan ini akan menambah wawasan saudara tentang pahlawan Sisisngamangaraja yang kesohor itu, Raja yang di hormati Rakyatnya sepanjang masa dan disegani oleh musuhnya orang belanda “Sibontar Mata”. Mungkin tulisan ini jauh dari sempurna dan kami mohon maaf jika ada kekeliruan disana-sini, dan kepa sumber-sumber bacaan kami ucapkan terima kasih.<br /><br />"Raja Si Singamangaraja XII lahir di Bakara ditepian Danau Toba sebelah Selatan pada tahun 1848. Saat ini Bakara merupakan suatu kecamatan dalam Kabupaten Humbang Hasundutan. Nama kecilnya adalah Patuan Bosar gelar Ompu Pulo Batu. Sebagaimana leluhurnya, gelar Raja dan kepemimpinan selalu diturunkan dari pendahulunya secara turun temurun. Ketika Patuan Bosar dinobatkan menjadi Raja Si Singamangaraja XII pada tahun 1871, waktu itu umurnya baru 22 tahun dalam usia yang masih muda."<br /><br />Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Si Singamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang ‘tarbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sebagaimana dengan Raja Si Singamangaraja I sampai XI, beliau juga merupakan seorang pemimpin yang sangat menentang perbudakan yang memang masih lazim masa itu. Jika beliau pergi ke satu desa (huta), beliau selalu meminta agar penduduk desa tersebut memerdekakan orang yang sedang dipasung karena hutang atau kalah perang, orang-orang yang ditawan yang hendak diperjualbelikan dan diperbudak.<br /><br />Dia seorang pejuang sejati, yang anti penjajahan dan perbudakan. Pejuang yang tidak mau berkompromi dengan penjajah kendati kepadanya ditawarkan menjadi Sultan Batak. Ia memilih lebih baik mati daripada tunduk pada penjajah. Ia kesatria yang tidak mau mengkhianati bangsa sendiri demi kekuasaan. Ia berjuang sampai akhir hayat. Perjuangannya untuk memerdekakan ‘manusia bermata hitam’ dari penindasan penjajahan si mata putih (sibontar mata), tidak terbatas pada orang Tapanuli (Batak) saja, tetapi diartikan secara luas dalam rangka nasional. Semua orang yang bermata hitam dianggapnya saudara dan harus dibela dari penjajahan si mata putih (sibontar mata). Dia merasa dekat dengan siapa saja yang tidak melakukan penindasan, tanpa membedakan asal-usul. Maka ia pun mengangkat panglimanya yang berasal dari Aceh.<br />Perjuangan Raja Si Singamangaraja XII melawan Belanda<br /><br />Dapat dipadamkannya “Perang Paderi” melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan. Minangkabau jatuh ke tangan Belanda, menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun, Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan Sibolga.<br />Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut “Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke Bataklandan’. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Si Singamangaraja XII yang masih muda. Sebenarnya berita tentang masksud Belanda untuk menguasai seluruh Sumatera ini sudah diperkirakan oleh kerajaan Batak yang masa itu masih dipimpin oleh Raja Si Singamangaraja XI yaitu Ompu Sohahuaon. Sebagai bukti untuk ini, salah satu putrinya diberi nama Nai Barita Hulanda.<br /><br />Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Si Singamangaraja XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda. Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda mengumumkan “Regerings” Besluit Tahun 1876″ yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, Raja Si Singamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda mulai menguasai Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain. Raja Si Singamangaraja XII cepat bertindak, Beliau segera mengambil langkah-langkah konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :<br /><br />1. Menyatakan perang terhadap Belanda<br />2. Zending Agama tidak diganggu<br />3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.<br /><br />Terlihat dari peristiwa ini, Raja Si Singamangaraja XII lah yang dengan semangat tinggi, mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula, Raja Si Singamangaraja XII bukan anti agama dan di zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dengan suku-suku lainnya.<br /><br />Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun lamanya. Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa. Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Si Singamangaraja XII.<br /><br />Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, markas besar Raja Si Singamangaraja XII di Tangga Batu dan Balige mendapat perlawanan dan berhasil dihambat. Belanda merobah taktik, pada babak berikutnya ia menyerbu ke kawasan Balige untuk merebut kantong logistik Raja Si Singamangaraja XII di daerah Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara. Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Raja Si Singamangaraja XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.<br /><br />Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Raja Si Singamangaraja XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Namun Belanda tetap merasa penguasaan tanah Batak berjalan lamban.Untuk mempercepat rencana kolonialisasi ini, Belanda menambah pasukan besar yang didatangkan dari Batavia (Jakarta sekarang) yang mendarat di Pantai Sibolga. Juga dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan. Raja Si Singamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta Pardede. Pasukan Raja Si Singamangaraja XII juga dikerahkan berupa kekuatan laut dari Danau Toba yang menyertakan pasukan sebanyak 800 orang dengan menggunakan 20 solu bolon. Pertempuran besar pun terjadi.<br /><br />Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Raja Si Singamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Si Singamangaraja XII. Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Raja Si Singamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Raja Si Singamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.<br /><br />Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian Raja Si Singamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Raja Si Singamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Raja Si Singamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Raja Si Singamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Raja Si Singamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Si Singamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.<br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbglHMr3pP3YQE86t_t34uUG3ZqGbnjwSzg88zhQV2wWtMOq3E0kidEdpJfILI7T1dOp0N5tHWQhfCWk0ipPOwvNFGyxc4iH766mEuddwFPijzoSDGPwNNkQZP6citLk1anzLVaNBqP64/s1600/kompenibelanda.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 270px; height: 188px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbglHMr3pP3YQE86t_t34uUG3ZqGbnjwSzg88zhQV2wWtMOq3E0kidEdpJfILI7T1dOp0N5tHWQhfCWk0ipPOwvNFGyxc4iH766mEuddwFPijzoSDGPwNNkQZP6citLk1anzLVaNBqP64/s320/kompenibelanda.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462414792215966018" /></a><br />Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil menguasai Aceh sehingga pada tahun 1890 pasukan khusus Marsose yang tadinya ditempatkan di Aceh, dikerahkan untuk menyerang Raja Si Singamangaraja XII di daerah Parlilitan. Mendapat penyerangan yang tiba-tiba dan menghadapi persenjataan yang lebih modern dari Belanda, akhirnya perlawanan gigih pasukan Raja Si Singamangaraja XII pun terdesak. Dari situlah dia dan keluarga serta pasukannya menyingkir ke Dairi.<br />Raja Si Singamangaraja XII melanjutkan peperangan secara berpindah-pindah di daerah Parlilitan selama kurang lebih 22 tahun, disetiap persinggahaannya Beliau selalu memberikan pembinaan pertanian, adat istiadat (hukum) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga menimbulkan kesetiaan dan dukungan rakyat untuk berjuang.walaupun banyak di antara penduduk yang mendapat siksaan dan pukulan dengan rotan dan bahkan sampai terbunuh, karena tidak mau bekerja-sama dengan Belanda. Termasuk untuk menunjukkan tempat pasukan dan Raja Si Singamangaraja XII berada.<br /><br />Pasukan Raja Si Singamangaraja XII di Dairi ini merupakan gabungan dari suku Batak dan suku Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh putranya Patuan Nagari. Panglima-panglima dari suku Batak Toba antara lain, Manase Simorangkir dari Silindung, Rior Purba dari Bakara, Aman Tobok Sinaga dari Uruk Sangkalan dan Ama Ransap Tinambunan dari Peabalane. Dari suku Aceh antara lain Teuku Sagala, Teuku Nyak Bantal, Teuku Nyak Ben,Teuku Mat Sabang, Teuku Nyak Umar, Teuku Nyak Imun, Teuku Idris. Sedang dari rakyat Parlilitan antara lain: Pulambak Berutu, Tepi Meha, Cangkan Meha, Pak Botik Meha, Pak Nungkun Tinambunan, Nangkih Tinambunan, Pak Leto Mungkur, Pak Kuso Sihotang, Tarluga Sihombing dan Koras Tamba.<br /><br />Pasukan Raja Si Singamangaraja XII ini dilatih di suatu gua yang bernama Gua Batu Loting dan Liang Ramba di Simaninggir. Gua ini berupa liang yang terjadi secara alamiah dengan air sungai di bawah tanah. Tinggi gua sekitar 20 meter dan mempunyai cabang-cabang yang bertingkat-tingkat. Sirkulasi udara di dalam gua cukup baik karena terbuka ke tiga arah, dua sebagai akses keluar masuk dan satu menuju ke arah air terjun. Jarak dari pintu masuk ke air terjun didalam gua lebih dari 250 meter. Dengan demikian, di dalam gua ini dimungkinkan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari bagi seluruh pasukan yang dilatih tanpa harus keluar dari gua.<br /><br />Pihak penjajah Belanda juga melakukan upaya pendekatan (diplomasi) dengan menawarkan Raja Si Singamangaraja XII sebagai Sultan Batak, dengan berbagai hak istimewa sebagaimana lazim dilakukan Belanda di daerah lain. Namun Raja Si Singamangaraja XII menolak tawaran tersebut. Sehingga usaha untuk menangkapnya mati atau hidup semakin diaktifkan.<br />Setelah melalui pengepungan yang ketat selama tiga tahun, akhirnya markasnya diketahui oleh serdadu Belanda. Dalam pengejaran dan pengepungan yang sangat rapi, peristiwa tragis pun terjadi. Dalam satu pertempuran jarak dekat, komandan pasukan Belanda kembali memintanya menyerah dan akan dinobatkan menjadi Sultan Batak. Namun pahlawan yang merasa tidak mau tunduk pada penjajah ini lebih memilih lebih baik mati daripada menyerah.<br /><br />Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Raja Si Singamangaraja XII. Pertahanan Raja Si Singamangaraja XII diserang dari tiga jurusan. Tetapi Raja Si Singamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Kaum wanita dan anak-anak diungsikan secara berkelompok-kelompok, namun kemudian mereka tertangkap oleh Belanda.<br />Tanggal 17 Juni 1907, di pinggir bukit Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Raja Si Singamangaraja XII oleh pasukan Marsose Belanda pimpinan Kapten Christoffel. Raja Si Singamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Raja Si Singamangaraja XII yang kebal peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya. Dalam peristiwa ini juga turut gugur banyak pengikut dan beberapa panglimanya termasuk yang berasal dari Aceh, karena mereka juga berprinsip pantang menyerah. Pengikut-pengikutnya yang lain berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Raja Si Singamangaraja XII yang masih hidup dihina dan dinista, dan kemudian ditawan di internering Pearaja Tarutung. Semua mereka merupakan korban perjuangan.<br /><br />Perang yang berlangsung selama 30 tahun itu memang telah mengakibatkan korban yang begitu banyak bagi rakyat termasuk keluarga Raja Si Singamangaraja XII sendiri. Walaupun Raja Si Singamangaraja XII telah wafat, tidak berarti secara langsung membuat perang di tanah Batak berakhir, sebab sesudahnya terbukti masih banyak perlawanan dilakukan oleh rakyat Tapanuli khususnya pengikut dari Raja Si Singamangaraja XII sendiri.<br /><br />Jenazah Raja Si Singamangaraja XII, Patuan Nagari dan Patuan Anggi dibawa dan dikuburkan Belanda di tangsi Tarutung. Pada Tahun 1953, Raja Si Singamangaraja XII, Patuan Nagari dan Patuan Anggi dimakamkan kembali di Makam Pahlawan Nasional Soposurung Balige yang dibangun oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga. Digelari Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal 19 Nopember 1961.<br /><br />Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Si Singamangaraja XII selama selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara. Itulah yang dinamakan “Semangat Juang Raja Si Singamangaraja XII”, yang perlu diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda. Raja Si Singamangaraja XII benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk kesenangan pribadi. Hal ini menumbuhkan semangat persatuan dan kemerdekaan di hati rakyat. <br /><br />Tulisan ini telah dikumpulkan dari berbagai sumber, semoga bermanfaat untuk semua orang yang mencintai Pahlawan Nasional khususnya Pahlawan Sisimga Mangraja XII dari Tanah Batak.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-26184848209469560182010-04-14T20:52:00.000-07:002011-12-04T23:07:05.602-08:00Raja Batak Raja Si Singamangaraja I<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEl8vFzjfm3tW1gpcvZnZ0CesOLmAet24uR4GzDMNXz44-cjlfvuO98xxdg_klIR_YnaIDdDc-RYv2S9ifLURhXkWRWOrbuI0OiqxhOQZqntnbPuJlygSJRCItWCRBF-BsIqM76wi15SA/s1600/tarombochart2_s.png"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 144px; height: 192px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEl8vFzjfm3tW1gpcvZnZ0CesOLmAet24uR4GzDMNXz44-cjlfvuO98xxdg_klIR_YnaIDdDc-RYv2S9ifLURhXkWRWOrbuI0OiqxhOQZqntnbPuJlygSJRCItWCRBF-BsIqM76wi15SA/s320/tarombochart2_s.png" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5460207906117090034" /></a><br />Penulis telah mengumpulkan tulisan ini dari berbagai sumber, sehingga ada tulisan yang sederhana ini tentang Raja Si Singamangaraja I yang disebut dengan Raja Manghuntal. <br /><br />Raja Si Singamangaraja I adalah anak dari Raja Bonanionan Sinambela, yaitu anak dari Raja Bonanionan Sinambela, yaitu putra ke tiga dan bungsu dari Raja Sinambela. Raja Bonanionan menikah dengan boru Pasaribu. Walaupun mereka sudah lama menikah, tetapi mereka belum mempunyai turunan. Karena itu boru Pasaribu pergi ke “Tombak Sulu-sulu” untuk marpangir (keramas dengan jeruk purut). Setiap kali selesai marpangir, boru Pasaribu berdoa kepada “Ompunta” yang di atas, mohon belas kasihan agar dikaruniai keturunan. Pada suatu hari , datanglah cahaya terbang ke Tombak Sulu-sulu dan hinggap di tempat ketinggian yang dihormati di tempat itu. Yang datang itu memperkenalkan diri, rupanya seperti kilat bercahaya-cahaya dan yang datang itu adalah Ompunta Batara Guru Doli. Ompunta Tuan Batara Guru Doli berkata bahwa boru Pasaribu akan melahirkan anak. Katanya: “Percayalah bahwa engkau akan melahirkan seorang anak dan beri namanya Singamangaraja”. Kalau anakmu itu sudah dewasa, suruh dia mengambil tanda-tanda kerajaan dari Raja Uti, berupa:<br /><br />1. Piso gaja Dompak<br />2. Pungga Haomasan<br />3. Lage Haomasan<br />4. Hujur Siringis<br />5. Podang Halasan<br />6. Tabu-tabu Sitarapullang<br /><br />Tidak lama kemudian boru Pasaribupun mulai mengandung. Setelah mengandung selama 19 bulan boru Pasaribu melahirkan seorang putera. Sang Putra ini lahir dengan gigi yang telah tumbuh dan lidah yang berbulu.<br />Semasa remajanya Singamangaraja banyak berbuat atau bertingkah yang ganjil terutama pada orang yang tidak pemaaf, yang ingkar janji, melupakan kawan sekampung yang lemah, membebaskan mereka yang tarbeang kalah berjudi.<br />Si Singamangarajapun pernah menunjukkan keheranan orang-orang yang berpesta dimana gondangnya tidak berbunyi dan tanaman padi dan jagung akarnya berbalik keatas mengikuti Si Singamangaraja saat jungkir balik dihariara parjuragatan. Hal ini terjadi karena mereka itu melupakannya.<br /><br />Setelah Singamangaraja meningkat dewasa maka ibunya boru Pasaribu menyampaikan pesan dari Ompunta Batara Guru Doli bahwa Singamangaraja harus mengambil tanda-tanda kerajaan dari Raja Uti. Dia tidak tahu di mana kampung keramat Raja Uti demikian juga ibunya. Dia berangkat dengan berbekal doa yang menunjukkan dan menuntun langkahnya ke tempat keramat tersebut.<br /><br />Dalam perjalanan banyak hambatan demikian juga setiba di keramat kampung Raja Uti yang ternyata ada di daerah Barus. Di sana juga dia dicoba tetapi semua bisa diatasi dengan baik. Sisingamangaraja bertemu dengan Raja Uti dan mereka makan bersama dan katanya: “Sudah benar ini adalah Raja dari orang Batak”. Setelah selesai makan merekapun menanyakan silsilah (martarombo) dan Si Singamangarajapun menyampaikan maksudnya dan disamping itu Sisingamangaraja meminta beberapa ekor gajah. Atas maksud Si Singamangaraja itu, Raja uti mengatakan akan memberikannya seperti pesan yang disampaikan Ompunta itu dengan syarat Si Singamangaraja harus dapat menyerahkan daun lalang selebar daun pisang, burung puyuh berekor dan tali yang terbuat dari pasir. Syarat-syarat yang diminta Raja Uti untuk mendapat tanda-tanda harajaon itu dapat dipenuhi semua oleh Singamangaraja. Sedang mengenai permintaan akan gajah itu, Raja Uti memberikannya asal Si Singamangaraja bisa menangkap sendiri. Si Singamangarajapun memanggil gajah itu maka heranlah Raja Uti melihatnya. Dan setelah itu dibawanya tanda-tanda harajaon itu pulang ke Bakara termasuk gajah itu.<br />Dengan tanda-tanda harajaon itu, jadilah dia menjadi Raja Singamangaraja, singa mangalompoi, Singa naso halompoan.<br />Raja Si Singamangaraja berikutnya<br /><br />Raja Sisingamangaraja I sampai Raja Si Singamangaraja IX tidak diketahui kapan wafatnya dan dimana makamnya. Raja-raja ini setelah mempunyai keturunan dan merasa sudah ada penggantinya pergi merantau dan Piso Gaja Dompak tidak dibawanya. Mereka dipastikan telah wafat adalah melalui tanda-tanda alam yaitu ada cabang dari Hariara Namarmutiha yang patah. Kalau ada cabang Hariara ini yang patah berarti ada anggota keluarga yang meninggal dan kalau cabang utama yang patah berarti Raja Si Singamangaraja telah tiada. Hariara Namarmutiha ini dikenal juga sebagai Hariara Tanda dan sampai sekarang masih tumbuh di Bakara.<br /><br />Biasanya keadaan ini diikuti dengan cuaca musim kemarau, sehingga masyarakat mengharapkan turunnya hujan melalui tonggo-tonggo Raja Sisingamangaraja. Si Onom Ompu (Bakara, Sinambela, Sihite, Simanullang, Marbun dan Simamora) dari Bakara mempersiapkan upacara margondang lalu meminta kesediaan putera Raja Si Singamangaraja untuk mereka gondangi.<br />Dengan memakai pakaian ulos batak Jogia Sopipot dan mengangkat pinggan pasu berisi beras sakti beralaskan ulos Sande Huliman sebagai syarat-syarat martonggo, putera raja inipun dipersilahkan memulai acara. Iapun meminta gondang dan menyampaikan tonggo-tonggo (berdoa) kepada Ompunta yang di atas untuk meminta turunnya hujan, kemudian manortorlah putera raja ini. Pada saat manortor itu langitpun mendung dan akhirnya turun hujan lebat dan masyarakat Si Onom Ompupun menyambutnya dengan kata HORAS HORAS HORAS. Kemudian piso Gaja Dompak pun diserahkan kepadanya dan dicabut/dihunusnya dengan sempurna dari sarangnya serta diangkatnya ke atas sambil manortor. Siapa di antara putera raja itu yang bisa melakukan hal-hal di atas dialah yang menjadi Raja Si Singamangaraja yang berikutnya, jadi tidak harus putera tertua.<br />Secara berturut-turut yang menjadi Raja Si Singamangaraja berikutnya dan perkiraan tahun pemerintahannya adalah Sebagai berikut:<br /> Singamangaraja II, Ompu Raja Tinaruan<br /> Singamangaraja III, Raja Itubungna.<br /> Singamangaraja IV, Tuan Sorimangaraja.<br /> Singamangaraja V, Raja Pallongos.<br /> Singamangaraja VI, Raja Pangolbuk,<br /> Singamangaraja VII, Ompu Tuan Lumbut,<br /> Singamangaraja VIII, Ompu Sotaronggal<br /> Singamangaraja IX, Ompu Sohalompoan,<br /> Singamangaraja X, Ompu Tuan Na Bolon,<br /> Singamangaraja XI, Ompu Sohahuaon,<br /> Singamangaraja XII, Patuan Bosar, gelar Ompu Pulo Batu,<br /><br />Tulisan ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan, dan hanya berupa kutipan dari berbagai sumber, bukan sebuah penelitian. Maka atas kekurangan ini penulis memohon maaf. Semoga tulisan ini dapat memperkaya pengetahuan kita dan kecintaan kita kepada Pahlawan Nasional khususnya Pahlawan Dari Tanah Batak.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-28213510447737545982009-12-02T01:18:00.000-08:002011-12-04T23:08:43.554-08:00Partuha Maujana Simalungun<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUqmyUDKUm6UZ2XAlphZdmNPjQ7YuAl8NTaww2iCNS17hsRt32Jybcz4Qh5Y9QfqAv5EnfxEljQgyZgHI3L23D4nfW6_wAccHTpCgXNUuCdAzN1P8JAHDRvdWcVhKMz0KMTxOEtN_2z6A/s1600/rumah+simalungun.bmp"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 131px; height: 88px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUqmyUDKUm6UZ2XAlphZdmNPjQ7YuAl8NTaww2iCNS17hsRt32Jybcz4Qh5Y9QfqAv5EnfxEljQgyZgHI3L23D4nfW6_wAccHTpCgXNUuCdAzN1P8JAHDRvdWcVhKMz0KMTxOEtN_2z6A/s320/rumah+simalungun.bmp" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462792728606581026" /></a>Sangat tertarik rasanya saya menulis sesuatu tentang Partuha Maujana Simalungun, sebab sekalipun Partuha Maujana Simalungun itu sudah sangat lama didirikan ternyata belum tentu warga simalungun pernah mendengarnya atau mungkin sudah didengar tapi tidak tahu apa itu Partuha Maujana Simalungun, disini saya coba untuk menuliskan sedikit tentang Partuha Maujana Simalungun ini.<br /><br />Partuha Maujana Simalungun didirikan di Jakarta tahun 1960, yang bertujuan untuk menjadi wadah kaum cendikiawan Suku Batak Simalungun dan memiliki motto Habonaron Do Bona, yang berarti kebenaran adalah awal. Berlandaskan kebenaran dan kejujuran dalam melakukan segala sesuatu itu adalah motto hidup orang-orang Simalungun dimanapun berada. Yang di maksud dengan orang Simalungun disini bukan hanya yang berhubungan dengan Marga-marga yang ada pada Suku Batak Simalungun, tetapi ini lebih menyatakan Ahab Simalungun dan telah menjadikan Budaya, Bahasa dan adat simalungun menjadi bagian dari hidupnya sehari-hari sebagai orang Batak.<br /><br />Semoga tulisan ini bermanfaat, diatetupama banta haganup.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-74844773826958607972009-09-01T03:23:00.001-07:002011-12-04T23:09:12.676-08:00Fungsi Kekerabatan Batak Toba<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggyOlhQd41X4BoTHpLtk5pwl5cxZAYgD_6ZvHZ6VxPKlBk4t1xTwSC_kn9xQD8-s6l0QtBtQICIQN_3elVjUQ1s_fwMPWvWdzOk_bDSFRknaWXGENnqSntmQkULyEhiXJDi77r_S5fSQM/s1600/tarombochart_s.png"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 144px; height: 192px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggyOlhQd41X4BoTHpLtk5pwl5cxZAYgD_6ZvHZ6VxPKlBk4t1xTwSC_kn9xQD8-s6l0QtBtQICIQN_3elVjUQ1s_fwMPWvWdzOk_bDSFRknaWXGENnqSntmQkULyEhiXJDi77r_S5fSQM/s320/tarombochart_s.png" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462416426510134034" /></a><br />Fungsi kekerabatan maksudnya dalam tulisan ini adalah pelaksanaan hak dan kewajiban kekerabatan dalam kegiatannya berdasarkan pandangan Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu dalam hak dan kewajiban yang paling mendasar terletak pada Suhi ni Ampang Na Opat yaitu dimulai dan tumbuh dari Keluarga Dasar, Saripe.<br />Keluarga Dasar Saripe ini adalah tiang tonggak dan pusat kegiatan Suhut yaitu Opat Pat Ni Pansa dan terdiri dari :<br />a. Pamarai, yaitu saudara kandung laki – laki dari Suhut, seayah – seibu atau saudara seayah lain ibu<br />b. Tulang, yaitu saudara kandung laki – laki dari steri Suhut, seayah seibu atau seayah lain ibu<br />c. Simolohon atau Simandokhon yaitu laki – laki dari Suhut dan saudara laki – laki dari perempuan putrid Suhut<br />d. Pariban, yaitu anak perempuan dari Suhut dan saudara perempuan dari perempuan putrid Suhut.<br />Fungsi dari Suhi Ni Ampang Na Opat ini adalah pendukung utama dari kegiatan atau pekerjaan suhut. Apa saja pekerjaan suhu keempat personal kekerabatan inilah yang turut bertanggung jawab dengan suhut.<br />Tidak ada satu kegiatan suhut tanpa soko guru dari Suhi Ni Ampang Na Opat ini. Sebagai misal yaitu kegiatan suhut mengawinkan anaknya, baik laki – laki atau perempuan. Kita ambil contoh mengawinkan anak perempuan dan pelaksanaan horja atau pesta persmian perkawinan.<br />Pamarai atau abara artinya pundak. Dengan pengertian pundak, jelas bagi kita bahwa pamarai itulah pemundak pekerjaan. Dengan demikian pamarai mempunyai fungsi pada kekerabatan itu turut bertanggung jawab dengan suhut sesuai dengan hak dan kewajiban adalah seimbang, dos do nangkokna dohot tuatna.<br />Tulang berfungsi sesuai dengan hak dan kewajiban yang terdapat pada Dalihan Na Tolu. Dangka dupang amak rere, ama do tulang anak ibebere, maksudnya bahwa tulang itu dapat berfungsi sebagai ayah dan kemenakan ini dapat berfungsi sebagai anak sehingga dalam hak dan kewajiban adalah sama dengan suhut bertanggung jawab bersama suhut demi keberhasilan kegiatan horja tadi.<br />Simolohon atau simandokhon berfungsi sesuai dengan hak dan kewajiban dalam Dalihan Na Tolu. Hak dan kewajiban simolohon itu sama dengan hak dan kewajiban ayahnya. Pendapatnya mengikat, baik untuk mengyakan ataupun untuk menyatakan. Kadang – kadang apabila ayah – ibunya tidak mampu untuk melaksanakan kegiatan itu maka kepadanya diminta pendapat apakah mampu untuk melaksanakannya. Jika dikatakan ya, maka jadilah kegiatan itu dan jika dia membuat surat pernyataan, ucapannya itu mengikat sesuai dengan hak dan kewajiban ayahnya. Hak dan kewajibannya turut untuk menentukan kegiatan itu apakah dapat dilaksanakan.<br />Pariban berfungsi sesuai dengan hak dan kewajiban dalam Dalihan Na Tolu. Bagaimana kewajiban boru dalam Dalihan Na Tolu demikianlah pariban itu turut melaksanakan dan memundak beban demi terlaksananya kegiatan horja.<br />Fungsi pariban dalam kedudukan sebagai boru adalah soko guru kegiatan suhut.<br />Sudah dikatakan dimuka tulisan ini, bahwa pada borulah kekuatan suhut demi lancarnya kegiatan horja. Suhut dan Suhi Ni Ampangn Na Opat disebut Hasuhuton yang mempunnyai hak dan kewajiban yang sama dalam Dalihan Na Tolu. Justru inilah yang menjadi dasar bahwa Suhi Ni Ampang Na Opat bukan manumpahi dalam arti turut mendukung kegiatan suhut, tetapi menjadi pendukung utama atau soko guru kegiatan suhut tersebut.<br />Hasuhuton dalam hal ini Suhut dan Suhi Ni Ampang Na Opat adalah siparguru sama – sama memundak beban dari Suhut. Jika kewajibannya turut menanggung beban maka haknyapun sesuai dengan beban tersebut.<br />Soko guru dari Dalihan Na Tolu keluarga Dasar adalah Suhi Ni Ampang Na Opat, dan menjadi titik tumbuh pengemban hak dan kewajiban dalam kekerabatan. Hak dan kewajiban kekerabatan Batak Toba dengan dasar Suhi Ni Ampang Na Opat dapat berkembang secara vertikal dan horizontal dari sudut pandangan Dalihan Na Tolu.<br />Marilah diikuti terus fungsi kekerabatan vertikal keatas dari hasuhuton mardongan sabutuha atau mardongan tubu. Untuk lebih jelasnya, bahwa ayah dari suhut disebut ama dan ayah dari ama disebut ompung. Ayah dari ompung disebut ama mangulahi dan ayah dari ama mangulahi disebut ompung mangulahi. Inilah istilah kekerabatan vertikal keatas brdasarkan patrinial namardongan tubu.<br />Dalam fungsi kekerabatan sesuai dengan hak dan kewajiban pada kekerabatan Batak Toba vertikal keatas yaitu : saudara laki – laki saama satu ayah disebut paramai. Hak dan kewajibannya sudah diterangkan dimuka. Saudara laki – laki dari suhut tururan dari saudara laki – laki ayah atau saudara laki – laki ama disebut paidua ni suhut. Paidua ni suhut berfungsi menjadi orang kedua dari suhut. Hak dan kewajiban adalah mewakili hak dan kewajiban suhut keluar dan kedalam.dialah menjadi penanggung jawab kedua, dan haknyapun sesuai dengan fungsinya itu. Segala rencana dan program kerja hasuhuton harus diberitahukan kepadanya dan pada setiap pembicaraanpun, harus diikut sertakan. Hak dan tanggung jawabnya besar. Lancarnya sesuatu kegiatan horja atau apa sekalipun kejadian pada suhut adalah menjadi tanggung jawabnya.<br />Apabila sesuatu pekerjaan tidak lancar, akan menjadi gambaran bahwa kekerabatan meraka tidak kompak. Sebab itu paidua ni suhut tetap hati – hati dan cermat mengikuti dan melaksanakan kegiatan horja itu.<br />Saudara laki – laki dari suhut turunnan saudara laki – laki dari ompung disebut panombol berfungsi untuk membuka dan memulai pembicaraan adat dari hasuhuton.<br />Dalam hal penyediaan hewan untuk upacara adat, panombol inilah yang mula pertama menyembelih hewan tersebut. Dalam hal permulaan membuka pembicaraan acara adat panambol ini disebut Raja Parsinabung dan lawan bicaranya dipihak lain kedudukannya serupa dengan panamboli disebut Raja Parsaut. Tidak ada pembicaraan yang dapat dimulai apabila belum dibuka dan dimulai Panamboli Raja Parsinabung itu.<br />Saudara laki – laki dari suhut yaitu dongan tubu dari suhut turunan dari saudara laki – laki ama mangulahi disebut pamultak berfungsi untuk membantu lancarnya kegiatan horja agar terlaksana dengan baik.<br />Dinamai pamultak, karena dia sendirilah yang membuka, membagi – bagi hewan acara adat yang disembelih tadi sesuai dengan fungsi – fungsi anatomi pada kekerabatan yang disebut jambar. Pamultaklah yang bertanggung jawab sesuai dengan fungsinya untuk memberikan petunjuk agar acara adat itu dapat berjalan dengan lancar.<br />Pamultaklah memberi petunjuk kepada boru atau dongan sabutuha agar parjambaran dan hewan acara adat dipotong – potong sesuai dengan kedudukan pada kekerabatan. Lancar tidaknya sesuatu kegiatan horja berkat peran dari pamultak pada kekerabatan, termasuk mempersiapkan segala hidangan horja. Salah membagi jambar adalah menjadi tanggunng jawab pamultak, karena ialah yang membuka dan membagi – bagi bagian hewan acara adat. Kesalahan pamultak memberikan petunjuk kepada boru memotong – motong bagian hewan acara adat adalah menjadi tanggunng jawab pamultak.<br />Dongan sabutuha dari suhut turunan dari saudara laki – laki ompung mangulahi dinamai Panasap atau pamultak berfungsi dalam hak dan kewajiban terhadap suhut akan pelaksanaan apakah tambak dalam hal ini kuburan dari suhut dapat dilaksanakan. Panambakanlah yang bertanggung jawab terlaksananya kegiatan horja suhut yang berkaitan dengan penguburan. Dialah yang menghadapi dan menata atau mengatur acara penambakan dari suhut. Dan dialah untuk menghadapi segala sesuatu yang berkaitan dengan penambakan itu, termasuk hubungan dengan buis. Dongan sabutuha dari suhut, turunan laki – laki diatas ompung mangulahi dan selanjutnya vertikal keatas disebut Tanduk Harajaon. Tanduk Harajaon itu adalah saudara – saudara laki – laki atau dongan sabutuha atau dalam hal kekerabatan sekarang ini disebut saompu parsadaan, samarga, berfungsi turut membantu sesuai dengan hak dan kewajibannya dalam Dalihan Na Tolu untuk memberikan nasehat memberikan pembinaan kepada semua dongan tubu yang turut terlibat pada acara ahorj adat. Mereka mempunnyai hak dan kewajiban yang sama dan berhak, berkewajiban berbicara pada siding kerabat itu demi lancarnya kegiatan horja.<br />Pada umunya mereka berbicara secara aklamasi setelah mendengar pembicaraan – pembicaraan dari siding hasuhuton dan dengan yang berkaitan dengan itu. Aklamasi dan nasehat mereka mengandung hikmat didalam kekerabatan itu. Apabila telah dibicarakan fungsi dari kekerabatan vertikal ke atas dari Dongan Tubu maka untuk melengkapi fungsi kekerabatan itu berdasarkan Dalihan Na Tolu perlu diketahui hubungan kekerabatan secara horizontal kesamping dan vertikal ke atas fungsi kekerabatan dari pihak hula – hula.<br />Hula – hula langsung dari suhut adalah pihak ayah ibu dari isteri suhut dan anaknya laki – laki disebut tulang suhut dari yang diacara adatkan. Sudah ditulis dimuka tulisan ini bahwa tulang itu termasuk Suhi ni Ampang Na Opat berfungsi sebagai hasuhuton. Keluarga turunan dari Hula – hula ama yaitu saudara laki – laki dari ibu suhut disebut tulang berfungsi memberkati dan mengayomi borunya suhut sendiri dan berkewajiban memberi nasehat serta membina hasuhuton.<br />Fungsinya lebih nampak pada kaitan spiritual pasu – pasu dan berfungsi ritual. Maka dengan demikian dirasakan suhut mengandung hikmat dan didalam kebijaksanaannya cukup mengikat untuk mengambil keputusan jika ada saling sengketa diantara hasuhuton apabila tidak dapat diselesaikan oleh namarsabutuha maka keputusan dari tulang itu adalah mutlak karena dirasa mengandung sifat ritual spiritual. Jarangnlah seseorang atau keluarga menampik kebijaksanaan tulangnya, kalaupun ada demikian sudah dirasakan suatu kemunapikan dan dapat dipastikan merupakan pergeseran nilai dari Budaya Batak Toba. Tulang tidak banyak bicara dengan maksud lebih banyak mendengar pembicaraan suhut dan yang lain – lain. Bahwa dengan demikian kebijakan yang diambil benar – benar kebijaksanaan.<br />Keluarga turunan dari Hula – hula ompung yaitu saudara laki – laki dari ompung boru suhut disebut bona tulang berfungsi memberkati dan mengayomi suhut. Dalam kaitan hak dan kewajiban pada kekerabatan itu diwarnai hikmat spiritual. Mereka disembah agar hati mereka tulus dan senang pada acara horja. Agar hubungan baik itu semakin erat ada – ada saja usaha suhut mengawinkan anaknya laki – laki pada putri bona tulanng yang disebut mangulahi. Apabila sampai perkawinan seperti itu terjadi maka bona seperti itu disebut anak ni hambing.<br />Keluarga turunan hula – hula ama mangulahi disebut bona ni ari dari sudut berfungsi seperti bona tulang, dan semakin tajam. Kewajiban mereka lebih banyak bermakna restu atau pasu – pasu terhadap suhut.<br />Hak mereka semakin mutlak. Sebab itu ada – ada saja tuntutan mereka sesuai dengan haknya kepada suhut.<br />Agar tuntutan mutlak itu dapat diperlunak, maka oleh kedua belah pihak mengusahakan perkawinan mangulahi antara putra suhut dengan putrid bona ni ari. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa hubungan kekerabatan terkait sudah mengarah simbol. Bona ni ari artinya merupakan matahri terbit dari suhut. Agar matahari terbit itu tetap bersinar maka diadakan perkawinan mangulahi. Jika hal itu tidak dapat dilaksanakan maka kaitan kekerabatan sampai parjambaran hanya sebatas bona ni ari.<br />Nanti akan diulas dalam bab warisan.<br />Keluarga turunan dari hula – hula ompung mangulahi disebut juga bona ni ari sampai vertikal ke atas. Hanya bona ni arilah istilah terakhir pada hula – hula dan berfungsi untuk memberi berkat dan mengayomi.<br />Satu hal yang perlu dicatat bahwa fungsi kekerabatan tentang hak dan kewajiban kekerabatan bergantung pada pusat kegiatan siapa yang menjadi fokus adat atau yang diadatkan. Jika ama mangulahi yang diacara adatkan maka fungsi kekerabatan akan meningkat atau naik dari ama mangulahi ke atas.<br />Perlu dijelaskan pula bahwa hula – hula dari hula – hula suhut disebut tulang rorobot atau tulang mangihut, berfungsi turut merestui suhut.<br />Putri dari tulang rorobot ini tidak boleh dikawini putra dari suhut. Disebut boru ni tulang na so boi olion, yang artinya putri tulang yang tidak boleh dikawini karena kedudukan putri tulang rorobot adalah merupakan besan atau bao dari putra suhut yang dalam hubungan sehari – hari harus sengkan dan berpantang.satu hal dalam kekerabatan ini adalah bahwa orang semarga dari tulang, bona tulang dan bona ni ari disebut tulang dan dengan panggilan tulang berfungsi seperti yang kita sebutkan tadi. Oleh sebab itu dimana seseorang Batak Toba berada selalu memberitahukan demikian karena apabila tulang, bona tulang dan bona ni ari tidak ada dapat diwakili marga – marga tersebut membuat acara adat tersebut dapat berjalan dengan baik. Melengkapi fungsi kekerabatan ini dalam kaitan hubungan horizontal – vertikal yaitu peranan boru dari Dalihan Na Tolu.<br />Boru yaitu saudara perempuan dari suhut disebut boru suhut berfungsi kekuatan utama dari suhut. Lancar tidaknya sesuatu kegiatan berkat dari boru suhut tersebut. Masalah yang timbul pada suhut jalan penyelesaiannya banyak bergantung pada boru suhut. Boru suhutlah tempat penyampaian kata hati dari suhut. Kedudukannya serupa dengan pamarai. Segala keluh kesah dan kegembiraan adalah menjadi hak dan kewajiban antara suhut - boru suhut – pamarai dan tulang. Inilah sebenarnya tulang punggung fungsi kekerabatan Batak Toba. Boru turunan saudara perempuan dari ama disebut boru tubu berfungsi turut membantu menjadi kekuatan dari suhut. Bagaimana suhut terhadap tulangnya demikianlah boru tubu kepada suhut. Masalah keluarga masih menjadi masalah bagi boru tubu. Tanggung jawabnya masih besar.<br />Boru turunan saudara perempuan dari ompung disebut boru natua – tua berfungsi menjadi kekuatan juga bagi suhut. Bagaiman sikap suhut terhadap bona tulang demikian pulalah sikap dan fungsi boru natua – tua terhadap suhut. Boru turunan saudara perempuan dari ama mangulahi disebut boru sihabolonan berfungsi merupakan kekuatan utama pula bagi suhut. Boru sihabolonan ini akan selalu mengambil hati suhut dengan pengharapan hubungan kekerabatan mereka berlanjut dengan mengadakan perkawinan mangulahi antara putra boru sihabolonan dengan putri suhut.<br />Bagaimana sikap suhut terhadap bona ni arinya demikian pulalah sikap boru sihabolonan dengan suhut.<br />Boru turunan saudara perempuan dari ompung mangulahi disebut juga boru sihabolonan, tetapi didalam kaitan kekerabatan tidak disebut – sebut lagi karena boru sihabolonan istilah terakhir bagi boru.<br />Semua marga tadi dari boru Sihabolonan sampai dengan boru suhut tetap diberitahukan oleh semua dimanapun dia berada. Apabila ada kegiatan acara adat maka marga – marga boru itu menjadi kekuatan utama bagi suhut membuat acara adat itu berjalan lancar.<br />Boru dari boru disebut pisang raut dengan ketentuan bahwa putra dari pisang raut tidak boleh mengawini putri suhut sebagaimana putra suhut tidak boleh mengawini putri tulang rorbot. Pisang raut terhadap suhut dapat pula disebut tulang mangihut. Ada lagi istilah dan funngsi kekerabatan anatara boru ini yaitu boru diappuan, boru torop dan boru nagojong. Boru diampuan adalah marga boru yang tinggal dikampung suhut dan berfungsi turut menjadi kekuatan suhut. Boru torop adalah semua marga boru semarga dengan suhut yang berada pada acara adat tersebut dan juga turut membantu mengkemasi kegiatan pesta acara adat.<br />Boru nagojong adalah boru yang sudah berperan besar di dalam kegiatan hula – hulanya sehingga ia diberi hak untuk mendirikan huta dikampung hula – hula atau dikampung suhut. Jasa boru ini sudah cukup besar didalam acara adat hula – hulanya sehingga antara hak dan kewajiban boru nagojong sudah hampir sama dengan suhut. Fungsinya sudah hampir sama, hanya kelihatan pada sikap sopan santun dan moral kekerabatan berdasarkan Dalihan Na Tolu.<br />Pada umumnya boru nagojong ini sudah menjadi anak ni hambing dari hula – hulanya karena sudah terjadi perkawinan berulang – ulang antara putra boru nagojong dengan putri dongan tubu dari suhut. Merekalah yang dikatakan marga suhut boru, artinya bahwa hak mereka sudah hampir sama dengan suhut.<br />Ada pula fungsi kekerabatan berdasarkan sistem masyarakat. Jika fungsi kekerabatan tadi dikaitkan dengan garis turunan maka fungsi kekerabatan berdasarkan sistem kemasyarakatan Batak Toba itu adalah dalam kaitan hubungan dengan huta yaitu raja – raja adat, raja – raja horja, raja – raja bius. Dalam hal ini dapat dilihat pada tonggo raja dimana huta sering disamakan dengan panambolan sejajar dengan raja parsinabung atau raja parsaut. Jonok partubu jumonokan parhundul artinya, kuat kekerabatan karena turunan lebih kuat kekerabatan karena sekampung atau sahuta.<br />Kembali kepada kekuatan fungsi kekerabatan tadi. Bahwa harus dilihat apa dan mana menjadi fokus kegiatan. Jika fokus itu atau kegiatan itu dimana suhutnya, ripe – jabu – huta – lumban – bius maka dapat ditentukan fungsi kekerabatan dari focus kegioatan ini. Disinilah fungsi adat – fungsi bius – fungsi partuho mangajana atau fungsi sohe dan lain – lain yang masi perlu diteliti bagaimana struktur dari sistem pemerintahan cara adat Batak Toba.<br />Pada bab – bab berikut hal ini, akan diulas untuk salng membantu dalam kaitan kebudayaan Batak terutama Batak Toba.<br />Jika dibandingkan fungsi kekerabatan Batak Toba itu dengan organisasi modern adalah untuk menggambarkan hak dan kewajiban kerabat pada setiap kegiatan.<br />Suhut adalah pusat atau pokus kegiatan atau horja, Suhi ni ampang na omput menjadi soko guru. Suhut dan Suhi ni Ampang Na Opat disebut hasuhuton atau suhut sihabolonan. Paidua ni Suhut adalah menjadi koordinator kegiatan. Paidua ni Suhutlah yang mengkordiner semua pekerjaan horja.<br /><br />Panombol atau Parsinabung adalah menjadi juru bicara, pengatur acara dan pembawa acara dan yang berkaitan dengan itu. Pamutlak adalah yang menanggung jawabi semua kebutuhan horja baik panjambaran maupun indahan masak dan yang berkaitan dengan itu.<br />Panasap atau panambak adalah yang menanggung jawabi hubungan pekerjaan dengan bius agar turut berkegiatan dengan horja. Panambaklah yang menjadi penghubung kesegala fungsi dan penjuru. Tanduk harajoan adalah yang turut bertanggung jawab memberikan saran atau nasehat.<br />Dapat dikatakan bahwa fungsi kekerabatan Batak Toba adalah merupakan panitia tetap atau komite pada organisasi modern.<br />Tonggo raja adalah sesuai dengan rapat panitia pembagian tugas.<br />Bedanya terletak pada apabila di panitia ada pembagian tugas maka pada tonggo raja sudah mengetahui tugas masing – masing sesuai dengan partubu. Yang dibicarakan pada tonggo raja adalah apa yang bagaimana pekerjaan horja yang direncanakan hasuhuton.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-51073248912061462532009-09-01T03:21:00.000-07:002011-12-04T23:09:37.922-08:00Sopan santun dalam istilah kekerabatan Batak TobaMemang agar ruet menulis istilah kekerabatan ini. Tetapi apabila kita usahakan untuk memahaminya, berarti kita sudah agak mudah memahami sopan santun kekerabatan Dalihan Na Tolu Suku Batak. Sopan santun kekerabatan maksudnya adalah bagaimana seharusnya seseorang, keluarga, sekelompok kekerabatan bersikap prilaku baik cara menyapa, bertutur kata menyebut atau memanggil maupun cara duduk terhadap seseorang, keluarga kelompok kekerabatan dan masyarakat. Untuk mempermudah memahami sopan santun kekerabatan hendaklah kita pahami lebih dahulu bahwa prinsip dasar sopan santun kekerabatan Dalihan Na Tolu adalah : Somba marhula – hula, elek marboru, manant mardongan tubu ( mardongan sabutuha ). Maksudnya setiap insan suku Batak harus hormat kepada hula – hulanya, kelompok kerabat hula – hula, tulang, bona tulang dan bonaniari termasuk kepada semua marga yang dikategorikan olehnya sendiri, termasuk ke dalam kelompok hhulu – hulanya. Biarpun dalam suatu kejadian, kelompok hula – hula ada yang bersifat kasar, adalah kewajiban seseorang yang menganggap yang bersikap kasar tadi itu hula – hulanya dengan cara lemah lembut hormat dengan penuh sopan santun bahwa perbuatan hula – hulanya itu tidak baik.<br />Pada umumnya sihula – hula akan sadar akan perbuatannya dan kembali seperti biasa. Adalah sangat malu seseorang hula – hula bersikap kasar di hadapan borunya. Jika seseorang hula – hula tidak malu berbuat demikian pada hari – hari lain dia akan tersingkir sendiri, karena merasa malu terhadap masyarakat sekitar atau terhadap kelompoknya.<br />Somba artinya Sembah, pengertian ini sudah jelas bagi kita bagaimana sikap perilaku seseorang terhadap hula – hulanya. Disamping tangan turut menyembah, tutur kata, cara duduk dan semua tingkah laku harus turut menyembah yang dilaksanakan dengan penuh hormat dan kesopanan.<br />Mengapa, sampai demikian pengnhormatan ini berlebih – lebihan terhadap hula – hula ( kelompok hula – hula ) adalah berdasarkan pandangan bahwa hula – hula ( kelompok hula – hula itu ) merupakan Debata Naniida atau Tuhan yang nampak di dunia ini. Jadi berdasarkan pandangan ini bahwa kelompok hula – hula itu adalah merupakan wakil Tuhan bagi boru di dunia ini. Pandangan suku Batak ini adalah gambaran seseorang Batak betapa cintanya, sayangnya, hormatnya ia terhadap ibunya sendiri dan penghormatan orang Batak terhadap wanita. Menyembah kepada hula – hula pihak saudara laki – laki ibu berarti dalam gambaran saying kepada ibu. Memang dalam kehidupan sehari – hari demikianlah adanya dan itu dapat kita lihat dari lagu – lagu Batak lebih banynak kata inang yang muncul dari kata amang di dalam lirik lagu.<br />Elek marboru maksudnya sikap seseorang haruslah persuasif terhadap borunya. Didalam kehidupan sehari – hari sikap seseorang hula – hula haruslah selalu lemah lembut terhadap borunya. Penuh bujuk dan ceria tidak kaku. Pada setiap perjumpaan antara boru dengan hula – hulanya sikap itu terus jelas nampak, gembira dan penuh persaudaraan satu sama lain disertai dengan kata – kata lemah lembut.<br />Pembicaraan agak bebas, keluar dari lubuk hati, bersikap terbuka dengan kata – kata yang sopan. Hula – hula selau mengambil hati boru.<br />Dapatlah dikatakan segala usaha dilakukan hula – hula agar hati boru tetap tenang. Segala sesuatu yang mungkin menyinggung hati boru hendaklah disingkirkan jauh – jauh. Dengan demikian suasananya akan penuh persaudaraan saling hormat menghormati.<br />Hubungan kekerabatan demikian tejadi adalah berdasarkan pandangan suku Batak bahwa wibawa ( sahala ) hula – hula itu kuat, berkat kekuatan borunya.<br />Boru menganggap hula – hulanya sebagai Tuhan yang dilihat untuk memberkatinya, sebab itu boru harus menyembah dan memberikan segala sesuatu demi wibawa hula – hulanya. Hula – hulanya menyadari itu, sebab itu hati boru harus senang, tidak boleh tersinggung maka ia harus bersikap bujuk.<br />Sudah kita jelaskan dimuka hak dan kewajuban kelompok kerabat Suku Batak. Borulah yang menjadi tiang beban pelaksanaan setiap upacara horja didalam hubungan formal dan non formal. Bukan saja hanya bantuan tenaga dan pikiran tetapi terutama dalam bantuan material.<br />Malahan korban jiwa pun demi hula – hula sering terjadi dilingkungan masyarakat Batak. Jika ada sesuatu kejadian pada masyarakat Batak sidang kelompok dengan tubu terus saja meminta pendapat boru untuk saran penjelasan.<br />Pendapat boru ini sangat penting, karena apa saja keputusan siding, pelaksanaanya adalah boru. Dengan demikian wajarlah agar hati boru ini dibujuk oleh hula – hulanya dan segala silang sengketa harus dijauhkan terhadap boru. Kaitan pandangan suku Batak Toba sangat erat dengan kelahiran. Itulah sebabnya Suku Batak mengharapkan kelahiran anak – anak laki – laki dan anak perempuan di dalam kehidupan setiap keluarga. Nampak – nampaknya belumlah sempurna satu – satu keluarga apabila keluarga itu belum lengkap melahirkan anak laki – laki dan perempuan.<br />Tentu ini menimbulkan masalah dikemudian hari. Masalah ini memang dapat diatasi dengan kelompok kekerabatan keluarga itu.<br />Manat Mardongan tubu atau mardongan sabutuha maksudnya agar didalam hubungan sehari – hari maupun didalam upacara horja, setiap yang bersaudara laki – laki haruslah bersikap prihatin terhadap sesamanya.<br />Prihatin maksudnya adalah was – was dan hati – hati pada sikap tingkah laku satu sama lain agar wawasan kekeluargaan tetap utuh didalam kelompok kekerabatan. Pada pembicaraan adalah sangat terbuka dan bebas.<br />Tetapi didalam kebebasan itu harus ada seringan pembicaraan agar yang lain jangan tersinggung. Apabila sempat tersinggung keretakan akan timbul ibarat kebakaran yang sulit dipadamkan. Sebab itu pembicaraan bebas dan demokrasi haruslah terkendali demi kelompok kekerabatan.<br />Enak memang, pembicaraan nampaknya kasar tetapi hatinya bersih. Tetapi bagaimana kita dapat mendengar suara keras yang nampaknya kasar itu dengan melihat hati yang bersih ?<br />Mengapa harus hati – hati terhadap sesama bersaudara dan kawan semarga ?. bukankah mereka lahir dari rahim yang sama yang sama atau ayah yang sama ?<br />Bukankah mereka semarga didalam prinsip keturunan kekeluargaan lebih mudah dipersatukan karena adanya pertalian darah ?<br />Memang benar demikian, karena nenek moyang kita adalah pemikir, pencipta dan berkat pengalamannya maka diciptakannyalah sikap sopan santun kekerabatan ini agar sesama bersaudara haruslah prihatin dan was – was agar wawasan kekeluargaan tetap berkesinambungan untuk sepanjang jaman.<br />Mereka yakin dengan sikap manta mardongnan tubu, kelompok kekerabatan semarga akan tetap berkelanjutan dengan utuh. Pandangan Suku Batak ini terjadi dengan pola pemikiran bahwa Dongan Tubu inilah prinsip dasar dalam kelompok kekerabatan Dalihan Na Tolu; pusat keinginan penyusunan rencana dan program kegiatan perkembangan suku bangsa; pusat rencan dan program atau suhut yang menjadi titik tolak perkembangan maju mundurnya organisasi kekerabatan itu.<br />Jika sesama mereka tidak sejalan apakah yang dapat direncanakan dan diprogramkan ?. prihatin maksudnya adalah agar semua sesama saudara itu turut bantu membantu untuk kemajuan sesama bersaudara baik kemajuan material maupun di dalam budaya spiritual. Didalam perkembangan selanjutnya sesama kelompok kekerabatan ada sampai membuat yayasan keluarga yayasan marga demi kemajuan keluarga dan marag itu. Was – was maksudnya agar wawasan kelompok kekerabatan tetap utuh. Janganlah wawasan kelompok kekerabatan menjadi hilang akibat dari pada ketidak kehati – hatian seseorang anggota sesama saudara atau semarga.<br />Sudah kita katakan tadi bahwa dongan tubu itu adalah pusat kegiatan atau suhut. Kalau pusat kegiatan itu goyah karena sikap dan pembicaraan yang tidak kehati – hatian maka wawasan kekerabatan akan goyah. Kalau wawasan kekerabatan ini goyah serupa dengan kejadian kebakaran yang sulit untuk memadamkannya. Itu terjadi karena lebih banyak yang mengipas – ngipas api dari yang memadamkannya.<br />Suadahmenjadi sifat manusia rupanya lebih menonjol keakuan ( egois ) dari pada kesosialan. Kesosialan kekeluargaan agak sulit ditrapkan karena lebih banyak pikiran – pikiran yang heterogen dari luar yang mempengaruhi dari pada pikiran yang homogen dari dalam keluarga inti itu.<br />Misalnya seseorang keluarga mempunnyai 3 anak laki – laki 3 anak perempuan masing – masing sudah berumah tangga. Didalam siding kelaurga sudah ada 12 suara. Biasanya suami isteri adalah sama. Kita annggaplah dahulu bahwa pendapat sesama bersaudara yang enam orang itu adalah sama atau homogen tetapi karena isteri – isteri dan suami – suami sesama bersaudara yang datang dari luar pasti berlatar belakang pemikiran yang berbeda satu sama lain atau heterogen. Jika 6 orang sesama saudara pemikirannya adalah homogen 6 orang dari luar pemikirannya heterogen yang kuat pengaruhnya karena sudah menjadi isteri dan suami dari keluarga itu akan lebih banyak menimbulkan kesulitan dikalangan keluarga.<br />Walau keluarga anak laki – laki yang mengambil kesimpulan tetapi pendapat dari anak perempuan dan suaminya adalah sangat penting sebagai penannggung beban. Selama orang tua mereka mamsih hidup, khikmat kebijaksanaan untuk memimpin mereka mamsih cukup kuat untuk mengendalikan keluarga itu. Dan kalaupun orang tua mereka telah meninggal selama anak sulung laki – laki masih berwibawa, keluarga itu masih tetap utuh. Tetapi apabila anak sulung laki – laki tidak berwibawa lagi dan adik – adiknya sudah berani bercakap kasar kepada abangnya mungkin karena warisan atau dipengaruhi isterinya maka kekeluargaan akan pecah dan akan menjalar seperti api kepada keluarga – keluarga isteri. Jika yang demikian itu sudah sempat terjadi seperti maka kesatuan keluarga itu akan berantakan sampai turunan – turunannya kemudian tiada persatuan dan kesatuan lagi. Yang paling menderita dalam kejadian ini adalah saudara – saudara mereka yang perempuan. Mereka menjadi bingung siapa diantara hula – hula yang menjadi pegangan. Apabila mereka memilih salah satu saudaranya berarti boru itu sudah tutur membakar keluarga itu karena telah memihak.<br />Sebab itu si boru harus menyatukan hula – hula mereka, jika berhasil akan menimbulkan kegembiraan dan kerugian materi apabila tidak berhasil maka mereka akan malu dan akan tetap malu sepanjang masa dengan turunannya, sehingga tidak jarang seseorang keluarga melarang anaknya mengawini keluarga yangn demikian itu.<br />Supaya hal yang seperti ini tidak terjadi maka diciptakanlah sopan santun pergaulan sesama saudara laki – laki, namardongan tubu agar tetap manat mardongan tubu atau prihatin dan was – was terhadap sesama saudara yang dimulai sejak anak lahir itu, didalam pendidikan keluarga seperti yang kita tulis berikut ini.<br />Tetapi sebelum sampai pad tulisan tersebut adalah lebik baik apabila kita mulai lebih dahulu akan arti tanggung jawab hak dan kewajiban perorangan, keluarga kelompok kekerabatan dan masyarakat.<br />Raja dalam pengertian Suku Batak ada dua jenis. Satu sebagai raja pemerintahan yang mengendalikan rakyatnya. Dua sebagai pengertian tanggung jawab akan hak dan kewajiban.<br />Didalam tulisan ini maksud raja adalah pengertian tanggung jawab dan kewajiban Suku Batak, Raja ni Dongan tubu, maksudnya adalah penghormatan yang diberikan kepada dongan tubu yang tahu dan dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagai dongan tubu didalam kegiatan itu atau horja itu.<br />Demikian pula dengan Raja ni hula – hula maksudnya adalah penghormatan dan panggilan kepada hula – hula yang tahu dan dapat melaksanakan hak dan kewajiban dan hak sebagai hula – hula didalam kegiatan itu.<br />Raja ni borupun demikian juga adalah merupakan panggilan dan penghormatan kepada boru yang dapat mengetahui, memahami dan melaksanakan kewajiban dan hak sebagai boru pada setiap kegiatan.<br />Sebagai titik tolak sopan santun pergaulan kekerabatan masyarakat Batak marilah kita mulai dari keluarga basic atau keluarga inti.<br />Rumah Batak adalah tempat tinggal utama keluarga inti masyarakat Batak.<br />Menurut pendapat Bapak E. W. P. Tambunan mantan Gubernur Propinsi Sumatera Utara bahwa Ruma itu adalah kependekan dari Ririt di Uhum Manotari di Adat makskudnya bahwa Ruma Batak itu adalah tempat pendidikan akan peraturan – peraturan ( ririt di uhum ) dan tempat belajar akan adat ( manotari di adat ). Setelah anak – anak tahu akan pendidikan dan adat sopan santun sianak tidak boleh lagi tidur di rumah tetapi di SOPO. Sopo itu adalah lumbung padi tempat padi disimpan dan sering dipergunakan para pemuda untuk tidur.<br />SOPO itu adalah kependekan dari Satahi Olo Parulian Ondop maksudnya para pemuda harus mau bermusyawarah untuk mencapai kata sepakat maka rejeki akan datang berikutnya. Memang di sopo itulah para pemuda menngadakan musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan bekerja marsiadapari disawah ladang ( gotong royong ) malahan sampai martandang kepada gadis – gadis di malam hari termasuk merencanakan acara muda – mudi seperti gondangn naposo.<br />Demikian juga anak – anak gadis dapat tidur bersama – sama di rumah – rumah janda atau di ruma dagang tersendiri. Walaupun ada perjumpaan anak – anak gadis dan pemuda – pemuda disopo atau dirumah janda dimalam hari mereka tidak ada yang melanggar susila karena telah dibekali dengan pendidikan pengetahuan akan peraturan – peraturan dan adat di ruma yang kita katakan tadi.<br />Bagaimana rupanya pendidikan yang diadakan di Ruma tempat tinggal keluarga inti itu. Pendidikan itu didasarkan pada : Pantun Hangoluan Tois hamagoan, maksudnya bahwa anak – anak yang bersikap prilaku budi luhur adalah merupakan kehidupan sehat rohani dan setiap perbuatan anggap leceh, anggap enteng, semborono dan berpura – pura adalah kehilangan harga diri atau kesusahan. Jadi sejak semula anak –anak telah dididik bersopan santun tutur kata kepada sesamanya dan linngkungannya dan tidak boleh tois – leceh – pandang enteng dan berpura – pura karena nanti hidupnya akan susah.<br />Pendidikan itu dilakukan sejak kecil, terutama kepada anak sulung diajari bertanggung jawab terhadap adik – adiknya penuh kasih saying dan wibawa dan adik – adiknya dididik hormat kepada yang lebih tua. Anak perempuan dididik merasa hormat dan saying kepada saudara laki – laki walaupun anak laki – laki itu bahwa umurnya dan kepada anak perempuan ditanamkan rasa mendapat perlindungan dari saudara – saudaranya laki – laki.<br />Demikian kepada anak laki – laki dididik agar pada dirinya tertanam rasa tanggung jawab mengayomi atau melindungi saudara – saudaranya perempuan.<br />Mereka di ajari cara bertutur kata untuk menyebut atau memanggil keluarga.<br />Kepada yang lebih tua dipakai perkataan hamu atau anda kepada yang lebih muda boleh memakai kata ho yang artinya adalah anda juga.<br />Misalnya, si adik disuruh ayahnya memanggil abangnya maka si adik itu akan berkata kepada abangnya : “ hamu abang dijou amanta “, yang artinya abang anda di panggil ayah kita. Sebaliknya jika si abang disuruh si ibu memanggil adiknya maka abangnya akan berkata : ho dijou inanta artinya kau dipanggil ibu kita.<br />Tetapi terhadap sesama bersaudara baik laki – laki maupun perempuan, mereka akan mengatakan : “ hamu ito dijou amanta “ artinya : anda dipanggil ayah, berlaku untuk saudara laki – laki atau saudara perempuan.<br />Mereka memang diberi nama untuk dipanggil. Tetapi memanggil seseorang dengan namanya bergantung pada kedudukannya berdasarkan keturunan. Adalah tidak sopan apabila si adik-an memanggil atau menyebut nama abangnya. Hanya yang tua-an dari mereka yang dapat memanggil nama atau menyebut nama adiknya. Demikian pula sesama perempuan yang bersaudara ( marpariban ) memanggil satu sama lain. Hamu angkang dijou inanta, artinya kakak dipanggil mama. Tetapi sebaliknya kakaknya akan mengatakan ho dijou inanta, yang artinya kau dipanggil mamak. Adalah sangat pantang apabila sesama bersaudara laki – laki dan perempuan bertengkar, apabila bercakap kotor.<br />Dihadapan sesama bersaudara laki – laki dan perempuan janganlah kita bercakap sembarangan atau cakap kotor karena hal itu dianggap menghina. Apabila sesama bersaudara laki – laki bertengkar, pertengkaran itu akan dapat berhenti dengan tiba – tiba apabila saudara perempuan mereka hadir disitu.<br />Mereka sesama saudara merasa takut akan hal yang akan terjadi, karena sisaudara perempuan tadi akan menangis atau meratap dengan kuat – kuat melihat saudaranya berkelahi.<br />Saudara perempuan adalah sungkan terhadap saudara laki – laki dan saudara laki – laki saying dan membujuk terhadap saudara peremuan.<br />Terhadap sesama saudara laki – laki pembicaraan boleh terbuka, akrab dan rapat tetapi harus was – was jangan ada yang tersinggung, si adik sungkan terhadap abangnya dan si abang bertanggung jawab terhadap adiknya.<br />Terhadap sesama saudara perempuan, sikap terbuka dan bebas penuh keceriaan sesamanya. Si adik mematuhi kakaknya dan si adik boleh manja kepada kakaknya asalkan jangan menjengkelkan. Di dalam tutur Batak saudara sesama perempuanlah yang paling enak/akrab di dalam hubungan kekerabatan.<br />Tanggo urat ni padang toguan pinggol ni hirang, tabo do na marpadan alai taboan dope na marpariban. Maksudnya bagaimanapun teguh dan enaknya janji didalam persahabatan, jauh lebih enak apabila hubungan kita marpariban, saudara sesama perempuan.<br />Anak perempuan sungkan kepada orang tuanya. Memang tidak dapat terlukiskan saying anak perempuan kepada ibunya tetapi jauh dari itu saying anak perempuan terhadap ayahnya. Ayah sangat saying terhadap anak perempuan dan memanjakannya. Dalam pembicaraanpun sikap ayah terhadap anaknya perempuan tetap bersikap membujuk dengan kata – kata : hamu ito alusi jolo inanta maksudnya anakda dipanggil mamak.<br />Sering panggilan hamu ito terhadap anak perempuan diganti dengan ho inang. Didalam kata – kata hamu ito ada hikmad tersembunyi yaitu menyayangi dan didalam kata – kata ho inang terhadap ayahnya perempuan ada hikmad tersembunyi yaitu memanjakan.<br />Ayah terhadap anak laki – laki selalu bersikap bertanggung jawab baik dalam kata – kata maupun perintah. Hal ini harus dilakukan supaya sejak pagi – pagi hari si anak laki – laki tidak lepas dari rasa tanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun tanggung jawab keluarga. Anak terhadap orang tua laki – laki adalah sangat sungkan. Anak laki – laki itu bersikap dan melihat ayahnya dari sudut wibawa bukan dari sudut kasih saying walaupun kasih sayang itu sebenarnya sudah tertanam di dalam wibawa sang ayah. Sebaliknya anak laki – laki sangat sungkan kepada ibunya, yaitu sungkan yang penuh kasih sayang dalam hubungan hati terbuka seperti bersaudara. Anak laki – laki sangat saying terhadap ibunya, malahan wibawa ibu dapat dilihat dari sudut kasih sayang terhadap anaknya.<br />Sering ibu mengatakan kepada anaknya laki – laki dengan kata –kata : “ Molo ho daba “ maksudnya hikmat kata – kata ibu menganggap anaknya laki – laki itu sudah sebagai penanggung jawab di dalam keluarga sebagaimana tanggung jawab suaminya terhadap dirinya. Maka tidak jarang terhadap keluarga Batak bahwa ayah lebih memanjakan anaknya perempuan dan ibu lebih memanjakan anak laki – laki dan sebaliknya anak perempuan lebih menyayangi ayahnya dan anak laki – laki lebih menyayangi ibunya. Sebab itu ayah ibu harus lebih bijak menerima sungkan anak – anaknya karena akibat kenyataan kasih saying yang berbada akan menimbulkan sedikit demi sedikit keretakan yang tidak disadari didalam keluarga itu.<br />Didalam hal pemanggilan sesame keluarga yang kita sebutkan tadi terutama dengan panggilan nama yang terdapat pada satu – satu keluarga, kita akan dapat melihat sejauh mana pendidikan kekerabatan yang sudah ditrapkan didalam keluarga itu. Justru ukuran dahulu untuk mengikat kekeluargaan dengan perkawinan banyak dilihat dari sudut cara bercakap bertutur utama mengikat kekerabatan dan yang lain adalah soal kedua.<br />Pada perkembangan sekarang ini hal yang demikian sudah sangat jarang didapat, terutama bagi anak – anak yang sudah lahir di luar Bona Pasogit. Sedang di Bona Pasogit sendiripun cara sopan santun kekerabatan ini sudah sangat jauh tertinggal didalam pelaksanaan. Hal ini akan lebih mendalam dibahas pada pergeseran nilai pandangan Suku Batak. Pergaulan sesama keluarga sekarang, baik di kota maupun di desa sudah banyak di pengaruhi pergaulan cara modern. Tetapi masih nampak sedikit, baik anak desa terutama anak kota masih ada penghargaan anak – anak itu kepada kebudayaan leluhurnya. Justru inilah maksud utama penerbitan buku ini. Kalaupun sudah ada pergeseran nilai budaya sistem kekerabatan dengan memahami kembali akan nilai tradisional positip dari nenek moyang kita itu akan menarik perhatian generasi – generasi berikutnya melaksanakan sistem kekerabatan nenek moyang kita. Pada generasi itu akan terjadilah restorasi nilai budaya sukunya di dalam kesatuan bangsa yang berbeda – beda tetapi tetap satu di dalam kesatuan bangsanya.<br />Apabila kita telah menggambarkan bagaimana sikap perilaku tentang sopan santun pada keluarga inti ( basic family ) bagaimana sikap terhadap saudara sesama laki – laki, sikap saudara laki – laki terhadap saudaranya perempuan dan sebaliknya, sikap terhadap saudara sesama perempuan dan sikap anak – anak terhadap orang tuanya serta sebaliknya demikianlah sikap sopan santun antara turunan sesama saudara laki – laki namarhaha – maranggi dan namariboto. Artinya sikap sesama saudara lelaki, saudara laki – laki dengan saudara perempuan dan sesama saudara perempaun adalah sama terhadap turunan abang atau adik ayah laki – laki.<br />Lain halnya terhadap anak dari saudara perempuan ayah. Lae Boru yaitu anak laki – laki dari saudara perempuan ayah harus bersikap rasa hormat di dalam sesama persaudaraan dengan Lae tunggane-nya dan lae tunggane harus bersikap rasa membujuk dalam suasana persaudaraan juga terhadap lae boru-nya. Sedang terhadap ito anak perempuan dari saudara perempuan ayah terhadap anak laki – laki saudara ibu perempuan itu, juga harus dengan sikap membujuk dan sebaliknya juga perempuan merasa hormat terhadap saudara laki – laki anak saudara laki – laki anak saudara ibunya.<br />Yang paling menarik adalah sikap perilaku anak perempuan seorang ayah terhadap anak laki – laki dari saudara perempuan ayah adalah bebas dan gembira karena maranak ni namboru dan namarpariban. Boleh dengan seloro, bergurau, karena menurut adat Batak, hubungan ini lah yang diperkenankan untuk kawin mengawini sedang terhadap anak perempuan dari saudara perempuan ayah itu yaitu namareda sikapnya adalah sayang dan sebaliknya eda saudara anak ni namboru harus merasa hormat terhadap eda pariban saudara sendiri.<br />Demikian sikap sopan santun antara turunan sesama saudara dan sikap sopan santun ini berkembang luas terhadap saudara – saudara semarga. Dengan mengetahui sikap sopan santun turunan sesama saudara perlu juga rasanya diketahui sikap sopan santun sesama saudara dan kekerabatan selanjutnya.<br />Adik harus hormat dan sungkan terhadap abang laki – laki ( marhaha maranggi ) dan abangnya saying dan bersifat melindungi terhadap adiknya di dalam suasana bebas tetapi harus dibarengi kehati – hatian agar jangan terjadi keretakan.<br />Saudara laki – laki harus bersifat saying dan membujuk kepada saudara – saudara perempuan ( namariboto ) dalam suasana ceria dan saudara perempuan harus sungkan terhadap saudara laki – laki dalam suasana perasaan bahwa saudara perempuan barhak untuk dilindungi saudara laki – laki.<br />Adik laki – laki harus sungkan terhadap isteri abangnya ( marangkang boru ) dalam suasana sayangi dan manja, karena si adik merasa sebagai anak dari kakaknya dan kakaknya merasa saying bebas terhadap adiknya laki – laki dengan suasana perasaan bahwa ia bertanggung jawab akan adik – adiknya dan merasa dirinya sebagai ibu dari adik – adik suaminya.<br />Sebaliknya isteri adik harus sungkan, hormat dan segan terhadap abang suaminya ( marhaha doli ) dan abang suaminya harus segan dengan rasa menghormati melindungi kepada isteri adiknya ( maranggi boru ) malahan dalam hubungan yang ekstrim tidak boleh bersalaman, bersiteguran apalagi berjumpa ditengah jalan tidak ada teman, salah seorang dari mereka harus menyingkir.<br />Didalam percakapan resmipun kata – kata mereka harus didahului dengan hamu inang, atau hamu amang atau nasida haha doli atau nasida anggi boru. Isteri adik terhadap isteri abang ( sapaniaran ) harus sungkan didalam suasana persaudaraan dan isteri abang terhadap isteri adik bersikap sayang bebas melindungi. Tetapi didalam prakteknya sikap mereka tidak serasi dan malahan saing – menyaingi. Sikap prilaku suami terhadap saudara laki – laki isterinya ( marlae tunggane ) haruslah sungkan didalam suasana menghormati dan menghargai, sebaliknya saudara laki – laki terhadap suami saudara perempuan merasa membujuk menghormati dan menyayangi ( marlae boru ) dalam suasana persaudaraan.<br />Sikap prilaku suami terhadap isteri saudara laki – laki isteri ( marbao atau marbesan ) haruslah segan dan hormat dan demikian sebaliknya dalam suasana persaudaraan. Sikap sopan santun ini serupa halnya dengan sikap sopan santun marhaha doli dan marangngi boru dan di dalam prakteknya nampaknya kaku. Demikian juga halnya saudara perempuan haruslah sungkan terhadap isteri saudara laki – laki ( mareda – marhula – hula ) dalam suasana persaudaraan dan demikian pula sebaliknya sikap isteri saudara laki – laki terhadap saudara perempuan ( mareda – marboru ) adalah saling menghormati.<br />Tetapi di dalam prakteknya hubungan ini banyak yang tidak serasi karena sikap mereka yang tidak tolerans. Isteri menganggap edanya mencampuri rumah tangga dan saudara perempuan menganggap edanya terlalu menjauhkan saudara laki – laki dari dari saudara – saudara perempuan. Hubungan yang paling mesra dan ceria dengan sikap sopan santun yang bebas adalah sikap sesama saudara perempuan yaitu namarpariban. Sikap ini mengalir juga terhadap suami – suami mereka.<br />Suasana persaudaraan namarpariban ini adalah merasa satu, merasa setanggung jawab, mereka sering berbicara dengan kata hati. Kakak bersama suami merasa melindungi terhadap adik dan suaminya dan si adikpun merasa demikian. Sebaliknya si adik dan suami merasa hormat dan sayang bangga terhadap suami dan kakaknya ( marangkang pariban dan maranggi pariban )<br />Demikianlah sikap sopan santun sesama saudara yang berkembang lebih luas pada kelompok kekerabatan dan kelompok semarga.<br />Marilah kita lanjutkan sikap sopan santun sesama saudara terhadap orang tua dan beberapa hubungan vertikal ke atas, sistem kekerabatan suku Batak. Sikap anak terhadap ibu – bapaknya adalah sama untuk suku bangsa di Indonesia tetap hormat dan sungkan, tetapi di dalam hubungan menantu dengan mertua tentu ada perbedaan.<br />Sikap perilaku menantu perempun terhadap mertua laki – laki harus sungkan dan hormat dalam arti segan ( marsimatua doli ) demikian pula sikap mertua laki – laki terhadap menantu perempuan adalah hormat melindungi dalam arti segan menyayangi ( marparumaen ). Pembicaraan harus sopan dan percakapan sering didahului dengan kata – kata :” hamu amang” atau “ nasida amanta simatuangku “. Malah apabila parumaen mau menjumpai mertua laki – laki harus diusahakan ada teman dan cara berpakaianpun harus cukup sopan agar jangan salah penilaian mertua.<br />Demikian pulalah sikap mertua laki – laki terhadap menantu perempuan tidak boleh berbicara bebas malahan dalam setiap pembicaraan harus didahului kata – kata “ Hamu inang parumaen “, atau “ Nasida inanta parumaen “. Adalah tidak baradat apabila ada mertua laki – laki berduaan dengan menantu perempuan. Jikapun ada perjumpaan yang tidak disengaja, masing – masing kedua belah pihak berusaha untuk menyingkir. Bagaimana sikap prilaku sopan santun meramang bao / marinang bao, marhaha doli/ maranggi boru demikianlah harus sikap sopan santun terhadap marsimatua doli dan marparumaen.<br />Sikap sopan santun menantu perempuan terhadap mertua perempuan ( marsimatua boru ) adalah sungkan dan hormat dengan perasaan melindungi. Sebaliknya mertua perempuan terhadap menantu perempuan adalah bersifat menyayangi ( marparumaen )<br />Hubungan mereka adalah bebas saling hormat menghormati, malahan panggilan “ inang simatuangnku “ sering berganti dengan namboru, karena telah dianggap sebagai saudara perempuan dari ayah sendiri. Tetapi di dalam hubungan sehari – hari sering tidak ada keserasian. Malah hubungan mereka sering menimbulkan masalah keluarga yang menimbulkan pertengkaran.<br />Seolah – olah antara mertua dan menantu beranggapan bahwa siparumen menjauhkan anaknya dari dirinya dan siparumaen beranggapan bahwa mertua menjauhkan suaminya dari dirinya.<br />Bagaimana pula hubungan sopan santun antara menantu laki – laki terhadap orang tua isteri atau mertuanya ( marsimatua ) dan bagaimana pula sikap mertua terhadap menantu ( marhela ) suami anaknya ?. Sikap sopan santun antara menantu laki – laki terhadap mertua laki – laki adalah sungkan dalam rasa berwibawa disegani dan mertua laki – laki terhadap menantu laki – laki adalah hormat, sayang dan membanggakan. Dmikian juga lah sikap mertua perempuan terhadap menantu laki – laki mempunnyai rasa segan tetapi menganggap menantu itu atau memperlakukan menantu itu sebagai anak sendiri sebagaimana sayangnya kepada anak perempuan isteri menantu.<br />Mereka bicara sopan dalam suasana sayang hormat – menghormati dan si mertua tetap merasa bangga akan menantunya. Hubungan ini adalah salah satu hhubungan sopan santun yang ceria dalam sopan santun kekerabatan Dalihan Na Tolu. Bagaimana ceria sikap sopan santun sesama saudara marpariban demikianlah sopan santun marsimatua boru dibarengi dengan rasa sungkan satu sama lain. Tinggal lagi rasa ceria marsimatua boru disimpan di dalam hati dengan perilaku hormat, sopan, dan penih keseganan satu sama lain, sedang marpariban ceria sikap sopan santun ini terbuka dan bebas. Seolah – olah hubungan mertua perempuan dengan anak – anaknya perempuan beserta suami masing – masing satu front menghadapi menantu – menanntu perempuan isteri – isteri dari anaknya. <br />Didalam kenyataan hidup pada pelaksanaan sistem kekerabatan suku Batak ini timbul pertanyaan : mengapa setiap menantu laki – laki sangat hormat dan sangat baik terhadap mertuanya, orang tua isterinya dan sebaliknya mengapa menantu perempuan sering tidak serasi malahan tak cocok terhadap mertua orang tua suaminya ?. ( Boasa ia baoa mansi denggan jala burju marsimatua hape ia borua indang apala burju marsimatua ? ).<br />Kenyataan hidup ini perlu diseminarkan demi keserasian hubungan kekerabatan pada Suku Batak. Sopan santun yang tidak kalah menarik adalah tentang memanggil atau menyebut seseorang. Supaya sasaran person tepat terhadap panggilan maka setiap orang diberi nama atau gelar bagi seseorang untuk memanggilnya, atau sebagai identitas pribadi bagi pribadinya. Jika demikian berarti nama itu adalah untuk disebut – sebut dan dipanggil – panggil pengganti diri istilah kekerabatannya. Tetapi sebaliknya adalah menarik bahwa seseorang Suku Batak terlebih – lebih Batak Toba tidak akan terasa enak apabila namanya dipanggil pengganti dirinya jika tidak pada tempatnya.<br />Dan malahan ia akan merasa senang jika dipanggil dengan marganya atau dengan gengan yang diberikan kepadanya berdasarkan anak sulung.<br />Rupanya penyebutan dan panggilan nama bagi Suku Batak terikat pada sikap sopan santun kekerabatan Suku Batak dengan alasan bahwa harga pribadi terdapat atau termasuk didalam cara menyebut atau memanggil nama seseorang.<br />Sesama saudara, semarga, sekampung, sepergaulan memang diperkenankan memanggil seseorang dengan namanya, tetapi pemanggilan itu masih sopan apabila yang dipanggil dengan namanya itu belum berkeluarga.<br />Pada mulanya pemanggilan seseorang dengan namanya hanya diperkenankan berdasarkan kedudukan pribadinya. Pada umumnya pemanggilan seseorang dengan namanya itu dilakukan yang lebih tua kepada yang lebih muda, pemanggilan abang kepada adiknya dan panggilan kakak kepada adiknya dan panggilan saudara laki – laki terhadap saudara perempuan sebaliknya adik tidak boleh memanggil abangnya dan kakaknya dengan namanya karena kurang sopan. Ayah – ibu boleh memanggil nama anak – anaknya tetapi anak – anak tidak boleh menyebut nama orang tuanya, konon untuk memanggil orang tua dengan namanya adalah sangat tabu bagi suku Batak. Nenek – nenek boleh memanggil nama cucu – cucunya tetapi cucu memanggil nenek harus dengan istilah kekerabatannya.<br />Dalam perkembangan selanjutnya apabila anak – anak sudah berkeluarga adalah tidak enak apabila ayah dan ibunya memanggilnya dengan namanya.<br />Orang tua menyadari itu maka anaknya itu akan dipanggil dengan gelarnya berdasarkan anak sulung, Amani si Togar misalnya. Apabila ia belum mempunyai anak maka gelarnya adalah nama anak kedua atau ketiga dan seterusnya dari anak abangnya. Seseorang isteri akan merasa tersinggung apabila suaminya masih dipanggil dengan namanya tidak dengan gelarnya oleh orang tua atau oleh siapapun juga. Hal itu terjadi adalah berdasarkan anggapan bahwa pemanggilan seseorang dengan namanya hanya boleh dilakukan terhadap anak – anak.<br />Jadi jika suaminya masih dipanggil dengan namanya berarti si isteri dianggap bersuamikan anak – anak. Pemanggilan itu tidak hanya berlaku terhadap laki – laki saja tetapi juga terhadap perempuan. Seseorang saudara perempuan yang sudah bersuami akan marah terhadap saudaranya laki – laki apabila ia masih dipanggil dengan nama kecilnya. Kadang – kadang pemanggilan dengan nama kecil seseorang walaupun sudah berkeluarga masih boleh dilakukan pada saat berseloroh dan bernostalgia atau memuaskan melepaskan rindu.<br />Penyebutan atau panggilan nama seseorang ayah atau nenek oleh seseorang anak akan dapat menimbulkan perkelahian anak – anak menjadi perkelahian orang dewasa dan keluarga karena dianggap menghina. Itulah sebabnya seseorang Batak akan merasa senang apabila dia dipanggil dengan marganya secara nasional dan gelarnya untuk sesama keluarga.<br />Juga seseorang Suku Batak akan merasa tidak enak apbila ia dipanggil dengan marganya didalam kelompok kekerabatan / keluarga dekat dan baru merasa senang apabila ia dipanggil dengan gelarnya misalnya Amani Togar. Jadi bukanlah merupakan kecongkakan atau kesombongan atau penonjolan diri pada setiap perkenalan dengan masyarakat luas apabila selalu memperkenalkan diri dengan marganya. Mungkin orang luar akan beranggapan akan mengatakan kepada seseorang Suku Batak “ Yang panatik kali-lah kawan ini kepada Bataknya ” karena memperkenalkan diri dengan marganya.<br />Memperkenalkan diri dengan marga itu akan dijelaskan lebih luas pada tulisan kemudian. Didalam kehidupan sehari – hari sopan santun kekerabatan kadang – kadang berbalikan dengan tata cara Sopan santun. Orang – orang luar mungkin memandangnya kasar, tetapi bagi yang merasakan dan yang melakukan, cara begitulah mendapat rasa nikmat yang terasa khikmatnya. Makin kasar semakin enak dirasa dengan anggapan sudah keluarga dekat. Didalam keluarga batih dengan sopan santun yang kita tuliskan dimuka hendaklah dianggap hikmat dihati sebagai buah cara kasar yang dilakukan. Berkat dengan bebas didalam keluarga adalah menunjukkan keluarga dekat. Apabila seseorang sudah ditolerer dapat berbicara bebas dengan bahasa bebas terhadap seseorang berarti ia sudah dianggap keluarga dekat dengan kawan, bicaranya atau teman akrabnya tiada batas.<br />Adalah tidak enak apabila berbicara hamu ( halus ) terhadap pariban tetapi harus memakai kata ho ( kasar ) baru terasa bagaimana hikmatnya namarpariban itu. Kadang – kadang sesama saudarapun memakai demikian, berarti tiada jarak antara sesama saudara. Malahan sebahagian Suku Batak ada yang memakai ho ( kasar ) terhadap ayahnya sedang daerah lain masih memakai hamu ( halu ).<br />Dapatlah dipahami dalam hubungan sopan santun pergaulan Suku Batak adalah sopan apabila dapat bicara bebas dengan bahasa bebas bagi keluarga yang dianggap dekat tiada jarak, dari pada bicara halus terhadap keluarga dekat.<br />Beberapa istilah kekerabatan yang dipergunakan untuk menyebutkan atau menyapa seseorang dan dianggap hormat dan sopan seperti berikut ini : Ompung dipergunakan oleh seseorang baik laki maupun perempuan terhadap yang sudah dianggap nenek baik laki – laki maupun perempuan.<br />Amang dipergukan oleh seseorang baik laki – laki maupun perempuan terhadap seseorang laki – laki yang dianggap sudah berkeluarga dan lebih tua dari seseorang itu atau sama bayanya.<br />Inang dipergunakan oleh seseorang baik laki – laki maupun perempuan terhadap seseorang ibu yang sebaya dengan orang itu atau lebih tua dari padanya.<br />Ito dipergunakan oleh seseorang baik laki – laki maupun perempuan terhadap lawan jenisnya.<br />Sapaan – sapaan ini, atau sebutan – sebutan ini adalah merupakan sapaan atau sebutan umum yang cukup hormat dan sopan kepada semua pikah sebelum perkenalan. Sesudah berkenalan. Sesudah berkenalan dan bertutur barulah dapat diatur panggilan atau sebutan yang lebih khusus dalam istilah kekerabatan.<br />Tak ada panggilan umum terhadap sesama laki – laki maupun terhadap sesama perempuan tidak menimbulkan reaksi sebelum berkenalan atau bertutur. Sebab itu timbullah istilah ba, daba, baya, kedan, kode, pedan yang artinya kawan atau dongan walau sebenarnya agak bebas tetapi perkataan itu enak rasanya kepada yang sudah akrab. Memang ada sapaan atau sebutan terhadap sesama laki – laki tetapi arahnya sudah lebih khusus misalnya : ampara bagi sesama saudara, lae, bagi lelaki sesama saudara marhula – hula marboru termasuk tunggane yang dirasa masih dalam ruang lingkup bahasa sopan santun didalam panggilan.<br />Ada sebagian, daerah asal berbicara atau menjawab seseorang selalu memakai kata amang boru. Memang bahasanya hormat, tetapi didalam rasa hormat itu tersembunyi sesuatu keakuan bahwa ia sudah menjadi hula – hula dengan lawannya bicara dengan demikian ia harus diperlakukan sebagai hula – hula. Sedang daerah lain asal memanggil / menyebut atau menjawab seseorang selalu dengan kata – kata tulang. Perkataan tulang itu sebenarnya hormat, berarti dengan sebutan tadi dia telah merendah diri terhadap lawan bicaranya tetapi bahayanya mungkin kawan bicaranya tadi adalah semarganya yang mungkin akan menimbulkan kejengkelan karena tidak tepat pertuturannya. Disamping itu agar ia diperlakukan sebagai boru sehingga dapat berlakon bebas dimanjakan.<br />Disamping itu ada sebutan – sebutan atau sapaan – sapaan yang timbul di Indonesia yang maksud si penyapa adalah hormat tetapi dalam artinya adlah kebalikannya dan tidak lucu. Sebutan – sebutan itu adalah seperti : inang artinya ibu dan boleh sebagai panggilan terhadap seseorang ibu. Inang – inang artinya bukan ibu – ibu tetapi adalah isteri atau lebih tepat bini. Ina artinya ibu juga, tetapi tidak boleh dipakai sebagai panggilan.<br />Ina – ina artinya adalah ibu yang sudah beranak tetapi boleh juga dipakai sebagai ibu – ibu tetapi sebutan ina – ina sebagai ibu – ibu sebenarnya sudah kasar, sebutan yang sopan untuk ibu – ibu adalah “ Angka ina ”.<br />Demikian pula halnya dengan amang, artinya adalah bapak atau boleh sebagai panggilan. Amang – amang artinya sudah menjadi suami.<br />Ama artinya bapak dengan perasaan cukup beribawa. Ama – ama adalah laki – laki yang sudah berkeluarga atau beristeri tetapi boleh pula artinya bapak – bapak seperti ina – ina tadi.Demikianlah sekelumit sikap sopan santun sistem kekerabatan Suku Batak. Dengan mengetahui istilah – istilah sistem kekerabatan suku Batak ini, maka setiap orang yang dalam dirinya telah tertanam kian budaya leluhur dengan sendirinya akan bersikap prilaku memakai istilah kekerabatan ini dalam tata cara sikap prilaku sapaan – sapaan, apabila mengadakan komunikasi dengan suku Batak.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-63400810317703714202009-09-01T03:18:00.001-07:002011-12-04T23:10:05.920-08:00Sopan Santun Dalam Memakai Bahasa Pada Orang Batak TobaHoras bah tegur seseorang terhadap seseorang Batak Toba akan merasa diejek dengan selam itu, karena kesalahan mempergunakan bahasa. Yang baik adalah dengan ucapan horas ba yang maksudnya selamat sejahtera kawan.<br />Membuat – buat tekanan bahasa pada pertemuan yang tidak tempatnya dengan mencontoh – contoh dialek Batak, juga dianggap merupakan ejekan. Sebab itu pakailah tekanan bahasa yang wajar, tidak dibuat – buat.<br />Ada satu keunikan mempergunakan bahasa itu untuk berkomunikasi.<br />Misalnya : bahasa yang sifatnya kasar adalah menunjukan persahabatan bagi yang sudah akrab dan bahasa yang sifatnya halus bagi yang sifatnya masuh dalam pergaulan umum.<br />Ho yang artinya kau sifatnya kasar dapat dipergunakan bagi orang telah merasa khikmat dan akrab dalam persahabatan. Tidak akrab rasanya apabila yang sudah bersahabat akrab itu mempergunakan perkataan hamu yaitu anda yang sifat bahasanya halus.<br />Demikian halnya mempergunakan bahasa hamu maksudnya anda yang bahasa itu sifatnya halus adalah wajar dipergunakan dalm pergaulan yang masih umum. Tidak boleh mempergunakan perkataan ho karena sifat bahasanya adalah kasar.<br />Sifat bahasa yang kasar dapat dipergunakan bersopan/santun dalam batas – batas stratipikasi sosial yang lebih tinggi kepada stratipikasi sosial yang lebih rendah dan pada hubungan yang dirasa telah akrab pada pergaulan sehari – hari termasuk di dalamnya hubungan stratipikasi sosial yang sejajar. Itupun masih ada batas – batasannya mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar itu yang lebih tinggi kepada yang lebih muda/rendah.<br />Misalnya seorang yang terhormat mempergunakan perkataan langkam yang maksudnya engkau terhadap yang lebih rendah adalah tidak pada tempatnya karena khikmat bahasa itu tidak pantas dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.<br />Perasaan khikmat bahasa itu dalam budaya rasa adalah antara hubungan yang sejajar dan akrab. Demikian juga dari yang lebih rendah tidak boleh mempergunakan perkataan engkau trhadap yang lebih tinggi. Sebab itu berkomunikasi dengan bahasa agar terwujud sopan santun didalamnya. Baiklah mempelajari sifat bahasa dan perasaan khikmat budaya rasa keke rabatan masyarakat Batak Toba. Sudah lumrah pada suku – suku bangsa di Indonesia mempergunakan bahasa yang sifatnya halus terhadap yang dihormati dan boleh mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar terhadap yang diayomi.<br />Mempergunakan kata ganti orangpun harus hati – hati apabila sifat bahasa itu tidak sesuai dengan perasaan khikmat budaya rasa kekerabatan masyarakat Batak Toba. Misalnya budaya rasa kekerabatan yang sejajar sesuai dengan kekerabatan itu tidaklah pantas mempergunakan bahasa – bahasa halus, karena itu tidak menunjukkan keakraban kekerabatan, sebab itu dalam setiap percakapan dapat dengan mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar menunjukkan keakraban.<br />Demikian dalam benntuk pergaulan umum yang sudah akrab dapat dengan mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar dan sebaliknya pergunakanlah bahasa yang sifatnya halus pada pergaulan umum yang masih dalam batas – batas kawan yang belum bersahabat, termasuk didalamnya dalam panggilan atas sebutan nama asli, nama gelar atau marga.<br />Perasaan khikmat budaya rasa itu dalam kekerabatan Batak Toba sulit digambarkan dengan kata – kata tetapi dapat dirasakan sebagai warisan nilai budaya yang masih disikap prilakukan oleh pemilik budaya itu.<br />Sifat terbuka akan terasa bagi yang sudah akrab dan menahan diri pada pergaulan yang masih umum. Misalnya seorang Batak penganut agama Kristem akan merasa tidak sopan menyebut babi apabila ada yang beragama Islam disekitarnya. Sebutan penghormatan diadakan dengan menyebut b-dua yang maksudnya babi dan b-satu yang maksudnya biang atau anjing.<br />Babi dua b-nya dan biang satu b-nya. Nilai yang terdapat dalm sebutan itu bahwa orang Batak selalu memilih bahasa yang halus untuk menghormati sekitarnya.<br />Banyak kata – kata lain yang tumbuh sedemikian rupa akibat pencarian bahasa agar orang lain tidak tersinggung. Apabila orang Batak berusaha demikian maka orang Batak pun mengharapkan yang demikian pula. Tetapi apabila perasaan demikian tidak mendapat penghormatan dari sekitarnya maka akan timbullah kekasaran terbuka yang mengakibatkan tiada batas tindakannya.<br />Memang adalah sangat baik mempelajari sopan santun kekerabatan sesuai dengan istilah kekerabatan itu agar terdapat tenggang rasa satu sama lain dalam wujud kerukunan suku – suku bangsa di Indonesia.<br />Manat unang tartuktuk nanget unang tarjollung. Maksudnya hendaklah dalam setiap pergaulan dalam bentuk hati – hati agar jangan terjerumus kepada bentuk kekerasan. Hendaklah segala tindakan dipikirkan lebih dahulu baru dilakukan agar jangan ada silang – sengketa pada hubungan sosial budaya antara sesama manusia. Sebab itu hubungan sopan – santun pada istilah ke kekerabatan berikut ini hendaklah dipahami dalam – dalam sebagai dasar bersosial budaya dalam hubungan kekerabatan masyarakat Batak Toba adalah menjadi titik tolak berkomunikasi untuk sesamanya termasuk orang lain agar ada saling pengertian dalam hubungan suku – suku bangsa di Indonesia.<br />Karena tak kenal maka tak saying. Dengan mempergunakan budaya rasa kekerabatan Batak Toba akan dapatlah dirasakan perasaan khikmat apa yang terpatri pada hubungan kekerabatan itu dengan sikap yang dilakukan.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-18362428062113105232009-09-01T03:18:00.000-07:002011-12-04T23:10:34.659-08:00Sopan Santun Dalam Memakai Bahasa Pada Orang Batak Toba<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjz6tpzCLhgeZhrzn-SNXgxRhLvoYgWOT8zGvJ1I45XX3JwaMn7zGgaiQ9M33HzSrHqL9nppkLESkl6jh1PKSagZfUWOEHjlSDKIOfv-4yjsP-AqelF9MLPBFxb5eBWLkM0Zo44PY-fImk/s1600/laklak.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 137px; height: 99px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjz6tpzCLhgeZhrzn-SNXgxRhLvoYgWOT8zGvJ1I45XX3JwaMn7zGgaiQ9M33HzSrHqL9nppkLESkl6jh1PKSagZfUWOEHjlSDKIOfv-4yjsP-AqelF9MLPBFxb5eBWLkM0Zo44PY-fImk/s320/laklak.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462416682636217602" /></a><br /><div>Horas bah tegur seseorang terhadap seseorang Batak Toba akan merasa diejek dengan selam itu, karena kesalahan mempergunakan bahasa. Yang baik adalah dengan ucapan horas ba yang maksudnya selamat sejahtera kawan.<br />Membuat – buat tekanan bahasa pada pertemuan yang tidak tempatnya dengan mencontoh – contoh dialek Batak, juga dianggap merupakan ejekan. Sebab itu pakailah tekanan bahasa yang wajar, tidak dibuat – buat.<br />Ada satu keunikan mempergunakan bahasa itu untuk berkomunikasi.<br />Misalnya : bahasa yang sifatnya kasar adalah menunjukan persahabatan bagi yang sudah akrab dan bahasa yang sifatnya halus bagi yang sifatnya masuh dalam pergaulan umum.<br />Ho yang artinya kau sifatnya kasar dapat dipergunakan bagi orang telah merasa khikmat dan akrab dalam persahabatan. Tidak akrab rasanya apabila yang sudah bersahabat akrab itu mempergunakan perkataan hamu yaitu anda yang sifat bahasanya halus.<br />Demikian halnya mempergunakan bahasa hamu maksudnya anda yang bahasa itu sifatnya halus adalah wajar dipergunakan dalm pergaulan yang masih umum. Tidak boleh mempergunakan perkataan ho karena sifat bahasanya adalah kasar.<br />Sifat bahasa yang kasar dapat dipergunakan bersopan/santun dalam batas – batas stratipikasi sosial yang lebih tinggi kepada stratipikasi sosial yang lebih rendah dan pada hubungan yang dirasa telah akrab pada pergaulan sehari – hari termasuk di dalamnya hubungan stratipikasi sosial yang sejajar. Itupun masih ada batas – batasannya mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar itu yang lebih tinggi kepada yang lebih muda/rendah.<br />Misalnya seorang yang terhormat mempergunakan perkataan langkam yang maksudnya engkau terhadap yang lebih rendah adalah tidak pada tempatnya karena khikmat bahasa itu tidak pantas dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.<br />Perasaan khikmat bahasa itu dalam budaya rasa adalah antara hubungan yang sejajar dan akrab. Demikian juga dari yang lebih rendah tidak boleh mempergunakan perkataan engkau trhadap yang lebih tinggi. Sebab itu berkomunikasi dengan bahasa agar terwujud sopan santun didalamnya. Baiklah mempelajari sifat bahasa dan perasaan khikmat budaya rasa keke rabatan masyarakat Batak Toba. Sudah lumrah pada suku – suku bangsa di Indonesia mempergunakan bahasa yang sifatnya halus terhadap yang dihormati dan boleh mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar terhadap yang diayomi.<br />Mempergunakan kata ganti orangpun harus hati – hati apabila sifat bahasa itu tidak sesuai dengan perasaan khikmat budaya rasa kekerabatan masyarakat Batak Toba. Misalnya budaya rasa kekerabatan yang sejajar sesuai dengan kekerabatan itu tidaklah pantas mempergunakan bahasa – bahasa halus, karena itu tidak menunjukkan keakraban kekerabatan, sebab itu dalam setiap percakapan dapat dengan mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar menunjukkan keakraban.<br />Demikian dalam benntuk pergaulan umum yang sudah akrab dapat dengan mempergunakan bahasa yang sifatnya kasar dan sebaliknya pergunakanlah bahasa yang sifatnya halus pada pergaulan umum yang masih dalam batas – batas kawan yang belum bersahabat, termasuk didalamnya dalam panggilan atas sebutan nama asli, nama gelar atau marga.<br />Perasaan khikmat budaya rasa itu dalam kekerabatan Batak Toba sulit digambarkan dengan kata – kata tetapi dapat dirasakan sebagai warisan nilai budaya yang masih disikap prilakukan oleh pemilik budaya itu.<br />Sifat terbuka akan terasa bagi yang sudah akrab dan menahan diri pada pergaulan yang masih umum. Misalnya seorang Batak penganut agama Kristem akan merasa tidak sopan menyebut babi apabila ada yang beragama Islam disekitarnya. Sebutan penghormatan diadakan dengan menyebut b-dua yang maksudnya babi dan b-satu yang maksudnya biang atau anjing.<br />Babi dua b-nya dan biang satu b-nya. Nilai yang terdapat dalm sebutan itu bahwa orang Batak selalu memilih bahasa yang halus untuk menghormati sekitarnya.<br />Banyak kata – kata lain yang tumbuh sedemikian rupa akibat pencarian bahasa agar orang lain tidak tersinggung. Apabila orang Batak berusaha demikian maka orang Batak pun mengharapkan yang demikian pula. Tetapi apabila perasaan demikian tidak mendapat penghormatan dari sekitarnya maka akan timbullah kekasaran terbuka yang mengakibatkan tiada batas tindakannya.<br />Memang adalah sangat baik mempelajari sopan santun kekerabatan sesuai dengan istilah kekerabatan itu agar terdapat tenggang rasa satu sama lain dalam wujud kerukunan suku – suku bangsa di Indonesia.<br />Manat unang tartuktuk nanget unang tarjollung. Maksudnya hendaklah dalam setiap pergaulan dalam bentuk hati – hati agar jangan terjerumus kepada bentuk kekerasan. Hendaklah segala tindakan dipikirkan lebih dahulu baru dilakukan agar jangan ada silang – sengketa pada hubungan sosial budaya antara sesama manusia. Sebab itu hubungan sopan – santun pada istilah ke kekerabatan berikut ini hendaklah dipahami dalam – dalam sebagai dasar bersosial budaya dalam hubungan kekerabatan masyarakat Batak Toba adalah menjadi titik tolak berkomunikasi untuk sesamanya termasuk orang lain agar ada saling pengertian dalam hubungan suku – suku bangsa di Indonesia.<br />Karena tak kenal maka tak saying. Dengan mempergunakan budaya rasa kekerabatan Batak Toba akan dapatlah dirasakan perasaan khikmat apa yang terpatri pada hubungan kekerabatan itu dengan sikap yang dilakukan. </div>Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-22279831753359513002009-09-01T03:17:00.000-07:002011-12-04T23:10:59.452-08:00Bagaimanan Sopan Santun Dalam Kehidupan Orang BatakMenyebut dan memanggil nama asli seseorang masyarakat Batak Toba hanya terbatas dari yang mengayomi kepada yang diayomi dan kepada anak – anak yang belum berkeluarga. Menyebut dan memanggil nama asli seseorang yang sudah berkeluarga tidak mengandung sopan santun dan orang yang mempunnyai nama tersebut akan tersinggung dan kelaurganya merasa terhina karena mereka masih dianggap anak – anak. Sesame anak – anaklah yang diperkenankan memanggil nama asli satu sama lain.<br />Itupun harus dilihat berdasarkan tingkat kelahiran kekerabatan.<br />Misalnya seseorang anak namanya si Togap dan seorang anak lain namanya si Togar. Apabila si Togap dalam keluarga itu pada tingkat kelahiran adalah adik dari ayah si Tagor maka si Togar dikatakan tidak sopan apabila Si Tagor berani menyebut atau memanggil nama si Togap. Untuk memanggil si Togap oleh si Tagor harus memakai istilah kekerabatan dengan amang uda. Si Togar dapat menyebut dan memanggil nama si Togar, karena tingkat kelahiran si Togap lebih tua atau lebih tinggi dari si Togar, walaupun ,isalnya si Tagor lebih tua dari si Togap. Tingkat kelahiran atau strasifikasi sosiallah yang menentukan siapa – siapa yang dapat menyebut dan memanggil nama asli seseorang. Itulah sebabnya memberi nama dalam keluarga jangan ada yang sama pada keluarga itu sampai melingkupi keluarga luas.<br />Seseorang yang sudah berkeluarga sebelum mempunyai anak ia beri nama gelar dari anak abangnya. Misalanya si Togap tadi apabila sudah kawin ia diberi nama gelar dari nama adik si Togar, kita katakana saja si Ulina. Maka nama gelar si Togap berobah menjadi Amani Ulina.<br />Gelar itulah yang dipergunakan untuk memanggil si Togap, baik oleh ayah si Togap maupun oleh abang – abangnya. Tidak wajar lagi abang – abang atau ayah – ibu si Togap memanggil nama Togap, cukuplah dengan Amani Ulina saja, walupun abang – abang dan orang tuanya masih boleh menyebut dan memanggil nama aslilnya.<br />Jika abang – abang atau kakak – kakak dan ayah ibu si Togap masih memanggil nama Togap sebagaimana panggilan pada masa kanak – kanak., isteri si Togap akan marah dan tersinggung dengan perasaan bahwa karena suaminya itu masih anak – anak.<br />Untuk memangngil Amani Ulina oleh anak – anak abang atau anak kakaknya tidak boleh dengan gelar nama itu, cukup dengan istilah kekerabatan itu yaitu amanguda oleh anak abangnya dan tulang oleh anak kakaknya.<br />Mungkin amanguda dan tulanng mereka banyak, amanguda dan tulangn mana yang dimaksud. Untuk memberi informasi boleh menyebut nama amanguda-nya itu dengan sebutan amanguda. Si Ulina tidak boleh menyebut dengan amanguda Amani Ulina, apalagi untuk memanggil nama gelar itu adalah sangat pantang.<br />Termasuk isteri Amani Ulina tidak wajar memanggil suaminya dengan Amani Ulina tetapi harus dengan Amang ni si Ulina atau dengan ale. Demikian juga Amani Ulina tidak wajar memanggil isterinya dengan Nai Ulina, yang wajar untuk memanggil isterinya adalah dengan Inang ni si Ulina atau ale juga untuk sesame suami isteri memanggil dengan ale. Abang – abang dan ayah Amani Ulina tidak wajar pula menyebutkan nama gelar Nai Ulina, tetapi harus menyebut dengan nasida ni Amani Ulina maksudnya isteri Amani Ulina. Demikian pula Amani Ulina dan Nai Ulina yang boleh menyebut nama gelar abang dan kakak iparnya tidak boleh menyebut nama gelar abang dan kakak iparnya tidak boleh menyebut Aman Togar atau Nan Togar tetapi harus dengan dahahang doli amangn si Togar oleh Nai Ulina. Terhadap Nan Togar mereka menyebut angkang boru si Togar.<br />Demikianlah sebutan dan panggilan didalam keluarga sampai kelaurga luas dan panggilan semarga bergantung pada stratipikasi sosial keluarga itu.<br />Apabila Amani Ulina sudah mempunyai anak dan diberi namanya si Maringan maka nama gelarnya berobah menajadi Amani Maringan dan isterinya menajadi Nai Maringan. Jika Amani Ulina dan Nai Ulina serasi memakai nama gelar anak abangnya itu boleh saja terus memakainya tidak memakai nama anaknya sendiri. Tetapi adalah lebih baik apabila memakai nama gelar anaknya sendiri.<br />Nama gelar ini diambil dari anak sulung atau putrid sulung tiap keluarga kecuali oleh yang memakai seperti Amani Ulina dapat mengambil dari anak kedua dan seterusnya. Pengaruh pemberian nama gelar ini oleh satu keluarga mengobah pula dengan nama gelar vertikal keatas. Jika ayah Togar anak sulung dan si Togar pula anak sulung juga ayah si Togar mempunyai gelar Aman Togar dan ibunya Nai Togar maka ayah Aman Togar berobah menjadi Ompu Togar Doli dan ibu dari Aman Togar menjadi Ompu Togar Boru.<br />Nama gelar ini adalah untuk panggilan umum sebagai ganti panggilan nama asli. Sudah kita katakan bahwa tidak sopan memanggil atau menyebut nama seseorang yang telah berkeluarga kalau tidak pada tempatnya. Dalam pemanggilan nama gelar seseorang ini adapula variasinya dengan ketentuan, apabila yang menyebut atau yang memanggil itu lebih tinggi stratipikasi sosialnya, nama gelar itu boleh langsung disebut. Dan apabila ia yang menyebut memanggil itu terdapat budaya rasa yang harus sungkan kepada yang akan disebut maka untuk memanggilnya harus didahului dengan istilah kekerabatan, baru disambung dengan si dan seterusnya dengan nama yang menjadi gelar. Misalnya untuk Nai Maringan oleh haha doli harus menyebutnya nasida inanta si Maringan dan sebaliknya Nai Maringan mau menyebut nama haha dolinya tidak boleh dengan Amani Tagor harus dengan nasida amanta si Tagor, yang sejajar stratipikasi sosialnya boleh juga menyebut nama gelar, tetapi tidak enak rasanya dalam budaya rasa sebab itu untuk memperluasnya harus didahului istilah kekerabatan pakai ni dan seterusnya si baru nama gelar yang dipakai.<br />Misalnya isteri terhadap suami dan sebaliknya seperti Nai Maringan terhadap Amani Maringan adalah lebih baik menyebut amang ni si Maringan dan sebaliknya Amani Maringan terhadap Nai Maringan harus atau lebik baik dengan inang ni si Maringan. Sesame saudara demikian untuk menyebut atau memanggilnya kecuali dalam budaya rasa terdapat ada rasa sungkan karena hubungan didalam kekerabatan, kelak berikut ini akan dijelaskan.<br />Dalam menyebut – nyebut nama asli dan nama gelar atau memanggil adalah sensitive bagi masyarakat Batak Toba, apabila tidak pada tempatnya. Bahkan anak – anak akan berkelahi sungguh – sungguh apabila nama asli atau nama gelar ayahnya disebut – sebut.<br />Jika demikian untuk apa nama itu diberikan kepada seseorang kalau tidak untuk disebut dan untuk dipanggil. Inilah budaya rasa masyarakat Batak Toba, bahwa pantang menyebut nama yang sudah digolongkan terhormat, nama asli itu sudah dianggap sacra bagian pribadi dan yang mempunyai “ Mana ”<br />Adalah pantang menyebut – nyebut nama yang telah dianggap suci. Nama pribadi, nama tempat yang telah dianggap suci itu tidak boleh disebut harus diganti dengan sebutan nama gelar, gelar namartua dan ompunta.<br />Misalnya adalah tabu menyebut – nyebut Debata yaitu Tuhan Allah. Untuk menyebut Debata diganti dengan menyebut Ompuntai, pada hal ompu adalah nenek, ompunta artinya nenek kita, tetapi Ompuntai maksudnya adalah Debata atau Allah. Nama asli itu adalah untuk identitas bukan untuk disebut.<br />Boleh juga nama asli itu disebut tetapi pada tempatnya. Untuk mencegah kekeliruan penyebutan nama asli seseorang, karena penyebutannya misalnya tidak pada tempatnya maka masyarakat Batak Toba memperkenalkan dirinya hanya dengan huruf permulaan nama aslinya baru dilanjutkan dengan marga, misalnya Dj. Gultom yang untuk penulis kepanjangannya Djalaut Gultom. Tak dapat diingkari bahwa dalam pergaulan sehari – hari ada saja pertemuan atau perjumpaan masyarakat Batak Toba dengan suku – suku lain di Indonesia. Dari pada menimbulkan sakit hati dari kawan bertemu atau sahabat atau orang lain yang menyebut nama aslinya, karena kawan itu belum memahami arti dan khikmat nama asli berdasarkan budaya Batak Toba dari pada sakit hati lebih baiklah mendekkan nama aslinya dan melamjutkan dengan marga untuk memperkenalkan dirinya.<br />Inilah sebabnya masyarakat Batak Toba memperkenalkan diri dengan permulaan nama dan marganya. Sering didengar apabila mayarakat Batak Toba memperkenalkan dirinya dengan cara itu, ada satu tuduhan bahwa Batak Toba itu menonjol – nonjolkan puaknya dan bersifat kedaerahan. Bukan demikian halnya. Memperkenalkan diri dengan permulaan nama dan marga itu adalah disebabkan bahwa penyebutan nama asli pada masyarakat Batak Toba yang tak pada tempatnya dianggap suatu penghinaan.<br />Kedua, memperkenalkan diri dengan marga, adalah satu usaha untuk mengetahui dimana keberadaan seseorang pada perjumpaan itu sesuai dengan falsafah Dalihan Na Tolu. Memperkenalkan diri dengan marga adalah merupakan titik tolak untuk berkomunikasi berdasarkan Dalihan Na Tolu.<br />Menyebut dan memanggil seseorang dengan marganya adalah merupakan sikap – sikap sopan yang dianggap hormat bagi masyarakat Batak Toba. Jika ingin bersahabat dengan masyarakat batak Toba panggillah ia dengan marganya tidak dengan nama aslinya. Apabila seseorang masyarakat Batak Toba dipanggil dengan nama aslinya bukan dengan marganya, kalaupun ia menyahut dapat dipastikan bahwa ada rasa tidak enak terselip dalam hatinya. Apabila pemanggilan nama asli itu terus berkelanjutan ia akan meminta agar dipanggil dengan marganya.<br />Jika panggilan itu masih terus berdasarkan nama aslinya ia akan marah dan mungkin akan mengamuk, karena ia akan merasa dihina masih anak – anak lagi.<br />Memang aneh juga prihal panggilan diri masyarakat Batak Toba ini. Apabila panggilan atau sebutan sesama semarga, menyebut dan memanggil mereka dengan marganya pada masyarakat Batak Toba adalah tidak enak atau tidak wajar. Saya sendiri bermarga Gultom memanggil orang lain dengan Gultom, maka perasaan yang saya panggil dengan Gultom itu tidak enak. Dia akan bertanya apa rupanya marga saya.<br />Apabila saya sebutkan bahwa saya juga Gultom, dia akan menyindir apakah saya tidak tau adat sopan santun. Untuk memanggil sesama semarga tidak enak memanggilnya dengan marganya, karena itu adalah pertanda perasaan khikmat agak jauh dalam budaya rasa kekerabatan panggilan sesama semarga adalah dengan istilah kekerabatan atau dengan menyebut nama- gelar yaitu Amani Polan misalnya.<br />Memanggil seseorang dengan marganya, atau menannya seseorang dengan marganya atau mencari seseorang dengan menyebut marganya, sasaran belum terarah betul. Seseorang mencari saya dan menyebutnya pak Gultom. Apabila yang ditanya tidak mengenal saya maka ia akan bertanya : Gultom banyak pak, Gultom mana yang bapak maksud. Apabila yang mencari itu bukan Batak, iapun akan heran pula, berapa rupanya Gultom, karena selama ini ia menganggap Gultom itu adalah nama yang bersangkutan. Untuk mengetahui identitas seseorang Batak dengan identitas marga, lengkapilah identitas itu dengan nama tempat, pekerjaan, asalnya dan nama aslilnya. Apabila kita mencari seseorang dengan marganya, yang memberi informasi akan bertanya :<br />Yang dari mana pak ? O… yang tinggal di Jalan Turi, yang di tanya mungkin belum jelas, maka ia akan bertanya : apa pekerjaan pak ? yang kerja di pendidikan jalan Cik di Tiro itu. Masih belum jelas bagi yang memberi informasi. Dari mana asalnya pak ? Dari Ajibata, O… bapak tua si Ben, santabi pak namanya Djalaut Gultom. Ya, ya, ya memang itu namanya.<br />Jika yang itu adalah amang tuaku sekarang mereka tidak disini karena berpergian. Rumahnya di Jalan Turi 38 Medan Pak. Maafkan saya Pak, yang saya tau amang tua itu masih di Tarutung rupanya sudah pindah ke Medan, dari sinilah bapak pak akan bapak jumpai rumahnya nanti. Terima kasih.<br />Penyebutan nama asli itu diperkenankan asalkan pada tempatnya seperti dialog tadi. Dan menyebutnya pun harus diketahui perkatan santabi yang artinya maaf baru menyebut nama asli itu oleh yang merasa sungkan kepada yang akan disebut. Tetapi bagi yang mengayomi artinya stratipikasi sosialnya lebih tinggi dapat saja menyebutnya tanpa didahulukan perkataan santabi.<br />Seseorang laki – laki, berjumpa dengan laki – laki lain semarga dengan ibu orang pertama tadi, ia akan memanggil laki – laki lain itu dengan tulang, tidak menjadi soal apakah laki – laki lain itu masih anak – anak atau sudah ujur.<br />Sebaliknya laki – laki lain itu akan membalas dengan panggilan amang boru kepada seseorang itu bukan dengan panggilan bere. Jadi panggilan tulang dan amang boru dalam hal ini adalah panggilan kehormatan.<br />Jika dilihat dari sistem kekerabatan apabila seseorang memanggil yang lain dengan tulang mak balasan panggilan adalah bere yaitu panggilan kemanakan kepada paman dan balasan panggilan bere dari paman kepada kemanakan. Hal ini baru terasa enak apabila keluarga itu masih dekat. Dalam hal yang bersifat umum, panggilan tulang hendaklah dibalas dengan panggilan amang boru.<br />Kesimpulan yang dapat diambil dalam hal menyebut, memanggil nama asli nama gelar istilah kekerabatan, bergantung kepada stratipikasi sosialnya dan jauh dekatnya budaya rasa atau perasaan khikmat kekerabatan yang bersangkutan. Amksudnya apabila dirasa hubungan itu akrab dan bersahabat boleh juga menyebut nama aslinya dan apabila menyangkut budaya rasa dan perasaan khikmat, dalam batas – batas umum sebaliknya ia disebut dan dipanggil dengan marganya.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-19036175476842324462009-09-01T03:16:00.001-07:002011-12-04T23:16:42.317-08:00Budaya Rasa, Perasaan Khikmat dan Sopan Santun Kekerabatan Masyarakat Batak TobaHoras adalah salam masyarakat Batak Toba tehadap sesamanya dan orang lain serta ungkapan pengharapan hati kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar selamat sejahtera, rohani dan jasmani. Salam dan ungkapan Horas ini adalah budaya rasa, perasaan hikmat dan sopan santun masyarakat Batak Toba. Dari pada asal mula perkatan horas ini baiklah kita coba menganalisa dari ungkapan di bawah ini.<br />Horas Ma Hita mandingin pir ma tondi matogu.<br />Terjemahan:<br />Selamatlah kita dalam kesejukan, keraslah roh dalam kekukuhan. Maksudnya selamat sejahteralah jasmani dan kukuh kuatlah rohani.<br />Apabila dibandingkan perkataan horas dengan perkataan pir maka perkataan horas itu berasal dari perkataan koras yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah keras serupa artinya dengan perkataan pir yang artinya juga adalah keras, kuat atau kukuh dalam bahasa Indonesia.<br />Kesimpulan perkataan horas itu berasal dari perkataan koras yang artinya keras, kukuh dan kuat. Perobahan keras menjadi horas adalah kebiasaan Batak Toba yang membunyikan k dengan h karena pada Batak Toba huruf k itu dibunyikan dengan h.<br />Sopan santun kekerabatan masyarakat Batak Toba kita mulai dengan salam horas, memang demikianlah hendaknya, karena sikap perilaku sopan santun tersebut berpengharapan agar selalu sehat sejahtera jasmani dan rohani sesuai dengan pengharapan pandangan hidup berdasarkan budaya rasa Dalihan Na Tolu.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-30567336340098712132009-09-01T03:14:00.000-07:002011-12-04T23:16:07.216-08:00Istilah dan Panggilan Partuturan Kekerabatan Batak TobaUntuk mempermudah pemahaman istilah kekerabatan dan panggilan kekerabatan masyarakat Batak Toba adalah lebih baik apabila kita membuat contoh dan di mulai dari keluarga Batih atau keluarga inti. Misalnya Amani Ucok dengan isterinya Nai Ucok mempunyai enam anak, tiga laki – laki dan tiga perempuan. Keenam bersaudara adalah seayah – seibu disebut saama – saina.<br />Anak – anak memanggil ayahnya amang dan memanggil ibunya inang. Sesama saudara laki – laki dinamai marhaha – maranggi. Yang abang memanggil adiknya anggi atau anggia dan adiknya memanggil abangnya hahang atau dahahang atau angkang.<br /><br />Sesama saudara perempuan dinamai marpariban. Yang kakak memanggil adiknya anggi dan adiknya memanggil kakaknya angkang. Sesama saudara laki – laki terhadap sesame saudara perempuan dinamai mariboto atai marito dengan panggilan timbal balik satu sama lain adalah ito.<br />Hubungan putra-putri Amani Ucok/Nai Ucok terhadap ayah-ibu Amani Ucok disebut marompang suhut dengan panggilan terhadap kakek laki – laki dengan ompung suhut doli dan terhadap nenek perempuan dengan ompung suhut boru, atau cukup dengan panggilan ompung oli terhadap kakek laki – laki dan ompung boru terhadap nenek perempuan. Dan seterusnya vertikal ke atas terhadap nenek ayah dan nenek dari nenek dan seterusnya cukup dengan panggilan ompung. Sebaliknya ayah ibu dari Amani Ucok terhadap putra – putri Amani Ucok – Nai Ucok di sebut Marpahompu dengan panggilan pahompu atau boleh juga dengan panggilan ompung juga. Jadi dapat dengan panggilan timbale balik yaitu ompung.<br />Hubungan putra – putri dengan kakek ayah disebut marama – mangulahi dengan panggilan satu sama lain timbal balik dengan istilah ompung.<br />Hubungan putra – putri Amani Ucok – Nai Ucok terhadap abang laki – laki Amani Ucok disebut maramang tua dengan panggilan amang tua dan terhadap isteri amang tua disebut marinang tua dengan panggilan Inang tua.<br />Sebaliknya hubungan amang tua – inang tua terhadap putra – putri amani ucok nai ucok disebut maranak dengan panggilan anaha terhadap putra dan boru putri. Hubungan putra – putri Amani Ucok – Nai Ucok terhadap adik perempuan Nai Ucok disebut marinanguda-pariban dengan panggilan inanguda dan terhadap suaminya disebut maramanguda-pariban dengan panggilan amanguda.<br />Sebaliknya inanguda-amanguda pariban terhadap putra-putri Amani Ucok-Nai Ucok disebut maranak ni paribu terhadap putra dengan panggilan anaha dan marboru ni pariban terhadap putri dengan panggilan boru.<br />Hubungan putra-putri Amani Ucok terhadap orang tua Nai Ucok disebut Marompungabao dengan panggilan ompungbao doli kepada laki – laki dan ompungbao boru terhadap perempuan atau cukup dengan panggilan ompung saja. Hubungan Amani Ucok terhadap isteri abangnya disebut marangkang boru dengan panggilan angkang boru atau angkang saja.<br />Sebaliknya hubungan isteri abang terhadap Amani Ucok di sebut maranggi doli dengan panggilan anggi atau anggia. Hubungan Amani Ucok terhadap isteri adiknya disebut maranggi boru, dengan panggilan nasida anggi boru atau dengan inang atau hamu inang. Sebaliknya hubungan isteri adik terhadap Amani Ucok disebut marhaha doli atau mardahahangdoli dengan panggilan nasida hahadoli, nasida dahahangdoli atau dengan amang atau hamu amang. Dengan demikian halnya akan diterangkan kelak pada sopan – santun kekerabatan masyarakat Batak Toba.<br />Hubungan Amani Ucok terhadap suami – suami saudara – saudara perempuan disebut marlae-boru dengan panggilan lae. Sebaliknya suami – suami saudara – saudara perempuan Amani Ucok terhadap Amani Ucok disebut marlae tunggane dengan panggilan lae saja atau tunggane atau hamu lae atau hamu tunggane.<br />Hubungan Amani Ucok terhadap saudara – saudara perempuan Nai Ucok disebut marpariban dengan panggilan angkang terhadap kakak Nai Ucok dan anggi terhadap adik Nai Ucok. Sebaliknya hubungan kakak Nai Ucok terhadap Amani Ucok disebut maranggi pariban dengan panggilan anggi dan hubungan adik perempuan Nai Ucok terhadap Amani Ucok disebut marangkang pariban dengan panggilan angkang.<br />Hubungan Amani Ucok terhadap isteri saudara – saudara laki – laki Nai Ucok disebut marinangbao dengan panggilan nasida inang bao atau hamu inangbao atau inang bao atau nasida inanta. Sebaliknya hubungan inangbao terhadap Amani Ucok disebut maramangbao dengan panggilan nasida amang bao atau hamu anang bao atau amang bao atau amang atau nasida amanta.<br />Hubungan Amani Ucok terhadap suami – suami dari saudara – saudara perempuan Nai Ucok disebut marpariban dengan pangilan angkang terhadap suami kakak Nai Ucok dan anggi terhadap suami adik perempuan Nai Ucok. Sebaliknya suami kakak Nai Ucok memanggil anggi terhadap Amani Ucok dan angkang oleh suami adik perempuan Nai Ucok.<br />Hubungan Nai Ucok terhadap terhadap abang laki – laki Amani Ucok disebut marhaha doli atau mardahahangdoli dengan panggilan nasida haha doli atau nasida dahahang doli atau cukup dengan amang atau hamu amang atau nasida amanta dahahang doli. Sebaliknya hubungan abang Amani Ucok terhadap Nai Ucok disebut maranggi boru dengan panggilan nasida anggi boru atau cukup dengan inang atau hamu inang atau nasida inanta anggi boru. Hubungan Nai Ucok terhadap isteri abang Amani Ucok disebut marangkang boru dengan panggilang angkang boru atau angkang dan boleh pula dengan inang. Sebaliknya isteri abang Amani Ucok terhadap Nai Ucok disebut maranggi bukan maranggi boru dengan panggilan anggi.<br />Hubungan Nai Ucok terhadap adik laki – laki Amani Ucok disebut maranggi bukan maranggi doli dengan panggilan anggi. Sebaliknya hubungan adik laki – laki Amani Ucok terhadap Nai Ucok disebut marangkang boru dengan panggilan angkang. Hubungan Nai Ucok terhadap isteri adik laki – laki Amani Ucok disebut maranggi bukan maranggi boru dengan panggilan anggi. Sebaliknya hubungan isteri adik Amani Ucok terhadap Nai Ucok disebut marangkang boru dengan panggilan angkang atau dengan inang.<br />Nai Ucok isteri Amani Ucok beserta isteri – isteri saudara Amani Ucok disebut paniaran keluarga Amani Ucok dengan panggilan kumpulan untuk itu oleh pihak lain adalah paniaran keluarga Amani Ucok.<br />Sebagai contoh, semua wanita yang bersuamikan marga Gultom disebut atau dipanggil paniaran ni Gultom.<br />Hubungan Ni Ucok terhadap saudara perempuan Amani Ucok disebut mareda dengan panggilan eda dan sebaliknya demikian pula timbal balik atau satu sama lain. Hubungan Nai Ucok terhadap suami saudara perempuan Amani Ucok disebut maramangbao dengan panggilan baoniba atau amangbao, atau amang. Sebaliknya hubungan suami saudara perempuan Amani Ucok terhadap Nai Ucok disebut marinangbao dengan panggilan baonami atau inang bao atau inang. Hubungan perempuan dengan isteri saudara laki – laki disebut mareda dengan panggilan eda timbal balik satu sama lain.<br /><br />Istilah bao dapat diganti dengan istilah besan. Jadi maramang bao serupa dengan maramang besan atau marbao serupa dengan marbesan.<br /><br />Hubungan putra Amani Ucok terhadap putra dari abangnya adalah marampara dengan panggilan umum ampara dan hubungan yang lebih khusus mereka disebut marhaha maranggi dengan panggilan yang lebih khusus anggia atau anggi oleh putra Amani Ucok terhadap putra abangnya dan anggia oleh putra abangnya terhadap putra Amani Ucok.<br /><br />Demikian pula hubungan putra Amani Ucok terhadap putra terhadap putra adiknya disebut marampara dengan panggilan umum amapara. Dalam hubugan yang lebih khusus mereka disebut marhaha maranggi dengan panggilan yang lebih khusus anggi oleh putra Amani Ucok terhadap putra adiknya dan sebaliknya panggilan dahahang atau hahang oleh putra adik terhadap putra Amani Ucok.<br /><br />Hubungan putra Amani Ucok terhadap putri abang dan adik disebut maribo atao marito dengan panggilan ito satu sama lain timbal balik. Jelasnya hubungan putra-putri sesama saudara laki – laki disebut mariboto atau marito dengan panggilan ito tadi.<br /><br />Hubungan putri Amani Ucok terhadap putri abang-adiknya disebut marpariban dengan panggilan angkang dan anggi atau anggia sesuai dengan keadaan tingkat kedudukan orang tua mereka, siapa yang anbangan dan siapa yang adikan. Jelasnya hubungan anak – anak putri dari sesame saudara laki – laki disebut marpariban dengan panggilan angkang dan anggia dari keluarga senenek itu. Malahan hubungan putri semargapun disebut juga marpariban dengan panggilan tadi. Demikian pula dengan putra atau anak laki – laki semarga disebut pula marhaha maranggi atau mardongan sabutuhan dengan panggilan yang tadi pula sesuai dengan tingkat kedudukan marga mereka masing – masing mana abangan dan adikan.<br /><br />Hubungan anak laki – laki Amani Ucok dengan anak laki – laki dari saudara perempuan Nai Ucok adalah marlae dengan panggilan satu sama lain dengan panggilan lae dengan ketentuan anak Amani Ucok laki – laki adalah lae hula – hula ( lae tunggane ) dari anak laki – laki saudara perempuan si Amani Ucok dan sering pula disebut bahwa putra dari Amani Ucok tadi adalah parrajaon dari putri saudara perempuan Amani Ucok.<br />Sebaliknya putra saudara perempuan Amani Ucok terhadap putra Amani Ucok adalah marlae boru atau sering disebut parboruon. Hubungan putra Amani Ucok dengan putrid saudara perempuan Amani Ucok adalah marito dengan panggilan ito satu sama lain.<br />Hubungan putri Amani Ucok terhadap putra saudara perempuan Amani Ucok adalah marpariban dengan panggilan pariban satu sama lain dengan hubungan yang lebih khusus putri Amani Ucok maranak ni amboru terhadap anak laki – laki saudara perempuan dari Amani Ucok adalah marboru ni tulang terhadap putri Amani Ucok dengan panggilan boru ni tulang atau pariban.<br />Hubungan putri Amni Ucok dengan putrid saudara perempuan Amani Ucok adalah mareda dengan panggilan eda satu sama lain. Dari penjelasan – penjelasan di atas hubungan kekerabatan anak – anak Amani Ucok dengan isterinya Nai Ucok dengan anak – anak saudara – saudara Amani Ucok baik saudara perempuan terutama anak saudara laki – laki adalah satu nenek dengan istilah Saompu.<br />Hubungan putra Amani Ucok dengan putra saudara laki – laki Nai Ucok adalah marlae dengan panggilan lae, dan dalam hubungan yang lebih khusus putra Amani Ucok marlae tunggane atau marlae hula – hula terhadap putra saudara laki – laki Nai Ucok dan sebaliknya putra saudara laki – laki Nai Ucok terhadap putra Amani Ucok terhadap putra Amani Ucok adalah marlae boru atau parboruan atau pamoruon.<br />Hubungan putra Amani Ucok dengan putri saudara laki – laki Nai Ucok adalah marpariban dengan panggilan pariban dan di dalam hubungan yang lebih khusus adalah marboru ni tulang dan siperempuan maranakni amboru terhadap anak laki – laki Amani Ucok dengan panggilan anak ni namboru.<br />Hubungan putri Amani Ucok dengan putra saudara laki – laki Nai Ucok adalah mariboto atau marito dengan panggilan ito timbale balik.<br />Hubungan putri Amani Ucok dengan putri saudara laki – laki Nai Ucok adalah mareda dengan panggilan eda timbale balik. Sengaja hubungan ini dibuat lebih terperinci supaya pada tulisan berikutnya lebih mudah untuk memahaminya.<br />Bagaimana kedudukan Amani Ucok menjadi hula – hula dari saudaranya perempuan dan menjadi boru dari saudara laki – laki isterinya.<br />Demikianlah hubungan anak laki – laki dari Amani Ucok menjadi Lae tunggane dari putra anak saudara perempuan Amani Ucok dan menjadi lae boru terhadap putra saudara laki – laki isteri Amani Ucok.<br />Dengan penjelasan ini bagaimana hubungan anak – anak saudara perempuan Amani Ucok terhadap saudara laki – laki Nai Ucok ?. Anak dari saudara perempuan Amani Ucok terhadap saudara laki – laki Nai Ucok adalah martulang mangihut atau martulang rorobot artinya tutur berpaman mengikuti anak – anak pamannya yang berpaman kepada saudara laki – laki Nai Ucok dengan panggilan tulang juga.<br />Bagaimana hubungan anak – anak Amani Ucok terhadap anak – anak saudara laki – laki Nai Ucok demikian pulalah hubungan anak – anak saudara – saudara Amanni Ucok terhadap anak – anak saudara laki – laki Nai Ucok kecuali anak saudara perempuan Amani Ucok demikian timbale balik.<br />Hubungan Amani Ucok dengan ayahnya adalah maramang dengan panggilan amang dan terhadap ibunya marinang dengan panggilan inang. Sebaliknya ayah – ibunya dengan hubungan maranak dengan panggilan anaha atau dengan namanya. Hubungan Amani Ucok dengan ayah dari bapaknya dan ibu dari bapaknya adalah marompung dengan panggilan ompung dan sebaliknya ompungnya marpahompu kepadanya dengan panggilan pahompu. Hubungan Amani Ucok dengan kakek dari bapaknya adalah marama mangulahi dengan panggilan ompung juga. Demikian dengan timbale balik dari ompung ke cucunya dengan istilah maranak mangulahi dengan panggilan ompung atau pahompu.<br />Hubungan Nai Ucok terhadap orang tua Amani Ucok adalah marmsimatua dan dengan hubungan yang lebih khusus adalah marsimatua doli terhadap mertua laki – laki dengan panggilan amang simatua atau amang saja dan marsimatua boru terhadapa mertua perempuan dengan panggilan inang simatua atau inang saja atau namboru. Sebaliknya hubungan orang tua Amani Ucok terhadap Nai Ucok adalah marparumaen atau bermenantu dengan panggilan inang parumaen oleh mertua laki – laki dan anggi oleh mertua perempuan.<br />Hhubungan Nai Ucok terhadap kakek Amani Ucok atau kakek ayah Amani Ucok adalah serupa mengikuti suaminya Amani Ucok dan sebaliknya.<br />Demikianlah sistem kekerabatan suku Batak hanya 4 generasi vertikal ke atas.<br />Hubungan turunan seayah – seibu dinamai saama, hubungan turunan satu ayah dengan berbeda ibu dinamai saama pulik ina artinya satu ayah lain ibu. Hubungan turunan satu kakek dinamai saompu dan hubungan turunan kakek dari ayah beserta saudara – saudaranya adalah saompu parsadaan.<br />Hubungan Amani Ucok dengan orang tua Nai Ucok adalah marsimatua dengan hubungan yang lebih khusus terhadap mertua laki – laki adalah marsim,atua doli dengan panggilan amang simatua atau amang saja dan terhadap mertua perempuan adalah marsimatua boru dengan panggilan inang simatua atau inang saja.<br />Semua keluarga Nai Ucok dari garis laki – laki adalah hula – hula dari Amani Ucok dengan panggilan hula – hula. Sebaliknya hubungan orang tua Nai Ucok terhadap Amani Ucok adalah marhela dengan panggilan amanghela atau hela atau amang saja. Hubungan Amani Ucok terhadap saudara laki – laki ibunya adalah martulang dengan panggilan tulang terhadap paman laki – laki dan nantulang terhadap istri tulang. Sebaliknya tulang dan nantulangnya adalah maribebere dengan panggilan ibebere atau bere.<br />Jadi bolehlah dikatankan bahwa marsimatua dabn martulang adalah sejajar tetapi hubungan hikmatnya terasa ada perbedaanya. Hubungan Nai Ucok terhadap tulang Amani Ucok adalah maramang bukan martulang seperti Amani Ucok karena Nai Ucok sendiri dianggap adalah boru juga dari paman Amani Ucok.<br />Bagaimana hubungan maranak – marboru demikianlah hubungan Nai Ucok terhadap paman Amani Ucok malahan Nai Ucok lebih hormat terhadap tulang Amani Ucok. Hubungan Amani Ucok dengan mertuanya atau dengan turunan mertuanya adalah marhula – hula dengan panggilan seperti yang kita tulis terdahulu. Hubungan Amani Ucok dan saudara – saudaranya sama terhadap saudara laki – laki dari ibunya adalah martulang dengan panggilan timbale balik seperti tulisan terdahulu.<br />Hubungan Amani Ucok dan saudara – saudara saompu terhadap turunan saudara – saudara laki – laki dari neneknya adalah marbona tulang dengan panggilan tulang sebaliknya bona tulang memangngil dengan amang boru. Tidak menjadi soal besar atau kecil, kawin atau belum kawin pangilan ini sama saja.<br />Hubungan Amani Ucok dan saudara – saudara saompu parsadaan atau saama mangulahi terhadap turunan saudara laki – laki isteri kakek ompu parsadaan adalah marbona ni ari dengan panggilan tulang juga atau tulang rajanami dan sebaliknya turunan bona ni ari memanggil dengan amang boru tidak persoalan kecil dan besar, kawin atau tidak kawin sama saja asal laki – laki. Hubungan Amani Ucok dan saudara –saudaranya saama terhadap saudara perempuan adalah marboru suhut dengan panggilan lae dan balasannya adalah tunggane.<br />Hubungan Amani Ucok dan saudara – saudara saama terhadap turunana saudara perempuan ayahnya adalah marboru tubu dengan panggilan amang boru atau lae dan panggilan balasan adalah tulang atau lae.<br />Hubungan Amani Ucok dan saudara – saudara saompu terhadapa turunan saudara – saudara perempuan kakeknya laki – laki adalah marboru natuatua dengan panggilan amang boru dengan panggilan balasan tulang dan panggilan ini sama saja terhadap yang kecil, besar, kawin atau yang belum kawin.<br />Hubungan Amani Ucok dan saudara – saudara saompu parsadaan terhadap turunan saudara perempuan dari kakek ompu parsadaan adalah marboru sihaboloan dengan panggilan amang boru dan panggilan balasan dengan tulang tidak menjadi soal besar, kecil, kawin belum kawin adalah sama asal laki – laki.<br />Dengan penjelasan ini dapatlah diketahui hubungan kekerabatan Suku Batak dengan Dalihan Na Tolu empat generasi vertikal keatas baik dari garis dongan tubu maupun dari garis hula – hula dan boru.<br />Apabila disambung – sambungkan kaitan ini hubungan ini terasa luas sekali tidak tergambarkan dengan tulisan. Sebagai misal apabila keluarga batih ( keluarga inti ) yang bersaudara banyak baik saudara laki – laki maupun saudara perempuan mempunyai turunan.<br />Sampai empat generasi vertikal ke bawah dalam hubungan, Dalihan Na Tolu akan ada isterilah Sabonaniari, sabona tulang, sada hula – hula. Karena bonaniari itu, bona tulang itu, tulang itu atau hula – hula itu mempunnyai banyak saudara perempuan yang kawin kepada keluarga marga lain. Walupun marganya berbeda boleh juga satu bonaniari. Demikian dengan yang bersaudara tentu kawin dengan perempuan tidak satu marga tentu hula – hula satu orang menjadi hula – hula dari orang bersaudara itu.<br />Demikian pula boru Sihaboloan, boru natuatua, boru tubu, boru suhut adalah banyak dari satu keluarga inti itu, membuat hubungan kaitan kekeluargaan ini secara horizontal sangat luas sekali. Disinilah peranan marga yang hendak dijelaskan lebih luas pada tulisan berikutnya.<br />Tetapi yang perlu diingat pada sistem kekerabatan Dallihan Na Tolu ini adalah siapa yang memegang pusat kegiatan atau suhut dalam satu kegiatan itulah yang menjadi titik tolak dengan sabutuha dan yang lain, hula – hula dan boru.<br />Adakalanya hula – hula itu menjadi boru dari suatu kegiatan dan sebaliknya boru itu mungkin menjadi hula – hula pada kegiatan lainnya.<br />Dan inilah sebabnya setiap suku Batak mengingat marga ibunya, marga nenek perempuan, marga isteri saudara – saudaranya marga suami saudara perempuan dan ayah dan nenek – neneknya dengan maksud agar dia dapat menentukan dimana kedudukannya pada suatu kegiatan.<br />Pada penjelasan terdahulu sering kita jumpai istilah pariban. Agar jangan mengkelirukan perlu dijelaskan bahwa : marpariban sesama perempuan adalah berkaka adik atau semarga. Marpariban sesama laki – laki asing bahwa isteri – isteri mereka adalah kakak adik atau semarga. Marpariban antara laki – laki dengan perempuan artinya adalah marboru ni tulang dan maranak ni namboru yang paling diperkenankan untuk kawin.<br />Di dalam hal panggilan berdasarkan istilah sistem kekerabatan boleh juga memanggil nama dengan aturan tertentu. Agar pannggilan ini tertuju kepada person yng lebih khusus maka setiap laki – laki atau perempuan yang sudah beranak diberi gelar dengan nama anaknya yng sulung.<br />Tidak menjadi soal apakah anaknya laki – laki atau perempuan.<br />Seorang laki – laki yang lahir sebelum diberi nama anak itu telah bernama si Bursok atau si Ussok sekarang ini popular dengan nama Ucok, dan jika perempuan namanya adalah si Tatap atau si Butet tetapi yang palingn popular adalah si Butet. Dengan demikian ayahnya akan digelari dengan Amani Ucok dan ibunya Nai Ucok jika anaknya laki – laki dan Amani Butet untuk ayah dan Nai Butet untuk ibu jika anak sulungnya perempuan.<br />Gelar ini akan segera berakhir jika anak sulungnya itu diberi nama. Jika anak sulungnya bernama Tagor maka ayahnya bergelar Aman Tagor atau Amani Tagor dan ibunya bergelar Nan Tagor atau Nai Tagor.<br />Status gelar kakeknya laki – laki pun berobah pula menjadi ompu Tagor Doli demikan nenek perempuan berobah menjadi ompu Tagor Boru.<br />Pengambilan gelar ini tidak boleh dari garis anak perempuan tetapi harus dari garis turunan laki – laki. Itulah sistem turunan suku Batak adalah patriniel. Pemberian gelar kepada nenek diambil dari anak sulung laki – laki. Anak sulung seorang nenek misalnya adalah perempuan dan anak ke dua adalah laki – laki. Walaupun anak sulung perempuan mempunyai anak sulung laki – laki dan anak sulung anak ke dua tadi adalah perempuan misalnnya bernama Ulima maka nama Ulima – lah yang berhak menjadi gelar orang tuanya dan neneknya yaitu, Amani Ulima bagi ayahnya dan Nai Ulima bagi ibunya serta ompu ni Ulima Doli bagi neneknya laki – laki dan ompu ni Ulima boru bagi neneknya perempuan.<br />Jika si Ulima belum lahir, sedang anak perempuan yang sulung sudah melahirkan gora misalnya, maka si kakek – nenek di gelar dengan panggilan ompung ni si Gora menandakan bahwa orang tua itu telah bercucu. Dalam hal gelar silsilah, nama adik laki – laki dari si Ulima – lah yang dipergunakan.<br /> Pemberian gelar ini perlu dipahami karena upacara adat ada sangkut pautnya dengan gelar tersebut. Pemberian gelar ini sering dilakukan dengan upacara – upacara adat dengan jamuan makan dengan upacara tertentu.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-3267071144115469672009-09-01T03:12:00.000-07:002011-12-04T23:11:41.511-08:00Prinsip Keturunan Batak TobaPrinsip keturunan masyarakat Batak Toba adalah patrinial. Maksudnya adalah bahwa baris turunan etnis adalah dari anak laki – laki.<br />Anak laki – laki memegang peranan penting dalam kelanjutan generasi. Artinya apabila seseorang tidak mempunyai anak laki – laki hal itu dapat dianggap napunu karena tidak dapat melanjutkan silsilah ayahnya dan tidak akan pernah lagi diingat atau diperhitungkan dalam silsilah.<br />Napulu artinya adalah bahwa generasi seseorang sudah punah tidak berkelanjutan lagi pada silsilah Batak Toba apabila tidak seseorang itu tidak mempunyai anak laki – laki. Sebagai pertanda dari prinsip keturuan Batak Toba adalah marga.<br />Marga ini adalah asal – mula nama nenek moyang yang terus dipakai dibelakang nama diri satu – satu garis turunan. Dan rentetan vertical turunan marga itu sejak nama nenek moyang sampai saat sekarang menumbuhkan Silsilah Batak Toba.<br />Silsilah Batak Toba adalah salah satu yang sangat unik di dunia ini. Kita katakana sangat unik, karena dalam kehidupan sehari – hari pada masyarakat Batak Toba marga memegang peranan penting untuk menempatkan dirinya berkomunikasi terhadap sesame masyarakat itu sesuai dengan Dalihan Na Tolu. Sebagai misal, penulis adalah bermarga Gultom, berjumpa dengan marga Gultom yang lain, lalu bersapaan. Saya sendiri adalah Gultom generasi ke XV dari Parpodang Tujuan Laut dan Gultom teman bicara tadi memperkenalkan dirinya adalah Gultom generasi XVI dari raja Martabu Tujuan Laut. Dalam sikap kami berdua, dia akan memanggil atau menyebut saya dengan sebutan amang tua dan saya menyebut dia anaha karena dia turunan Raja Martabu dan saya sendiri turunan Porpodang dimana dalam silsilah bahwa Raja Martabu adalah adik Raja Parpodang dari Gultom Tujuan Laut. Saya generasi XV sedang dia generasi XVI dari si Toga Gultom, berarti saya lebih tua dilihat dari generasi sebab itu ia memanggil bapa tua atau amang tua terhadap saya walaupun misalnya umur saya lebih muda dari padanya. Dan sikap prilaku kamipun dalam pembicaraan akan menyesuaikan diri pada silsilah si Toga Gultom sesuai dengan moral kekerabatan Dalihan Na Tolu.<br />Pada tulisan di muka telah disinggung tentang pengertian perkataan batak yang terdapat pada bahasa Batak bahwa suku Batak itu adalah suku Murni atau Suku Sejati atau Suku Asli.<br />Kesimpulan demikian diambil bahwa Sistem keturunan Suku Batak adalah patrinal yaitu berdasarkan turunan laki – laki secara vertical.<br />Tidak boleh suku lain menjadi suku Batak karena di batasi sistem kekerabatan Suku Batak itu sendiri yang terkenal dengan silsilah marga – marga. Kalaupun seseorang diperkenankan memakai marga sesuai dengan penabalan marga itu sendiri kepada yang bersangkutan, Suku Batak atau marga lain akan keberatan. Keberatan mereka beralasan bahwa tidak menyukai suku pendatang baru itu diakui sebagai abang dari marga yang ada pada suku Batak Toba. Misalnya seseorang ditabalkan oleh Marga Situmorang menjadi orang batak dengan memberi marga kepada yang ditabalkan berhak memakaimarga situmorang. Saya sendiri marga Gultom akan merasa keberatan memanggil abang kepada suku pendatang yang telah diSitumorangkan tadi. Hal ini pula akan terjadi dari marga Situmorang sendiri. Bertepatan Situmorang yang menebalkan tadi adalah turunan anak sulung dari Tuan Situmorang, dengan demikian turunan Toga Siregar nomor satu dan sampai yang bungsu akan memanggil Situmorang pendatang tadi dengan panggilan abang. Hal inilah yang tidak disukai marga Situmorang lainnya dimana dalam sistem kekerabatan tidak memperkenankan marga tabalan pendatang itu menjadi abangan. Pada saat pemberian marga itu pada seseorangn atau kelompok itu masalah itu tidak dipertimbangkan karena di pengaruhi emosi kegembiraan atau karena pemberian marga itu hanya sekedar penghormatan. Apabila orang yang telah ditabalkan tadi tetap memakai marga Situmorang dan demikian pula turunannya maka marga Situmorang yang menabalkan tadi sudah mewariskan pertentangan pada Situmorang menyeluruh.<br />Hal demikian yang terjadi sampai sekarang ini, terjadi pertentangan pandangan di beberapa marga akibat pengadopsian anak oleh nenek moyang marga itu dahulu dan memberi marga kepada anak yang diadopsi.<br />Sampai saat sekarang ini marga turunan anak yang diadopsi tadi merasa tersisih dalam kehidupan sistem kekerabatan dan perasan itu masih ada pada mereka bahwa mereka bukan asli. Justru dalam peradatan hal ini terasa bagi turunan yang dimargakan bahwa mereka seolah – olah tersisih dari kehidupan kekerabatan Suku Batak.<br />Walaupun tidak diungkapkan dengan cara terbuka oleh turunan marga asli tetapi melalui perjabaran hal ini terungkap pula. Tentu ada pertannyaan mengapa hal itu terjadi. Jawaban berbisik akan mengungkapkan bahwa marga orang tersebut adalah tidak asli atau orang itu adalah turunan adopsi bukan anak asli dari nenk moyang. Mak terungkalah penyakit lama tentang asal usul mereka yang tidak asli.<br />Garis turunan laki – laki memegang peranan penting pada sistem kemasyarakatan Batak Toba. Anak laki – laki adalah raja atau panglima yang tidak ada taranya pada kelompok keluarga.<br />Seseorang keluarga yang tidak mempunnyai anak laki – laki akan merasa bahwa hidupnya adalah hampa. Terasa bagi seseorang itu bahwa silsilahnya akan punah dari silsilah Siraja Batak dan namanya tidak akan pernah diingat atau disebut orang lagi.<br />Nasib anak perempuan yang tidak mempunnyai saudara laki – laki akan hambar, karena tidak ada lagi tempat bertautan perlindungan sesuai dengan Dalihan Na Tolu. Gambaran kesedihan ini tergambar dalam satu syair: molo matipul hole-mi solu maup tu dia nama ho solu, molo mate amantai boru tulambang dia nama ho boru, boru naso mariboto. Yang artinya : jika kayuhmu itu patah wahai sampan, hanyut ke manakah kau gerangan wahai sampan, jika ayahmu telah meninggal wahai putrid kejurang manakah kau gerangan akan terdampar wahai putrid, putrid yang tidak mempunnyai saudara laki – laki.yah nasib anak perempuan yang tidak mempunyai saudara laki – laki tidak berhak mendapat warisan dari orang tua yang dianggap punu atau punah tidak dapat melanjutkan silsilahnya. Anak perempuan demikian dinamai Siteanon yang artinya semua harta warisan ayahnya tidak boleh ada padanya harus diwarisi anak laki – laki dari bapa tua atau bapa udanya<br />Walaupun demikian halnya peranan anak perempuan anak perempuan sangat berperan pula pada sistem keturunan masyarakat Batak Toba. Dibelakang layar atau forum terbuka peranan boru atau anak perempuan itu nampak penonjolannya. Peranan boru atau anak perempuan itu sangat pokok untuk menyelesaikan setipa masalah yang timbul pada kelompok keluarga.<br />Masalah apa saja yang timbul pada kelompok keluarga harus dapat diatasi oleh boru itu sendiri. Borulah penanggung jawab tersembunyi dan terbuka padakelompok keluarga.itulah sebabnya boru itu disebut Rajani Boru karena peranannya sangat penting pada setiap situasi keadaan keluarga. Berkat tanggung jawab boru itu, ia selalu dibujuk, disayangi, dikasihi dan dihormati. Janganlah sampai terjadi akibat tindakan anak laki – laki, anak boru menjadi tersinggung dan ngambek.<br />Jika hal demikian terjadi maka kelompok keluarga itu tidak akan sejahtera lagi. Sebab itu saudara laki – laki akan tetap menjaga kestabilan antara hubungan keluarga anak laki – laki dengan keluarga anak perempuan.<br />Seseorang anak laki – laki yang tidak mempunyai saudara perempuan, ia akan merasa bahwa hidupnya adalah hambar. Benar anak laki – laki sebagai panglima atau raja penaggung jawab pada kelompok keluarga, mengingat peranan boru yang amat penting pada setiap menyelesaikan masalah, boru itu tetap dihormati. Apabila seseorang laki – laki yang tidak mempunyai saudara perempuan, siapakah lagi yang dapat diajak bertukar pikiran atau untuk berdiskusi mengayuhkan kemajuan kelompok keluarga.<br />Anak laki – laki itu akan berlagu syair antara lain : sumando ahu, tusada sanggar na tarpunjung, nahapuloan, na meolmeol diulus alogo, sori ni aringki da inang, marsidangolon naso marujung, yang artinya : serupakah aku, bagaikan sebatang kepimping, jauh di pulau goyah dihembus angina, nasibku ini yah bunda, penuh penderitaan yang tidak akan berakhir. Maksudnya bahwa seorang anak laki – laki yang tidak bersaudara perempuan akan merasa goyah dihembus angina penderitaan yang tidak anak berakhir.<br />Pandangan hidup demikain terjadi adalah akibat falsafah Hidup Dalihan Na Tolu. Tiang tungku yang tiga tidak akan sempurna berfungsi apabila salah satu tungku ( dalihan ) dari Dalihan Na Tolu itu tidak ada<br />Sistem keturunan masyarakat Batak Toba adalah patrilinial. Walau garis turunan anak laki – laki memegang peranan penting dalam hal silsilah, dalam hal kelengkapan hidup, prinsip keturunan adalah Dalihan Na Tolu yang tegak pada prinsip, dongan tubu anak laki – laki dan boru anak perempuan sebagai titik tolak melengkapi kekerabatan Dalihan Na Tolu. Anak laki – laki dan anak perempuan titik tolak melengkapi Dalihan Na Tolu maksudnya bahwa sianak laki – laki akan beristeri dan pihak keluarga isteri disebut hula – hula. Anak perempuan akan bersuami dan keluarga pihak suami disebut boru. Maka lengkaplah unsur Dalihan Na Tolu yaitu : Dongan Tubu, Hula – hula dohot Boru.<br />Itulah sebabnya pada setiap pemberkataan perkawinan kita akan selalu mendengar syair : Iaklak ma tutu tu singkoru, tubuan anakma hamu tutu jala tubuan boru. Maksudnya, bagaikan kuliat kayu yang melekat pada batangnya dan bagaikan manik – manik yang di kalungkan dileher, demikianlah pengantin diharapkan melahirkan anak laki – laki yang melekat pada adat dan melahirkan anak perempuan yang mempunyai sifat keibuan. Demikianlah prisip keturunan masyarakat Batak Toba dengan patrinialnya lengkap dengan unsur Dalihan Na Tolu.<br />Justru karena prinsip keturunan patrinial inilah Silsilah Siraja Batak dapat berlanjut dengan kemurnian dan kesejatiannya. Seorang yang mengaku dirinya Batak Toba akan merasa malu memperkenalkan dirinya pada masyarakat Batak Toba itu sendiri apabila ia belum mengetahui asal – usulnya yaitu silsilahnya sendiri. Sampai sekarang ini banyak orang yang sengaja pulang ke Bona Pasogit tempat leluhurnya hanya untuk mencari atau mendapatkan silsilahnya.<br />Silsilah raja batak dengan marga adalah identitas Batak yang patrilial berdasarkan falsafat hidup Dalihan Na Tolu.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-44284791013870805892009-09-01T03:04:00.000-07:002011-12-04T23:12:06.281-08:00Kelompok Kekerabatan Batak TobaPada umumnya perkawinan Batak Toba adalah monogami. Tetapi factor turunan terutama karena faktor turunan anak laki – laki terjadi pula pologami. Perkawinan sangat erat kaitannya dengan keluarganya, sedang perceraian sangat jarang terjadi dan sejauh mungkin diusahakan jangan sampai terjadi. Hal ini terjadi karena adat. Seseorang isteri yang diceraikan suaminya tidak akan mempunyai hubungan lagi dengan keluarga laki – laki baik anak sendiri, maupun keluarga lain.<br />Berpoligami sebenarnya sangat tidak diinginkan masyarakat Batak Toba. Dalam kehidupan sehari – hari orang yang berpoligami kurang mendapat penghargaan dari masyarakat sekitar.<br />Pandangan orang Batak Toba bahwa anaknya itulah yang paling berharga padanya. Turunan – turunan dari orang berpoligami dalam kenyataanya lebih banyak menderita karena percecokan. Pada hal anaklah yang paling penting. Dengan demikian masyarakat Batak Toba tidak menginginkan berpoligami, kecuali tidak ada turunan terutama turunan anak laki – laki.<br />Keluarga Batih Batak Toba adalah ripe.<br />Suami disebut ama dan isteri disebut ina.<br />Suami – isteri disebut Namarsaripe.<br />Apabila anak pertama lahir misalnya laki – laki dengan sendirinya nama bayi itu si Ucok, maka si ama namanya berobah status menjadi Amani Ucok dan si Ina namanya menjadi Ina ni si Ucok atau Nai Ucok<br />Dan sejak itu si Ama dan si Ina tidak boleh dipanggil lagi dengan nama aslinya. Dan apabila anak pertama perempuan dengan sendirinya nama bayi itu adalah si Butet. Dengan sendirinya nama bayi itu adalah si Butet. Dengan sendirinya nama si Ama adalah Amani Butet dan si Ina menjadi Nai Butet.<br />Anak – anak tidak boleh memanggil nama ayah dan ibunya. Untuk memanggil ibu adalah inang. Sedikit catatan bahwa amang – amang artinya adalah suami dan inang – inang artinya adalah isteri. Ama – ama adalah laki – laki dan kumpulan laki – laki yang sudah beristeri dan ina – ina adalah perempuan atau kumpulan perempuan yang sudah bersuami. Pengertian ama adalah ayah yang penuh tanggung jawab dan beribawa, dan pengertian ina adalah ibu yang penuh bertanggung jawab dan beribawa.<br />Keluarga suami – isteri dan anak – anaknya dinamai saripe.<br />Nasaripe artinya sekeluarga. Keluarga batih atau basic family Batak Toba itu sebagaimana disebutkan dimuka yaitu ripe adalah merupakan dasar perkembangan menuju keluarga luas. Anak laki – laki yang sudah beristeri dan amsih tinggal bersama dalam satu rumah diberikan temapat pada jabu suhut yaitu ruang sudut muka sebelah kiri pintu masuk. Pada umumnya di tempati anak sulung.<br />Anak laki – laki yang lain dan sudah beristeri diberikan temapat pada jabu soding yaitu ruang sudut muka sebelah kanan pintu masuk.<br />Sedang anak perempuan yang sudah bersuami dan atas persetujuan bersama antara keluarga laki – laki dan keluarga perempuan diberikan tempat pada jabu tamper pirinng yaitu ruang sudut kanan bagian belakang rumah tempat tinggal. Ayah dan ibu sebagai kepala keluarga menempati jabu bona yaitu ruang sudut kiri bagian belakang rumah tempat tinggal sebelah kanan pintu masuk.<br />Anak laki – laki sudah akil balik tidur di-Sopo. Sopo adalah bangunan lumbung padi. Sedang anak perempuan yang sudah akil – balik tidur bersama dengan gadis – gadis lain pada rumah janda jika ada dikampung itu. Jika rumah janda tidak ada para gadis – gadis tidur di-ruma dagang yang sengaja dibuat untuk itu.<br />Anak-anak yang belum akil-balik tidur dengan ayah ibunya. Cara hidup mereka adalah communal. Hidup dengan cara kekeluargaan ini dilaksanakan bersama atas pimpinan dan tanggung jawab ama atau ayah.<br />Masing – masing ada pembagian pekerjaan, apa yang menjadi tugas laki – laki dan apa pula yang menjadi tugas perempuan.<br />Semua berjalan dengan kebiasaan atau adat dan telah terperinci sesuai dengan kebiasaan adat itu. Dahulu masyarakat Batak menginginkan atau bercita – cita mempunyai turunan yang banyak, baik laki – laki maupun perempuan.<br />Jika keinginan itu terpenuhi tentu ada saja masalah pada keluarga itu tentang masalah kehidupan. Adat adalah satu adat manusia supaya manusia itu sejahtera. Tetapi bagaimanapun usaha itu, karena sifat individu manusia atau karena sifat manusia itu sendiri yang ingin mandiri, ingin bertanggung jawab untuk berdiri sendiri sebagai keluarga atau terpaksa atau dipaksa berdiri sendiri oleh kepala keluarga, terjadilah pemisahan tempat tinggal diantara anak – anak yang sudah kawin. Anak yang sudah kawin mandiri itu yang bertanggunng jawab kepada rumah tangganya dalam lingkungan keluarga disebut anak manjae.<br />Bekal pertama untuk anak manjae diberikan pimpinan keluarga baik berupa sawah-ladang dan lain – lain. Jika ripe itu berkecukupan kepda anak manjae diberikan rumah tempat tinggal atau mendirikan rumah baru di dalam kampung atau huta. Jika ripe itu belum berkecukupan, sianak manjae tadi masih menompang pada rumah lain didalam kampung atau pada rumah dikampung lain sesame semarga.<br />Apabila anak manjae itu menompang pada rumah lain marga maka anak manjae tadi disebut paisolat. Apabila anak manjae tadi membuka kampung yang baru, maka kampung yang baru dibangun itu dinamai sosor. Pada umumnya sosor itu dibuka untuk anak yang sulung atau anak yang bungsu, sedang anak antara yang sulung dan bungsu mendirikan rumah masih di dalam huta.<br />Borupun dapat pula mendirikan rumah tempat tinggal tetapi masih di dalam huta. Boleh pulamendirikan kampung yang baru yang disebut sosor tadi tetapi syaratnya adalah sangat berat. Beberapa sosor yang masih kelompok keluarga dari huta yang menjadi sumber perkembangan tuturan dan kampung dalam kaitan keluarga besar nama huta berobah status menjadi huta bolon.<br />Tuturan penghuni hhuta bolon itu yang masih senenek, disebut saompu dalam keluarga luas. Kelompok keluarga semakin luas disebut semarga atau semarga. Dan yang paling luas adalah Ompu Parsadaan atau nenek moyang. Inilah kelompok kekerabatan pada masyarakat Batak Toba. Tetapi apabila dilihat dari sudut tempat pengambilan isteri atau dari sudut hula – hula maka kelompok keluarga itu disebut Sahula – hula, satulang, sabona tulang dan yang paling atas adalah sabona ni ari. Jika dilihat dari sudut boru maka kelompok kekerabatan itu disebut saboru suhut, saboru tubu, saboru natua – natua, saboru sihabolonan dan boru torop, boru diampuan yaitu boru yang semarga atau serumpun marga dan boru nagojong. Karena memang kelompok keluarga adalah satu turunan dan sulit dibeda – bedakan antara tuturan dan tempat tinggal maka ada pula keluarga berdasarkan tempat tinggal yaitu sahuta, salumban, sabius dan saharajaon.<br />Memang disinilah peranan Dalihan Na Tolu yang dapat menghimpun kelompok kekerabatan, baik dilihat dari sudut etnis, dongan tubu ( samarga ) mupun kelompok keluarga dari sudut hula –hula atau dari sudut boru, termasuk kelompok keluarga berdasarkan tempat tinggal.Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-6580231597465187592009-08-27T02:45:00.000-07:002011-12-04T23:15:27.926-08:00Sebutan Partuturan (pertuturan) Panggilan Pada Batak Pakpak DairiBapa / Inang (Bapa/Ibu)<br /><br />Sepasang suami isteri, baru dianggap syah selaku: Bapa/Ibu, apabila mereka telah dikarunia anak, baik laki-laki maupun perempuan. Maka oleh anak-anaknya menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap kedua orang tuanya, yaitu untuk orang tuanya laki-laki, ialah Bapa dan untuk orangn tuanya Perempuan ialah inang/nange (ibu) dab sebaliknya, oleh si bapa terhadap anaknya laki-laki adalah “anak-dukak” dan terhadap anaknya perempuan adalah “brru”.<br /><br />Patua (bapa tua/ Nantua/mak tua)<br /><br />Beberapa orang bersaudara/bersaudari, apabila masing-masing mempunyai anak baik laki-laki maupun perempuan, maka mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, yaitu khusus bagi anak yang sulung ialah: Patua (bapatua) dan terhadap isterinya ialah: Nantua/mak tua, dan sebaliknya, oleh si Bapatua dan Isterinya terhadap anak-anak saudarinya, untuk laki-laki ialah anak, dan terhadap perempuan ialah”brru”.<br /><br />Demikian bagi sesame mereka, yaitu, anak-anak yang nomor 3, 4, dan seterusnya juga memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap bapa si anak nomor 2 yaitu Patua/bapa tua, dan terhadap isterinya yaitu: Nantua/mak tua, dan sebaliknya oleh si Patua/bapa tua bersama isterinya, sebutan pertuturanya terhadap anak-anak dari nomor 3, 4 dan seterusnya untuk anak laki-laki ialah “anak” dan untuk anak perempuan adalah “brru”.<br />Hal yang sama yang berlaku bagi orang yang semarga, abik yang lebih tua, bahwa semua orang tua yang di bawah umurnya, dimana anak-anaknya menjadi memiliki suatu pertuturan terhadap abang ayahnya tersebut, yaitu Patua (Bapa tua) dan kepada isterinya yaitu: Nan tua (mak tua) dan sebaliknya oleh si Patua/Bapa tua bersama isterinya terhadap anak-anak tersebut yaitu bagi anak-anak laki-laki disebut “anak” dan bagi anak peremuan disebut “brru”<br />Masih ada lagi, yaitu 2 (dua) orang pemuda yang berlainan marga akan tetapi kedua-duanya sepengambilan atas dua orang gadis yang satu ayah dan satu ibu, dan setelah mereka ini mempunyai anak, dimana anak-anak tersebut menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, sesuai menurut umur dari pada ibunya, katakana anak si ibu nomor 2, berpetuturan kepada si ibu nomor satu yaitu disebut “Nantua” dan kepada suaminya yaitu disebut Patua (bapa tua).<br /> <br />Tonga/Nantonga (bapa tengah-inak tengah). Beberapa orang bersaudara-bersaudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu, apabila masing-masing telah mempunyai anak baik laki-laki maupun perempuan, mereka menjadi memiliki satu sebutan pertuturan, yaitu: anak dari pada anak yang sulung, kepada semua adik-adiknya kecuali terhadap anak yang bungsu, yaitu bertuturkan: Tonga (bapa tongah) dan terhadap isterinya bertuturkan kepada anak-anak dari adiknya tersebut untuk anak laki-laki disebut “anak” dan untuk anak perempuan disebut “brru” dan demikianlah seterusnya “anak” dan untuk anak perempuan disebut ”brru” dan demiakianlah seterusnya, anak dari nomor dua tehadap ayah dari nomor tiga, dan anak dari nomor tiga terhadap ayah dari nomor empat, masing-masing bertuturkan seperti yang diuraikan diatas.<br />Demikian sebutan pertuturan ini tidak terbatas disitu saja akan tetapi di dalam hal yang bersamaan, juga di berlakukan secara khusus bagi yang memiliki “marga” yang serupa, adalah sama dalam bentuk pertuturannya, seperti apa yang diuraikan pada bagian diatas.<br /><br />Papun/Nangampun (Bapa bungsu/ Mak bungsung). Beberapa orang yang bersaudara-saudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu, apabila masing-masing telah mempunyai anak, maka seluruh anak-anak mereka ini menjadi suatu sebutan pertuturan, terutama ditujukan kepada ayah dari anak yag bungsu dengan sebutan “Papun” (Bapa bungsu) dan kepada isterinya dengan sebutan “Nangampun” (Ibu bungsu) dan sebaliknya oleh anak-anak dari si Papun dan Nangampun tersebut, yaitu terhadap abang si ayah seluruhnya ialah Patua dan kepada isterinya “Nan tua”.<br /><br />Demikian sebutan pertuturan ini tidak terbatas sampai disitu saja, akan tetapi di dalam hal yang sama, juga diberlakukan khusus bagi yang memiliki “marga”, yang sama halnya adalah seperti yang diuraikan pada bagian atas, namun sebutan “Papun” ini berobah menjadi “bapa kedek” (bapa kecil) kalau terdapat dalam pengucapan yang berlainan akan tetapi maksudnya adalah sama, karena kedudukannya adalah sama-sama yang bungsu.<br /><br />Panguda-Nanguda (bapa uda-mak uda)<br />2 (dua) orang laki-laki yang belainan marga, akan tetapi mereka sepengambilan atas dua (2) orang gadis yang terdiri dari satu ayah dan satu ibu, maka bagia anak mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yang didasarkan menurut umur si isteri. Umpamanya, isteri si A lebih tua dari pada si B, maka oleh anak-anak si B bertutur kepada suami si A yaitu Bapa tua dan kepada isterinya dengan tutur Nan tua/ Mak tua, sedang anak-anak si A bertutur kepada si B yaitu Panguda/Bapa uad, dan kepada isterinya Nanguda (Mak uda).<br />Kaka (abang)<br />Bagi orang-orang yang bersaudara-saudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu demikian sesuai dengnan jenjang umur masing-masing, dan mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, umpamanya: si A lebih tua dari pada si B maka pertuturan si B kepada si A yaitu Kaka/abang, juga kepada isterinya, juga dengan pertuturan kak selanjutnya si B lebih tua dari pada si C, maka si C bertutur kepada si B yaitu kaka/abang juga kepada isterinya dengan tutur kaka, begitu seterusnya antara si C dengan si D antara si D dengan si E. sebagaimana sebutan pertuturan sesama anak laki, demikian juga yang berlaku buat anak perempuan. Bagi mereka-mereka yang bukan satu ayah dan satu ibu, tetapi terdiri dari satu marga, maka susunan sebutan pertuturanya adalah sama dengan apa yang diuraikan pada bagian diatas.<br />Ada juga terdapat pada orang-orang yang bukan satu marga, umpamanya 2 (dua) orang laki-laki yang berlainan marga akan tetapi mereka ini kawin dengan 2 (dua) orang gadis yang terdiri dari satu ayah- satu ibu, maka oleh anak-anak mereka jadi memiliki pertuturan seperti apa yang berlaku pada bagian diatas.<br /><br />Anggi/adik<br />Beberapa orang bersaudara-bersaudari yang terdiri satu dari ayah dan satu ibu, baik laki-laki maupun peremuan, jadi mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan umpamanya si A lebih tua dari pada si B, maka pertuturan si A kepada si B, adalah anggi/adik dan kepada isterinya disebut: mrkalak anggi (beradik) seterusnya si B lebih tua dari pada si C, maka sebutan pertuturan si B kepada si C sama seperti si A terhadap si B, demikian seterusnnya berturut-turut.<br />Bagi mereka yang bukan satu ayah satu ibu, akan tetapi memiliki sama-sama dalam satu marga, umpamanya si A lebih dari pada si B, maka pertuturan si A kepada si B ialah anggi/adik dmikian kepada isterinnya.<br />Lainlagi terhadap 2 (dua) laki-laki yang berlainan marga akan tetapi kawin kepada 2 (dua) orang gadis yang terdiri dari satu ayah dan satu ibu, maka mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan berdasarkan jenjang umur dari pihak si isteri umpamanya: suami si A lebih muda dari pada suami si B, jadi pertuturan suami si A kepada si B, adalah: anggi/adik, demikian dengan sebutan yang sama terhadap isteri si B.<br />Perlu sekedar untuk diketahui, bahwa sebutan pertuturan mr-anggi (beradik) adapun sabagai dasar utamanya adalah ditentukan dari segi umur, artinya siapa lebih tua, dialah selaku kaka (abang), akan tetapi sebutan pertuturan ini biasa saja berobah terutam sewaktu melaksanakan suatu pesta adat, umpamanya si A, lebih muda dari pada si B, akan tetapi umur Bapa si B lebih muda dari pada si A, maka selaku kaka prtubuh adalah si B, akan tetapi selaku kaka I adat (abang dalam adat) adalah si A.<br /><br />Senina-mrsinina (satu ayah lain ibu)<br />Seoranng ayah yang memiliki bebrapa orang isteri, dan masing-masing mempunyai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan. Bagi mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu: khusus untuk anak laki disebut: sinina mrsinina,tentunya tidak mengurangi jenjang umur, yaitu bagi yang tertua tetap selaku abang dan termuda selaku adik, hal yang sama juga berlaku untuk anak perempuan.<br /><br />Kmpu (cucu)<br />Sepasang suami isteri, apabila anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan telah mempunyai anak, maka suami isteri tersebut jadi memiliki suatu sebutan pertuturan kepada anak dari pada anaknya yaitu kmpu (cucu).<br /><br />Nini (cicit)<br />Selanjutnya, apabila seorang nenek dimana anak si nenek telah mempunyai cucu, maka si nenek menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap cucu dari pada anaknya tersebut yaitu nini (cicit)<br /><br />Seterusnya, apabila seorang nenek dimana anak perempuan si nenek telah mempunyai cucu, maka si nenek menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap cucu dari pada anak perempuannya tersebut yaitu “ nono “ ( cicit 0 ).<br /><br />Kmpute ( cicit – cicit ).<br />Baik nini maupun nono, kedua – keduanya bersatu dalam suatu sebutan yaitu kmpute ( cicit – cicit ).<br /><br />Siminik.<br />Seorang nenek moyang telah genap “ mrkmpunte “, kemudian mrkmputenya ini bercucu, dan bernini – bernono, maka si nenek tersebut jadi menyandang suatu sebutan nama yaitu semua keturunan – keturunannya adalah Siminik.<br /><br />Mpung ( Nenek ).<br />Seorang ayah yang telah mempunyai beberapa orang anak, baik laki – laki maupun perempuan, maka apabila anak – anaknya ini telah mempunyai anak, mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan petuturan terhadap ayah/ibu dari orang tuanya, yaitu mpung ( nenek ). Dalam ucapan lainnya, bagi nenek laki – laki juga di sebutan : Mpungoli.<br />Suatu hal yang harus kita ketahui, bahwa sebutan petuturan “ nenek “ ini tidak hanya berlaku khusus untuk keluarga sendiri, tetapi juga datangnya dari semua pihak, hanya saja dengan suatu syarat yaitu setingkat lebih tinggi dari pada ayahnya.<br /><br />Turang ( saudari ).<br />Seorang ayah yang mempunyai beberapa orang anak laki – laki dan perempuan, maka di antara laki – laki / perempuan menjadi memiliki suatu sebutan petuturan yaitu : Turang ( saudari ).<br />Hal ini seperti ini juga berlaku buat anak laki – laki / perempuan, terutama bagi yang sama – sama dalam satu marga, dan bentuk sebutan pertuturannya sama seperti yang diuraikan pada bagian diatas.<br />Juga berlaku bagi yang bukan satu marga, umpamanya terhadap anak brru ( anak perempuan dari mambrru / nambrru ( pakcik/makcik ) sebutan pertuturannya ialah turang ( saudari ) .<br />Lain lagi apa yang disebut turang anak ini puhun ( saudara dari anak paman ) seperti seorang perempuan menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap anak laki – laki dari paman dengan sebutan “ turang anak ni puhun “ ( saudara dari anak paman ).<br />Seorang ayah yang bermenantu laki – laki, maka kepada si ibu menantunya yaitu mrturang ( bersaudari ).<br /><br />Bayo ( besan ).<br />Seorang ayah menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap mertua perempuan dari anaknya laki – laki yaitu besan/bayo.<br />Seorang suami menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap isteri dari iparnya ( saudara laki – laki dari isterinya ) yaitu bayo/besan kita, demikian bayo/besan dari ipar ( saudari dari isteri kita ).<br /><br />Bbbrre<br />Beberapa orang yang satu ayah/satu ibu, maka semua pihak laki – laki menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap anak – anak dari turangnya/saudarinya, yaitu : Bbbrre.<br /><br />Impal.<br />Beberapa orang yang satu ayah dan satu ibu, baik anak dari laki – laki maupun dari anak – anak dari perempuan, mereka/kedua belah pihak memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu : impal.<br />Kela ( menantu laki – laki ).<br />Seorang ayah-ibu, bila anak gadisnya kawin dengan seorang laki – laki maka si laki – laki tersebut oleh ayahnya-ibunya, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap suami dari anak perempuanya tersebut yaitu kela ( menantu laki – laki ), namun dibalik itu, jika kebetulan anak perempuannya kawin dengan anak saudara kandungnya sebutan pertuturannya kepada si menantu adalah tetap “ bbbrre “.<br /><br />Purmaen ( menantu perempuan ).<br />Seorang ayah-ibu, bila anak laki-lakinya kawin, akan memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap isteri anaknya tersebut yaitu Purmanen ( menantu perempuan ) juga dalam sebutan pertuturan yang sama, terhadap ( kepada ) semua abang – adik dari menantunya si perempuan.<br /><br />Pmmrre<br />Beberapa orang anak gadis yang terdiri dari satu ayah satu ibu, apabila mereka ini sudah kawin, maka suami – suaminya menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan antara satu dengan yang lainnya Pmmrre.<br /><br />Panguda – Nanguda ( bapa uda – mak uda ).<br />Beberapa orang anak gadis yang terdiri dari satu ayah – satu ibu apabila mereka masing – masing telah bersuami, kemudian mendapat anak, maka oleh anak – anaknya mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, terutama anak suami isteri yang tertua bertutur terhadap suami isteri yang kedua, yaitu untuk suami adalah Panguda ( bapa uda ) dan untuk isteri adalah nanguda ( mak uda ) demikian seterusnya.<br /><br />Silih ( Ipar ).<br />Apabila seseorang laki – laki kawin dengan seorang gadis, dia menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap abangnya dan adiknya dari isterinya yaitu “ Silih “ ( ipar ) demikian sebaliknya. Demikian kedua belah pihak orang tua baik orang tua si laki – laki maupun pihak orang tua si perempuan, satu sama lain menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu silih ( ipar ).<br />Apabila ipar ( dari pihak abang adik isteri kita ) telah mempunyai ipar, maka kita menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, serupa dengan tuturan yang di lakukan oleh ipar kita tersebut yaitu silih ( ipar ).<br /><br />Mambrru – Nambrru ( Pakcik – makcik ).<br />Seorang pria yang kawin dengan kaka/adik dari seorang ayah, maka anak – anak dari si ayah memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap si suami dari kaka/adik si ayah tersebut yaitu “ mambrru, dan kepada isterinya yaitu Nambbrru ( makcik ).<br /><br />Dengan menantu perempuan memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap bapa suaminya, yaitu nambrru ( pakcik ) kepada isterinya nambrru ( makcik ). Seorang ayah yang mempunyai beberapa orang anak laki – laki dan perempuan, maka semua anak – anak dari si laki – laki, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap kaka adik dari bapa anak – anak tersebut yaitu mambrru ( pakcik ).<br /><br />Simatua ( mertua )<br />Seorang suami, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap ayah ibu dari isterinya, yaitu simatua ( mertua ).<br /><br />Puhun – Nampuhun ( paman, makcik ).<br />Beberapa orang laki/perempuan anak dari seorang ayah/ibu, maka anak dari pihak perempuan menjadi memiliki suatu pertuturan terhadap abang adik dari ibunya yaitu puhun ( paman ) dan kepada isterinya, nampuhun ( makcik ).<br />Sebutan lain – lainnya yang tidak termasuk dalam sebutan pertuturan sesuai menurut keadaan dari kedudukannya seperti :<br />- Partua ibale ( seorang tua di balei ) ditunjukkan bagi orang laki – laki yang sudah kawin. <br />- Partua ibags ( orang tua di rumah ), ditunjukan bagi orang – orang perempuan yang sudah kawin. <br />- Prrukat-jabunu-jlmana ( seorang perempuan yang syah bersuami, di mana si laki – laki memiliki suatu sebutan yaitu : Prrukatna, jabuna, jlmana, ketiga sebutan ini tujuannya adalah serupa yaitu selaku isterinya ).<br />- Doholina, oleh si isteri menyatakan doholina, artinya sama dengan suaminya.<br />- Rantoana, sepasang muda-mudi, yang sudah syah bertukar cincin, maka si perempuan menjadi memiliki suatu sebutan bahwa dialah ranto si pohan ( tunangan si polan yang bakal jadi isteri oleh si laki – laki tersebut ).<br /><br />Eda.<br />Isteri si A memiliki suatu pertuturan terhadap kaka/adik perempuan si A yaitu eda demikian antara si ibu si A dengan ibu isterinya masing – masing bertuturkan eda.<br /><br />Cimbang ( madu ).<br />Seorang suami kawin lagi, maka isteri pertama tersebut jadi memiliki suatu sebutan julukan yang di katakana mercimbang ( dimadu ).<br /><br />Kaka iprtubuh ( abang yang duluan liar ).<br />Di daerah Suku Pakpak, ada suatu hukum yang berlaku di dalam bentuk sebutan pertuturan yaitu siapa yang duluan lahir di dalam menjadi si kakaan ( siabangan ) akan tetapi walaupun demikian, bukan berarti dia menjadi si kakaan ( siabangan ) jika ada terjadi suatu pekerjaan dalam bentuk adat umpamanya.<br />Nenek si A lebih muda dari pada nenek si B, jika di tinjau dari segi umur akan tetapi bukan oleh karena lebih tua umur dari keturunan si B, mengakibatkan dia menjadi menerima sulang ( perolehan daging sembelihan sesuai menurut jenis perolehan ) akan tetapi yang wajib menerimanya ialah keturunan dari nenek si A, sekalipun umurnya lebih muda. Selain dari pada sebutan – sebutan yang di uraikan diatas, maka ada lagi sebutan lainnya, yang lazim di katakan sewaktu diadakan suatu acara pesta adat yaitu :<br />- Kalimbubu / puang simmupus.<br />- Puang / kula – kula.<br />- Puang pngngmaki<br />- Puang labe<br />- Bnna ni ari, kelima sebutan ini bagaimana kedudukannya akan lebih di perinci satu persatu, pada bagian adat pada masa “ kerja jahat “ ( suatu upacara adat sewaktu duka cita ) dan kerja baik ( suatu upacara adat sewaktu suka cita ).<br />Semua uraian ini dapat disimpulkan dalam 3 ( tiga ) bagian, yaitu :<br />Golongan pertama : - dngngan sibltk ( teman sepupu, semarga ).<br />Golongan kedua : - kula – kula / puang ( pihak paman ).<br />Golongan ketiga : - brru ( adat perempuan yang kawin dengan marga lain ).Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4859660211004622622.post-50236719539227826362009-08-27T02:40:00.000-07:002011-12-04T23:12:45.573-08:00Merga Silima Pada Batak Karo<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiIUTJJ5qfb8avcQFifLHm1ocXwjdo74hdjX4hY6pYZnYKhckx3OsziW4CW8YX7NIwPhG-UTInYdYW_h9IScjwCqxjBGOrWjEBWVPqYBuQzO0UnZoBPUGCYYnfluX_B3913e-t3o5i3bo/s1600/btk+karo.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 135px; height: 101px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiIUTJJ5qfb8avcQFifLHm1ocXwjdo74hdjX4hY6pYZnYKhckx3OsziW4CW8YX7NIwPhG-UTInYdYW_h9IScjwCqxjBGOrWjEBWVPqYBuQzO0UnZoBPUGCYYnfluX_B3913e-t3o5i3bo/s320/btk+karo.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462415790559341650" /></a><br />Masyarakat karo terdiri dari lima Marga ( Marga ) utama yang berasal dari : “ Asalna Merga Silima, Beru Silima, Tutur Si Waluh, Rakut Sitelu kujadikan, emkap ibas jari – jari tanmu kujadikan nina Dibata “.<br />Pengertian :<br />“ Asalnya Marga yang lima dan Marga perempuan yang lima dan tutur sebutan delapan serta tiga jalur penghubung kujadikan, yaitu pada jari – jari tanganmu yang lima kujadikan kata Tuhan Yang Maha Esa “.<br />Kelima Marga utama ini mempunyai cabang – cabang dan mempunyai daerah asal mula berkembang. Marga – marga dan cabang – cabang itu oleh sebagian masyarakat karo tetap mewariskan kepada generasinya maka sampai sekarang banyak orang karo yang masih mengetahui sejarah marga dan seluruh marga – marga.<br />Marga – marga dan cabang – cabangnya itu menurut Bapak P. Tambun pada bukunya yang berjudul : Adat – Istiadat Karo, cetakan Balai Pustaka Jakarta, Tahun 1952, halaman 64 adalah sebagai berikut :<br />“ Bangsa Batak Karo adalah salah satu cabang dari Lima Batak ( Karo, Toba, Angkola, Pakpak dan Mandailing )”.<br />“ Bangsa Batak Karo terbagi atas lima Merga yang terbesar ( “ Merga Silima “ ), yakni :<br />- Peranginangin.<br />- Karo – karo<br />- Ginting<br />- Sembiring dan<br />- Tarigan “,<br />Masing – masing lima merga tersebut mempunyai cabang – cabang pula yang namanya menurut keturunannya masing – masing yakni :<br />1). Marga Peranginangin dan cabangnya : <br /> Peranginangin Namohaji di Kuta Buluh<br /> - “ - Sukatendel di Sukatendel<br /> - “ - Mona di Pergendangen<br /> - “ - Sibayang di Perbere, Kuala, Gunung dan Kuta Great<br /> - “ - Pencawan di Perbesi<br /> - “ - Sinurat di Kerenda<br /> - “ - Perbesi di Seberaja<br /> - “ - Ulunjandi di Juhar<br /> - “ - Pinem di Serintono ( Sidikalang )<br /> - “ - Uwir di Singgamanik<br /> - “ - Laksa di Juhar<br /> - “ - Singarimbun di Mardinding, Kuta Mbaru dan Temburun<br /> - “ - Keliat di Mardinding<br /> - “ - Kacinambun di kacinambun<br /> - “ - Bangun di Batu Karang<br /> - “ - Tanjung di Penampen dan Berastepu<br /> - “ - Peranginangin Benjerang di Batu Karang<br /><br />2). Merga Karo – Karo dan cabangnya :<br /> Karo – karo Sinulingga di Lingga, Gunung Merlawan dll<br /> - “ - Surbakti di Surbakti dan Gajah<br /> - “ - Kacaribu di Kuta Great dan Kerapat<br /> - “ - Sinukaban di Pernantian, Kaban Tua, Bintang Meriah, Bulu Naman dan L. Lingga<br /> - “ - Barus di Barus Jahe, VII Kuta<br /> - “ - Sinubulan di Bulan Julu dan Bulan Jahe<br /> - “ - Jung di Kuta Nangka, Kalang, Perbesi Batu Karang<br /> - “ - Purba di Kaban Jahe, Berastagi dan Lau Cih (Deli Hulu)<br /> - “ - Ketaren di Raja, Ketaren, Sibolangit dan Pertampilen<br /> - “ - Gurusinga di Gurusinga dan Raja Berneh<br /> - “ - Kaban di Kaban dan Sumbul<br /> - “ - Sinuhaji di Ajisiempat<br /> - “ - Sekali di Seberaya<br /> - “ - Kemit di Kuta Bale<br /> - “ - Bukit di Bukit dan Buluh Awar<br /> - “ - Sinuraya, Singgamanik dan Kandibata<br /> - “ - Samura di Samura<br /> - “ - Sitepu di Naman dan Sukanalu<br /><br />3). Merga Ginting dan cabang-cabangnya:<br /> Ginting Suka di Suka, Linggajulu dan Berastepu<br /> - “ - Babo di Gurubenua, Munte dan Kutu Great<br /> - “ - Sugihen di Sugihen, Juhar dan Kuta Gunung<br /> - “ - Gurupatih di Bulu Naman, Sarimunte, Naga dan Lau Kapur<br /> - “ - Ayartambun di Rayamerahe<br /> - “ - Capah di Bukit dan Kalang<br /> - “ - Beras di Laupetundal<br /> - “ - Garamata di (Simarmata) Raya Tengah, Tengging<br /> - “ - Jadibata di Juhar<br /> - “ - Munte di Kutu Bangun, Ajinembah, Kubu, dokan Tengging, Munte, Raya tengah dan Bulan Jahe<br /> - “ - Manik di tengging dan Lingga<br /> - “ - Sinusinga di Singa<br /> - “ - Jawak di Singa<br /> - “ - Saragih di Linggajulu<br /> - “ - Tumangger di Kidupen dan Kemkem<br /> - “ - Pase di (masap)<br /><br />4). Merga Sembiring dan cabang-cabangnya:<br /> a). Sembiring Siman-biang ( tidak bisa kawin-mawin campur darah) dengan lain-lain cabang Sembiring, yakni:<br /> Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir diseluruh urung Liang Melas.<br /> - “ - Sinulaki di Silalahi<br /> - “ - Keloko di Pergendange<br /> - “ - Sinupayung di Juma Raya dan Negeri<br /> b). Sembiring Simantangken –biang ( ada dilakukan perkawinan antaranya dengan lain-lain cabang Sembiring), yakni:<br /> Sembiring Colia di Kubu Colia dan Seberaya<br /> - “ - Pandia di Serabaya, Payung dan Beganding<br /> - “ - Gurukinayan di Guru Kinayan<br /> - “ - Berahman di Kaban Jahe, Perbesi dan Limang<br /> - “ - Meliala di Sarinembah, munte, Rajaberneh, Kidupen, Kaban Jahe, Naman, Berastepu dan Biaknampe.<br /> - “ - Pandebayang di Buluh Naman dan Gurusinga.<br /> - “ - Tekang di Kaban<br /> - “ - Muham di Susuk dan Perbesi<br /> - “ - Depari di Seberay, Perbesi dan Munte<br /> - “ - Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata dan Hamaparan Perak ( Deli )<br /> - “ - Busuk di Kidupan dan Lau Perimbon<br /> - “ - Sinukupar di Pertumbuken, Sidikalang, Sarintono<br /> - “ - Keling di Juhar dan Rayatengah<br /> - “ - Bunuh-aji di Sukatepu, Kuta-Tonggal dan Beganding.<br /><br />5). Merga Tarigan dan cabang – cabangnya :<br />Taringan Sibero berkedudukan di Juhar, Kuta Raya, Keriahen, Munte, Tanjung Beringen, Selakar dan Lingga.<br />Taringan Tua di Pergendangen<br /> - “ - Selangit di Gunung Merah<br /> - “ - Tambak di Kembayaken dan Sukanalu<br /> - “ - Tegur di Suka<br /> - “ - Gersang di Naga Saribu dan Barastepu<br /> - “ - Gerneng di Cengkes ( Simelungun )<br /> - “ - Gana – Gana di Batu Karang<br /> - “ - Jampang di Pergendangen<br /> - “ - Tambun di Rakut Besi, Binangara, Sinaman dan lain – lain kampung.<br /> - “ - Bondong di Lingga<br /> - “ - Pekan ( cabang dari Tambak ) di Sukanalu ( bangsa anak-beru )<br /> - “ - Purba di Purba ( Simelungun )Saut Ericohttp://www.blogger.com/profile/07141110011504822619noreply@blogger.com8