Selasa, 01 September 2009

Kelompok Kekerabatan Batak Toba

Pada umumnya perkawinan Batak Toba adalah monogami. Tetapi factor turunan terutama karena faktor turunan anak laki – laki terjadi pula pologami. Perkawinan sangat erat kaitannya dengan keluarganya, sedang perceraian sangat jarang terjadi dan sejauh mungkin diusahakan jangan sampai terjadi. Hal ini terjadi karena adat. Seseorang isteri yang diceraikan suaminya tidak akan mempunyai hubungan lagi dengan keluarga laki – laki baik anak sendiri, maupun keluarga lain.
Berpoligami sebenarnya sangat tidak diinginkan masyarakat Batak Toba. Dalam kehidupan sehari – hari orang yang berpoligami kurang mendapat penghargaan dari masyarakat sekitar.
Pandangan orang Batak Toba bahwa anaknya itulah yang paling berharga padanya. Turunan – turunan dari orang berpoligami dalam kenyataanya lebih banyak menderita karena percecokan. Pada hal anaklah yang paling penting. Dengan demikian masyarakat Batak Toba tidak menginginkan berpoligami, kecuali tidak ada turunan terutama turunan anak laki – laki.
Keluarga Batih Batak Toba adalah ripe.
Suami disebut ama dan isteri disebut ina.
Suami – isteri disebut Namarsaripe.
Apabila anak pertama lahir misalnya laki – laki dengan sendirinya nama bayi itu si Ucok, maka si ama namanya berobah status menjadi Amani Ucok dan si Ina namanya menjadi Ina ni si Ucok atau Nai Ucok
Dan sejak itu si Ama dan si Ina tidak boleh dipanggil lagi dengan nama aslinya. Dan apabila anak pertama perempuan dengan sendirinya nama bayi itu adalah si Butet. Dengan sendirinya nama bayi itu adalah si Butet. Dengan sendirinya nama si Ama adalah Amani Butet dan si Ina menjadi Nai Butet.
Anak – anak tidak boleh memanggil nama ayah dan ibunya. Untuk memanggil ibu adalah inang. Sedikit catatan bahwa amang – amang artinya adalah suami dan inang – inang artinya adalah isteri. Ama – ama adalah laki – laki dan kumpulan laki – laki yang sudah beristeri dan ina – ina adalah perempuan atau kumpulan perempuan yang sudah bersuami. Pengertian ama adalah ayah yang penuh tanggung jawab dan beribawa, dan pengertian ina adalah ibu yang penuh bertanggung jawab dan beribawa.
Keluarga suami – isteri dan anak – anaknya dinamai saripe.
Nasaripe artinya sekeluarga. Keluarga batih atau basic family Batak Toba itu sebagaimana disebutkan dimuka yaitu ripe adalah merupakan dasar perkembangan menuju keluarga luas. Anak laki – laki yang sudah beristeri dan amsih tinggal bersama dalam satu rumah diberikan temapat pada jabu suhut yaitu ruang sudut muka sebelah kiri pintu masuk. Pada umumnya di tempati anak sulung.
Anak laki – laki yang lain dan sudah beristeri diberikan temapat pada jabu soding yaitu ruang sudut muka sebelah kanan pintu masuk.
Sedang anak perempuan yang sudah bersuami dan atas persetujuan bersama antara keluarga laki – laki dan keluarga perempuan diberikan tempat pada jabu tamper pirinng yaitu ruang sudut kanan bagian belakang rumah tempat tinggal. Ayah dan ibu sebagai kepala keluarga menempati jabu bona yaitu ruang sudut kiri bagian belakang rumah tempat tinggal sebelah kanan pintu masuk.
Anak laki – laki sudah akil balik tidur di-Sopo. Sopo adalah bangunan lumbung padi. Sedang anak perempuan yang sudah akil – balik tidur bersama dengan gadis – gadis lain pada rumah janda jika ada dikampung itu. Jika rumah janda tidak ada para gadis – gadis tidur di-ruma dagang yang sengaja dibuat untuk itu.
Anak-anak yang belum akil-balik tidur dengan ayah ibunya. Cara hidup mereka adalah communal. Hidup dengan cara kekeluargaan ini dilaksanakan bersama atas pimpinan dan tanggung jawab ama atau ayah.
Masing – masing ada pembagian pekerjaan, apa yang menjadi tugas laki – laki dan apa pula yang menjadi tugas perempuan.
Semua berjalan dengan kebiasaan atau adat dan telah terperinci sesuai dengan kebiasaan adat itu. Dahulu masyarakat Batak menginginkan atau bercita – cita mempunyai turunan yang banyak, baik laki – laki maupun perempuan.
Jika keinginan itu terpenuhi tentu ada saja masalah pada keluarga itu tentang masalah kehidupan. Adat adalah satu adat manusia supaya manusia itu sejahtera. Tetapi bagaimanapun usaha itu, karena sifat individu manusia atau karena sifat manusia itu sendiri yang ingin mandiri, ingin bertanggung jawab untuk berdiri sendiri sebagai keluarga atau terpaksa atau dipaksa berdiri sendiri oleh kepala keluarga, terjadilah pemisahan tempat tinggal diantara anak – anak yang sudah kawin. Anak yang sudah kawin mandiri itu yang bertanggunng jawab kepada rumah tangganya dalam lingkungan keluarga disebut anak manjae.
Bekal pertama untuk anak manjae diberikan pimpinan keluarga baik berupa sawah-ladang dan lain – lain. Jika ripe itu berkecukupan kepda anak manjae diberikan rumah tempat tinggal atau mendirikan rumah baru di dalam kampung atau huta. Jika ripe itu belum berkecukupan, sianak manjae tadi masih menompang pada rumah lain didalam kampung atau pada rumah dikampung lain sesame semarga.
Apabila anak manjae itu menompang pada rumah lain marga maka anak manjae tadi disebut paisolat. Apabila anak manjae tadi membuka kampung yang baru, maka kampung yang baru dibangun itu dinamai sosor. Pada umumnya sosor itu dibuka untuk anak yang sulung atau anak yang bungsu, sedang anak antara yang sulung dan bungsu mendirikan rumah masih di dalam huta.
Borupun dapat pula mendirikan rumah tempat tinggal tetapi masih di dalam huta. Boleh pulamendirikan kampung yang baru yang disebut sosor tadi tetapi syaratnya adalah sangat berat. Beberapa sosor yang masih kelompok keluarga dari huta yang menjadi sumber perkembangan tuturan dan kampung dalam kaitan keluarga besar nama huta berobah status menjadi huta bolon.
Tuturan penghuni hhuta bolon itu yang masih senenek, disebut saompu dalam keluarga luas. Kelompok keluarga semakin luas disebut semarga atau semarga. Dan yang paling luas adalah Ompu Parsadaan atau nenek moyang. Inilah kelompok kekerabatan pada masyarakat Batak Toba. Tetapi apabila dilihat dari sudut tempat pengambilan isteri atau dari sudut hula – hula maka kelompok keluarga itu disebut Sahula – hula, satulang, sabona tulang dan yang paling atas adalah sabona ni ari. Jika dilihat dari sudut boru maka kelompok kekerabatan itu disebut saboru suhut, saboru tubu, saboru natua – natua, saboru sihabolonan dan boru torop, boru diampuan yaitu boru yang semarga atau serumpun marga dan boru nagojong. Karena memang kelompok keluarga adalah satu turunan dan sulit dibeda – bedakan antara tuturan dan tempat tinggal maka ada pula keluarga berdasarkan tempat tinggal yaitu sahuta, salumban, sabius dan saharajaon.
Memang disinilah peranan Dalihan Na Tolu yang dapat menghimpun kelompok kekerabatan, baik dilihat dari sudut etnis, dongan tubu ( samarga ) mupun kelompok keluarga dari sudut hula –hula atau dari sudut boru, termasuk kelompok keluarga berdasarkan tempat tinggal.

0 komentar:

Posting Komentar

Gabung Dong....

My Pagerank

Powered by  MyPagerank.Net
Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
Counter Powered by  RedCounter

  ©Template by Dicas Blogger.

TOPO