Kamis, 27 Agustus 2009

Sebutan Partuturan (pertuturan) Panggilan Pada Batak Pakpak Dairi

Bapa / Inang (Bapa/Ibu)

Sepasang suami isteri, baru dianggap syah selaku: Bapa/Ibu, apabila mereka telah dikarunia anak, baik laki-laki maupun perempuan. Maka oleh anak-anaknya menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap kedua orang tuanya, yaitu untuk orang tuanya laki-laki, ialah Bapa dan untuk orangn tuanya Perempuan ialah inang/nange (ibu) dab sebaliknya, oleh si bapa terhadap anaknya laki-laki adalah “anak-dukak” dan terhadap anaknya perempuan adalah “brru”.

Patua (bapa tua/ Nantua/mak tua)

Beberapa orang bersaudara/bersaudari, apabila masing-masing mempunyai anak baik laki-laki maupun perempuan, maka mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, yaitu khusus bagi anak yang sulung ialah: Patua (bapatua) dan terhadap isterinya ialah: Nantua/mak tua, dan sebaliknya, oleh si Bapatua dan Isterinya terhadap anak-anak saudarinya, untuk laki-laki ialah anak, dan terhadap perempuan ialah”brru”.

Demikian bagi sesame mereka, yaitu, anak-anak yang nomor 3, 4, dan seterusnya juga memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap bapa si anak nomor 2 yaitu Patua/bapa tua, dan terhadap isterinya yaitu: Nantua/mak tua, dan sebaliknya oleh si Patua/bapa tua bersama isterinya, sebutan pertuturanya terhadap anak-anak dari nomor 3, 4 dan seterusnya untuk anak laki-laki ialah “anak” dan untuk anak perempuan adalah “brru”.
Hal yang sama yang berlaku bagi orang yang semarga, abik yang lebih tua, bahwa semua orang tua yang di bawah umurnya, dimana anak-anaknya menjadi memiliki suatu pertuturan terhadap abang ayahnya tersebut, yaitu Patua (Bapa tua) dan kepada isterinya yaitu: Nan tua (mak tua) dan sebaliknya oleh si Patua/Bapa tua bersama isterinya terhadap anak-anak tersebut yaitu bagi anak-anak laki-laki disebut “anak” dan bagi anak peremuan disebut “brru”
Masih ada lagi, yaitu 2 (dua) orang pemuda yang berlainan marga akan tetapi kedua-duanya sepengambilan atas dua orang gadis yang satu ayah dan satu ibu, dan setelah mereka ini mempunyai anak, dimana anak-anak tersebut menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, sesuai menurut umur dari pada ibunya, katakana anak si ibu nomor 2, berpetuturan kepada si ibu nomor satu yaitu disebut “Nantua” dan kepada suaminya yaitu disebut Patua (bapa tua).

Tonga/Nantonga (bapa tengah-inak tengah). Beberapa orang bersaudara-bersaudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu, apabila masing-masing telah mempunyai anak baik laki-laki maupun perempuan, mereka menjadi memiliki satu sebutan pertuturan, yaitu: anak dari pada anak yang sulung, kepada semua adik-adiknya kecuali terhadap anak yang bungsu, yaitu bertuturkan: Tonga (bapa tongah) dan terhadap isterinya bertuturkan kepada anak-anak dari adiknya tersebut untuk anak laki-laki disebut “anak” dan untuk anak perempuan disebut “brru” dan demikianlah seterusnya “anak” dan untuk anak perempuan disebut ”brru” dan demiakianlah seterusnya, anak dari nomor dua tehadap ayah dari nomor tiga, dan anak dari nomor tiga terhadap ayah dari nomor empat, masing-masing bertuturkan seperti yang diuraikan diatas.
Demikian sebutan pertuturan ini tidak terbatas disitu saja akan tetapi di dalam hal yang bersamaan, juga di berlakukan secara khusus bagi yang memiliki “marga” yang serupa, adalah sama dalam bentuk pertuturannya, seperti apa yang diuraikan pada bagian diatas.

Papun/Nangampun (Bapa bungsu/ Mak bungsung). Beberapa orang yang bersaudara-saudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu, apabila masing-masing telah mempunyai anak, maka seluruh anak-anak mereka ini menjadi suatu sebutan pertuturan, terutama ditujukan kepada ayah dari anak yag bungsu dengan sebutan “Papun” (Bapa bungsu) dan kepada isterinya dengan sebutan “Nangampun” (Ibu bungsu) dan sebaliknya oleh anak-anak dari si Papun dan Nangampun tersebut, yaitu terhadap abang si ayah seluruhnya ialah Patua dan kepada isterinya “Nan tua”.

Demikian sebutan pertuturan ini tidak terbatas sampai disitu saja, akan tetapi di dalam hal yang sama, juga diberlakukan khusus bagi yang memiliki “marga”, yang sama halnya adalah seperti yang diuraikan pada bagian atas, namun sebutan “Papun” ini berobah menjadi “bapa kedek” (bapa kecil) kalau terdapat dalam pengucapan yang berlainan akan tetapi maksudnya adalah sama, karena kedudukannya adalah sama-sama yang bungsu.

Panguda-Nanguda (bapa uda-mak uda)
2 (dua) orang laki-laki yang belainan marga, akan tetapi mereka sepengambilan atas dua (2) orang gadis yang terdiri dari satu ayah dan satu ibu, maka bagia anak mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yang didasarkan menurut umur si isteri. Umpamanya, isteri si A lebih tua dari pada si B, maka oleh anak-anak si B bertutur kepada suami si A yaitu Bapa tua dan kepada isterinya dengan tutur Nan tua/ Mak tua, sedang anak-anak si A bertutur kepada si B yaitu Panguda/Bapa uad, dan kepada isterinya Nanguda (Mak uda).
Kaka (abang)
Bagi orang-orang yang bersaudara-saudari terdiri dari satu ayah dan satu ibu demikian sesuai dengnan jenjang umur masing-masing, dan mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, umpamanya: si A lebih tua dari pada si B maka pertuturan si B kepada si A yaitu Kaka/abang, juga kepada isterinya, juga dengan pertuturan kak selanjutnya si B lebih tua dari pada si C, maka si C bertutur kepada si B yaitu kaka/abang juga kepada isterinya dengan tutur kaka, begitu seterusnya antara si C dengan si D antara si D dengan si E. sebagaimana sebutan pertuturan sesama anak laki, demikian juga yang berlaku buat anak perempuan. Bagi mereka-mereka yang bukan satu ayah dan satu ibu, tetapi terdiri dari satu marga, maka susunan sebutan pertuturanya adalah sama dengan apa yang diuraikan pada bagian diatas.
Ada juga terdapat pada orang-orang yang bukan satu marga, umpamanya 2 (dua) orang laki-laki yang berlainan marga akan tetapi mereka ini kawin dengan 2 (dua) orang gadis yang terdiri dari satu ayah- satu ibu, maka oleh anak-anak mereka jadi memiliki pertuturan seperti apa yang berlaku pada bagian diatas.

Anggi/adik
Beberapa orang bersaudara-bersaudari yang terdiri satu dari ayah dan satu ibu, baik laki-laki maupun peremuan, jadi mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan umpamanya si A lebih tua dari pada si B, maka pertuturan si A kepada si B, adalah anggi/adik dan kepada isterinya disebut: mrkalak anggi (beradik) seterusnya si B lebih tua dari pada si C, maka sebutan pertuturan si B kepada si C sama seperti si A terhadap si B, demikian seterusnnya berturut-turut.
Bagi mereka yang bukan satu ayah satu ibu, akan tetapi memiliki sama-sama dalam satu marga, umpamanya si A lebih dari pada si B, maka pertuturan si A kepada si B ialah anggi/adik dmikian kepada isterinnya.
Lainlagi terhadap 2 (dua) laki-laki yang berlainan marga akan tetapi kawin kepada 2 (dua) orang gadis yang terdiri dari satu ayah dan satu ibu, maka mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan berdasarkan jenjang umur dari pihak si isteri umpamanya: suami si A lebih muda dari pada suami si B, jadi pertuturan suami si A kepada si B, adalah: anggi/adik, demikian dengan sebutan yang sama terhadap isteri si B.
Perlu sekedar untuk diketahui, bahwa sebutan pertuturan mr-anggi (beradik) adapun sabagai dasar utamanya adalah ditentukan dari segi umur, artinya siapa lebih tua, dialah selaku kaka (abang), akan tetapi sebutan pertuturan ini biasa saja berobah terutam sewaktu melaksanakan suatu pesta adat, umpamanya si A, lebih muda dari pada si B, akan tetapi umur Bapa si B lebih muda dari pada si A, maka selaku kaka prtubuh adalah si B, akan tetapi selaku kaka I adat (abang dalam adat) adalah si A.

Senina-mrsinina (satu ayah lain ibu)
Seoranng ayah yang memiliki bebrapa orang isteri, dan masing-masing mempunyai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan. Bagi mereka menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu: khusus untuk anak laki disebut: sinina mrsinina,tentunya tidak mengurangi jenjang umur, yaitu bagi yang tertua tetap selaku abang dan termuda selaku adik, hal yang sama juga berlaku untuk anak perempuan.

Kmpu (cucu)
Sepasang suami isteri, apabila anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan telah mempunyai anak, maka suami isteri tersebut jadi memiliki suatu sebutan pertuturan kepada anak dari pada anaknya yaitu kmpu (cucu).

Nini (cicit)
Selanjutnya, apabila seorang nenek dimana anak si nenek telah mempunyai cucu, maka si nenek menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap cucu dari pada anaknya tersebut yaitu nini (cicit)

Seterusnya, apabila seorang nenek dimana anak perempuan si nenek telah mempunyai cucu, maka si nenek menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap cucu dari pada anak perempuannya tersebut yaitu “ nono “ ( cicit 0 ).

Kmpute ( cicit – cicit ).
Baik nini maupun nono, kedua – keduanya bersatu dalam suatu sebutan yaitu kmpute ( cicit – cicit ).

Siminik.
Seorang nenek moyang telah genap “ mrkmpunte “, kemudian mrkmputenya ini bercucu, dan bernini – bernono, maka si nenek tersebut jadi menyandang suatu sebutan nama yaitu semua keturunan – keturunannya adalah Siminik.

Mpung ( Nenek ).
Seorang ayah yang telah mempunyai beberapa orang anak, baik laki – laki maupun perempuan, maka apabila anak – anaknya ini telah mempunyai anak, mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan petuturan terhadap ayah/ibu dari orang tuanya, yaitu mpung ( nenek ). Dalam ucapan lainnya, bagi nenek laki – laki juga di sebutan : Mpungoli.
Suatu hal yang harus kita ketahui, bahwa sebutan petuturan “ nenek “ ini tidak hanya berlaku khusus untuk keluarga sendiri, tetapi juga datangnya dari semua pihak, hanya saja dengan suatu syarat yaitu setingkat lebih tinggi dari pada ayahnya.

Turang ( saudari ).
Seorang ayah yang mempunyai beberapa orang anak laki – laki dan perempuan, maka di antara laki – laki / perempuan menjadi memiliki suatu sebutan petuturan yaitu : Turang ( saudari ).
Hal ini seperti ini juga berlaku buat anak laki – laki / perempuan, terutama bagi yang sama – sama dalam satu marga, dan bentuk sebutan pertuturannya sama seperti yang diuraikan pada bagian diatas.
Juga berlaku bagi yang bukan satu marga, umpamanya terhadap anak brru ( anak perempuan dari mambrru / nambrru ( pakcik/makcik ) sebutan pertuturannya ialah turang ( saudari ) .
Lain lagi apa yang disebut turang anak ini puhun ( saudara dari anak paman ) seperti seorang perempuan menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap anak laki – laki dari paman dengan sebutan “ turang anak ni puhun “ ( saudara dari anak paman ).
Seorang ayah yang bermenantu laki – laki, maka kepada si ibu menantunya yaitu mrturang ( bersaudari ).

Bayo ( besan ).
Seorang ayah menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap mertua perempuan dari anaknya laki – laki yaitu besan/bayo.
Seorang suami menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap isteri dari iparnya ( saudara laki – laki dari isterinya ) yaitu bayo/besan kita, demikian bayo/besan dari ipar ( saudari dari isteri kita ).

Bbbrre
Beberapa orang yang satu ayah/satu ibu, maka semua pihak laki – laki menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap anak – anak dari turangnya/saudarinya, yaitu : Bbbrre.

Impal.
Beberapa orang yang satu ayah dan satu ibu, baik anak dari laki – laki maupun dari anak – anak dari perempuan, mereka/kedua belah pihak memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu : impal.
Kela ( menantu laki – laki ).
Seorang ayah-ibu, bila anak gadisnya kawin dengan seorang laki – laki maka si laki – laki tersebut oleh ayahnya-ibunya, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap suami dari anak perempuanya tersebut yaitu kela ( menantu laki – laki ), namun dibalik itu, jika kebetulan anak perempuannya kawin dengan anak saudara kandungnya sebutan pertuturannya kepada si menantu adalah tetap “ bbbrre “.

Purmaen ( menantu perempuan ).
Seorang ayah-ibu, bila anak laki-lakinya kawin, akan memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap isteri anaknya tersebut yaitu Purmanen ( menantu perempuan ) juga dalam sebutan pertuturan yang sama, terhadap ( kepada ) semua abang – adik dari menantunya si perempuan.

Pmmrre
Beberapa orang anak gadis yang terdiri dari satu ayah satu ibu, apabila mereka ini sudah kawin, maka suami – suaminya menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan antara satu dengan yang lainnya Pmmrre.

Panguda – Nanguda ( bapa uda – mak uda ).
Beberapa orang anak gadis yang terdiri dari satu ayah – satu ibu apabila mereka masing – masing telah bersuami, kemudian mendapat anak, maka oleh anak – anaknya mereka ini menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, terutama anak suami isteri yang tertua bertutur terhadap suami isteri yang kedua, yaitu untuk suami adalah Panguda ( bapa uda ) dan untuk isteri adalah nanguda ( mak uda ) demikian seterusnya.

Silih ( Ipar ).
Apabila seseorang laki – laki kawin dengan seorang gadis, dia menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap abangnya dan adiknya dari isterinya yaitu “ Silih “ ( ipar ) demikian sebaliknya. Demikian kedua belah pihak orang tua baik orang tua si laki – laki maupun pihak orang tua si perempuan, satu sama lain menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan yaitu silih ( ipar ).
Apabila ipar ( dari pihak abang adik isteri kita ) telah mempunyai ipar, maka kita menjadi memiliki suatu sebutan pertuturan, serupa dengan tuturan yang di lakukan oleh ipar kita tersebut yaitu silih ( ipar ).

Mambrru – Nambrru ( Pakcik – makcik ).
Seorang pria yang kawin dengan kaka/adik dari seorang ayah, maka anak – anak dari si ayah memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap si suami dari kaka/adik si ayah tersebut yaitu “ mambrru, dan kepada isterinya yaitu Nambbrru ( makcik ).

Dengan menantu perempuan memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap bapa suaminya, yaitu nambrru ( pakcik ) kepada isterinya nambrru ( makcik ). Seorang ayah yang mempunyai beberapa orang anak laki – laki dan perempuan, maka semua anak – anak dari si laki – laki, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap kaka adik dari bapa anak – anak tersebut yaitu mambrru ( pakcik ).

Simatua ( mertua )
Seorang suami, memiliki suatu sebutan pertuturan terhadap ayah ibu dari isterinya, yaitu simatua ( mertua ).

Puhun – Nampuhun ( paman, makcik ).
Beberapa orang laki/perempuan anak dari seorang ayah/ibu, maka anak dari pihak perempuan menjadi memiliki suatu pertuturan terhadap abang adik dari ibunya yaitu puhun ( paman ) dan kepada isterinya, nampuhun ( makcik ).
Sebutan lain – lainnya yang tidak termasuk dalam sebutan pertuturan sesuai menurut keadaan dari kedudukannya seperti :
- Partua ibale ( seorang tua di balei ) ditunjukkan bagi orang laki – laki yang sudah kawin.
- Partua ibags ( orang tua di rumah ), ditunjukan bagi orang – orang perempuan yang sudah kawin.
- Prrukat-jabunu-jlmana ( seorang perempuan yang syah bersuami, di mana si laki – laki memiliki suatu sebutan yaitu : Prrukatna, jabuna, jlmana, ketiga sebutan ini tujuannya adalah serupa yaitu selaku isterinya ).
- Doholina, oleh si isteri menyatakan doholina, artinya sama dengan suaminya.
- Rantoana, sepasang muda-mudi, yang sudah syah bertukar cincin, maka si perempuan menjadi memiliki suatu sebutan bahwa dialah ranto si pohan ( tunangan si polan yang bakal jadi isteri oleh si laki – laki tersebut ).

Eda.
Isteri si A memiliki suatu pertuturan terhadap kaka/adik perempuan si A yaitu eda demikian antara si ibu si A dengan ibu isterinya masing – masing bertuturkan eda.

Cimbang ( madu ).
Seorang suami kawin lagi, maka isteri pertama tersebut jadi memiliki suatu sebutan julukan yang di katakana mercimbang ( dimadu ).

Kaka iprtubuh ( abang yang duluan liar ).
Di daerah Suku Pakpak, ada suatu hukum yang berlaku di dalam bentuk sebutan pertuturan yaitu siapa yang duluan lahir di dalam menjadi si kakaan ( siabangan ) akan tetapi walaupun demikian, bukan berarti dia menjadi si kakaan ( siabangan ) jika ada terjadi suatu pekerjaan dalam bentuk adat umpamanya.
Nenek si A lebih muda dari pada nenek si B, jika di tinjau dari segi umur akan tetapi bukan oleh karena lebih tua umur dari keturunan si B, mengakibatkan dia menjadi menerima sulang ( perolehan daging sembelihan sesuai menurut jenis perolehan ) akan tetapi yang wajib menerimanya ialah keturunan dari nenek si A, sekalipun umurnya lebih muda. Selain dari pada sebutan – sebutan yang di uraikan diatas, maka ada lagi sebutan lainnya, yang lazim di katakan sewaktu diadakan suatu acara pesta adat yaitu :
- Kalimbubu / puang simmupus.
- Puang / kula – kula.
- Puang pngngmaki
- Puang labe
- Bnna ni ari, kelima sebutan ini bagaimana kedudukannya akan lebih di perinci satu persatu, pada bagian adat pada masa “ kerja jahat “ ( suatu upacara adat sewaktu duka cita ) dan kerja baik ( suatu upacara adat sewaktu suka cita ).
Semua uraian ini dapat disimpulkan dalam 3 ( tiga ) bagian, yaitu :
Golongan pertama : - dngngan sibltk ( teman sepupu, semarga ).
Golongan kedua : - kula – kula / puang ( pihak paman ).
Golongan ketiga : - brru ( adat perempuan yang kawin dengan marga lain ).

0 komentar:

Posting Komentar

Gabung Dong....

My Pagerank

Powered by  MyPagerank.Net
Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
Counter Powered by  RedCounter

  ©Template by Dicas Blogger.

TOPO